Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
A Giant Pack of Lies, Bongkah Raksasa Kebohongan Menyorot Kedigdayaan Industri Rokok di Indonesia
Penulis: Mardiyah Chamim, Wahyu Dhyatmika, Farid Gaban dkk
Penerbit: Tempo Institute, Koji Indonesia
Tebal: 249 + xxii
Gol kita sama. Spiritnya sama. Rakyat Indonesia harus selamat dan sehat. Jika tidak, mau jadi apa bangsa ini lima atau sepuluh tahun mendatang?" Pernyataan ini sejatinya normatif belaka, sekalipun diucapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun ucapan itu menjadi bermakna karena disampaikan Presiden saat menerima kunjungan Komisi Nasional Pengendalian Tembakau pada akhir tahun lalu.
Dimaktubkan sebagai pembuka buku A Giant Pack of Lies, Bongkah Raksasa Kebohongan Menyorot Kedigdayaan Industri Rokok di Indonesia, kutipan itu seperti hendak menegaskan bahwa negara peduli pada perlindungan kesehatan publik. Undang-undang tentang pengamanan produk tembakau yang telah dikeluarkan pun demi melindungi publik. Tapi benarkah negara peduli? Apakah perlindungan melalui undang-undang itu saja cukup?
Buku terbitan Tempo Institute dan Koji Indonesia (Desember 2011) ini berhasil membongkar muslihat industri rokok di Indonesia. Selama ini industri rokok begitu digdaya mem-brain wash masyarakat Indonesia perihal kiprahnya di bidang ekonomi, pendidikan, olahraga, budaya. Namun publik tak pernah tahu betapa culasnya perilaku mereka. Berbagai regulasi yang dinilai akan membatasi ruang gerak industri asap dibabat habis, bahkan dengan cara licik. Kasus hilangnya ayat tembakau pada Undang-Undang tentang Kesehatan membuktikan hal itu (halaman 104-105).
Politik "divide et impera" juga dimainkan industri ini. Industri rokok begitu kental melakukan politik adu domba di kalangan petani tembakau dan buruh rokok, dengan menjadikan kubu pro-pengendalian tembakau sebagai musuhnya. Padahal industri rokok, khususnya industri rokok besar, yang begitu perkasa melindas hak-hak petani tembakau dan kaum buruh.
Pernyataan bahwa target promosi industri rokok bukan kalangan muda (anak-anak dan remaja) juga tak terbukti. Jika dilihat konfigurasi promosi dan iklannya, mustahil jika target market produk rokok bukan kaum muda. Survei Komisi Nasional Anak (2009) menyebutkan bahwa lebih dari 90 persen anak-anak dan remaja hafal dengan jingle iklan rokok.
A Giant Pack of Lies juga meluruskan anggapan bahwa kebijakan pengendalian tembakau ditunggangi oleh kepentingan asing. Sinyalemen itu dibantah Mawarwati Jamaluddin, mantan Sekretaris Utama Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang kala itu menjadi salah satu anggota delegasi pemerintah Indonesia dalam pembahasan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) di Jenewa, Swiss (1998-2003). "… tidak benar FCTC ditunggangi negara maju. Mereka tadinya malah menolak. Motor penggerak FCTC justru negara dunia ketiga, seperti Indonesia, India, Thailand, dan negara-negara Amerika Latin. Saya tahu persis itu," ucap Mawarwati. Kini FCTC telah diratifikasi oleh 175 negara di dunia.
Buku ini terhitung istimewa untuk konteks Indonesia. Pasalnya, hingga detik ini belum ada buku yang berdimensi pengendalian tembakau (tobacco control) yang ditulis dengan gaya populer. Benar beberapa buku serupa pernah terbit tapi aura kampusnya amat kental, perlu mengernyitkan kening untuk memahami buku tersebut. Sebut misalnya Memahami Ekonomi Tembakau di Indonesia, terbitan Lembaga Demografi UI (2010). Sedangkan buku ini ditulis dengan narasi yang amat cair, mudah dicerna.
Kelebihan lain, A Giant Pack of Lies tak berpretensi sebagai buku "antirokok". Pun eksistensi regulasi dan kebijakan pengendalian tembakau tidak untuk mencukur gundul eksistensi industri rokok. Namun perlindungan kesehatan publik seharusnya menjadi arus utama dalam ranah kebijakan negara. Dan genderang untuk itu sejatinya telah ditabuh oleh Presiden Yudhoyono, seperti yang termaktub pada lembar pertama buku ini.
Tulus Abadi, Anggota Pengurus Harian YLKI, dan Ketua III Komnas Pengendalian Tembakau
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo