Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sutradara kenamaan Garin Nugroho kembali mementaskan pertunjukan Cine-concert berjudul Samsara di Graha Bhakti Budaya, Jakarta mulai 13-15 Desember ini. Dalam Cine-concert Samsara ini, Garin menghadirkan racikan konsep gado-gado unsur pertunjukan di panggung dan sinematografi, elemen musik tradisi dengan gamelan Bali dan musik elektronik serta koreografi balet dan tari klasik topeng Bali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pentas pertunjukan ini sebelumnya telah dipentaskan di Esplanade, Singapura, lalu di program Indonesia Bertutur di Bali, pembukaan Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) di Yogyakarta baru-baru ini. “Menutup tahun ini, sebelum memulai rangkaian tur internasionalnya, kami ingin Cine-Concert Samsara dapat disaksikan oleh penonton di Jakarta," kata Gitara Fara, produser Cine-concert Samsara usai pentas di Graha Bhakti Budaya, Jumat, 13 Desember 2024.
Dari Pementasan Samsara Jakarta Berlanjut ke Perth
Alasan pementasan digelar di Jakarta, kata Gitara, lantaran permintaan publik begitu besar. "Harapannya bisa diapresiasi dan (kemudian) dipertunjukkan di kota lain,” ujarnya. Setelah dari Jakarta, Samsara direncanakan akan dipentaskan di Perth, Australia. Gitara juga menjelaskan empat kali pentas dan penayangan film, mempunyai tantangan yang berbeda dari aspek teknisnya, mulai dari layar hingga gamelannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Samsara merupakan film bisu hitam putih dibintangi aktor Ario Bayu dan penari balet keturunan Indonesia-Australia, Juliet Widyasari Burnett. Film ini diiringi paduan musik gamelan Bali dan musik elektronik yang digarap I Wayan Sudirana (Music Composer) dan Kasimyn (Music Composer - Gaber Modus Operandi). “Saya memang suka suspense dan surprise, ketegangan dan keingintahuan. Makanya saya selalu memilih hal-hal yang paradoks, misalnya menggabungkan gamelan dengan musik elektronik, balerina dengan musik klasik. Jadi ibarat sedang makan nasi campur Bali,” ujar Garin.
Pertunjukan Cine-Concert bertajuk Samsara karya Garin Nugroho di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Jumat, 13 Desember 2024. Pertunjukkan yang disutradarai oleh Garin Nugroho merupakan karya seni yang menggabungkan film bisu hitam putih dengan iringan paduan musik gamelan Bali dan musik elektronik dengan latar kehidupan di tahun 1930-an di Bali. Pertunjukkan dibintangi oleh aktor Ario Bayu dan penari keturunan Indonesia-Australia, Juliet Widyasari Burnett. TEMPO/M Taufan Rengganis
Garin mengakui, cine concert ini lebih menonjolkan aspek iringan musik dari gamelan dan musik elektronik yang menghidupkan film bisu hitam putih saat ditayangkan di layar. Karya film bisu ini dulu, kata Garin, pernah mencapai era kejayaannya. Ia mencoba menghadirkannya lagi dengan iringan komposisi musik langsung dari gamelan dan musik elektronik.
“Latihan gamelannya tidak sembarangan, dalam setiap pentas pertunjukan memberikan tantangan yang berbeda,”ujarnya. Elemen musik elektronik, ia perlukan untuk menjawab unsur kekinian. Musik dan koreografi digarap dengan detail dan tersaji dengan enak. “Tidak takut klasik, tapi tetap kontemporer,” ujarnya.
Sinopsis Samsara
Samsara mengambil setting tempat di Bali di tahun 30-an, bercerita tentang seorang pria dari keluarga miskin yang ditolak lamarannya oleh orang tua kaya dari perempuan yang dicintainya. Dia membuat perjanjian gaib dengan Raja Monyet dan melakukan ritual gelap untuk mendapatkan kekayaan. Namun, dalam prosesnya, ritual tersebut justru mengutuk istri dan anaknya hingga menderita.
Samsara menampilkan banyak elemen pertunjukan tradisional Bali seperti orkestra gamelan, tari tradisional, topeng, dan wayang yang dipadukan dengan musik elektronik digital beserta tarian kontemporer. Garin menjelaskan dalam menghadirkan unsur tradisinya, ia mencari topeng-topeng lawas yang memperkaya elemen artistiknya.
Pertunjukan Terakhir Cok Sawitri
Koreografinya merupakan hasil karya para seniman dan penari ternama Indonesia dan Bali, di antaranya Gus Bang Sada, Siko Setyanto, Maestro tari I Ketut Arini, Cok Sawitri, Aryani Willems, koreografer Ida Ayu Wayan Arya Satyani, dan penari-penari dari Komunitas Bumi Bajra, Bali. Karya ini juga menjadi penampilan terakhir Cok Sawitri sebelum meninggal.
Di panggung, film bisu hitam putih ini menjadi hidup dan lebih menyedot rasa dengan iringan dan pertunjukan gamelan serta tiga vokalis. Pertunjukan musik gamelan Bali dibawakan Wayan Sudirana, komposer musik dan etnomusikologi lulusan University of British Columbia, Kanada. Ia mempelajari musik kuno Bali, berbagai tradisi musik dunia, dari Korea, Ghana, dan India, serta musik klasik barat.
Musik elektronik digital dibawakan oleh grup musik Gabber Modus Operandi, yaitu Kasimyn dan Ikhsan Syahrul Alim, yang menyajikan hasil persilangan beberapa genre musik. Mereka berkolaborasi dengan bintang musik internasional, Bjork, dalam albumnya, Fossora (2022).
Komposisi musik yang ada merupakan komposisi yang dimainkan oleh manusia, tetap dengan panduan score. Di setiap kesempatan penampilan dipastikan ada selalu yang berbeda baik dari tempo dan ruang improvisasinya.
Wayan Sudirana dan Kasimyn menjelaskan mereka menyiapkan dua orang audio engineering yang memahami gamelan, dan menghadirkan tiga vokalis yang mendukung dan menguatkan adegan demi adegan. Kasimyn mengatakan, ini merupakan proyek pertamanya bersama Garin yang sangat menantang. Belum banyak seniman yang paham dan yang sudah melihat cine concert.
Dengan waktu yang mepet harus berjibaku kolaborasi dengan musisi dan seniman lain. Bersamaan ia menyiapkan komposisinya, Sudirana menyesuaikan laras gamelannya. “Saya anggap Samsara ini sebagai sains fiksi,” ujarnya.
Sudirana melihat adegan, latar syuting menurutnya sangat bagus, sayang jika tak diimbangi dengan pertunjukan yang bagus. Begitu diberi draf oleh Garin, ia lalu menyiapkan perencanaan musik, tabel gamelan dan adegan hingga enam halaman.
“Saya buat komposisi dari awal sampai tengah, Kas dari akhir sampai tengah. Baru kami ketemu di tengah-tengah,” kata dia. Kedua musisi ini benar-benar tertantang dalam proyek ini. Yang paling besar tantangannya, terdapat tiga penyelarasan yakni gamelan, musik elektronik, vokalis musik. Para pengrawit atau penabuh gamelan membelakangi layar yang memperlihatkan adegan demi adegan tapi mereka harus bisa menghadirkan musik yang menghidupkan film itu.
Pilihan Editor: Samsara: Harmoni Gamelan Bali dan Dentum Elektronik dalam Sinema Hitam-Putih