Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Harry Potter and the Half-Blood Prince
Sutradara: David Yates
Skenario: Steve Kloves
Pemain: Daniel Radcliffe, Emma Watson, Rupert Grint, Bonnie Wright, Michael Gambon, Alan Rickman, Jim Broadbent
Produksi: Warner Bros
Kilatan hitam legam melesat, menerjang Kota London, menerobos lorong-lorong menghajar penduduk. ”London bridge is falling down!”
Bagi para muggle (manusia biasa), kilatan hitam itu pasti dianggap sebagai bagian dari peristiwa alam yang murka. Tetapi bagi para penyihir, The Dark Lord Voldermort bukan hanya menggelegar di dunia sihir. Dia sengaja merangsek ke dunia manusia biasa.
Itulah pembukaan film Harry Potter and the Half-Blood Prince yang ditayangkan mulai pekan lalu di Indonesia. Sutradara David Yates, yang juga menyutradarai Harry Potter and the Order of Phoenix, langsung menggebrak pada inti cerita.
Voldermort, melalui ”geng” nya, tidak lagi melipir; tidak lagi mengutak-atik saraf kelompok Dumbledore. Perang terbuka sudah terjadi. Dan Dumbledore, tak lagi banyak cingcong, menggandeng Harry Potter mencari tahu titik penting yang mampu menghajar Voldermort di kemudian hari.
Syahdan, seorang sosok bernama Horace Slughorn (Jim Broadbent), mantan guru Hogwarts yang pernah terlibat dalam pembicaraan dengan Voldermort kecil saat itu masih bernama Tom Riddle yang akan membuka rahasia kelemahan Voldermort. Langkah pertama Dumbledore adalah ”mencabut” Harry Potter dari kebahagiaan remaja lelaki di musim panas. Dia sedang lirik-lirikan dengan seorang pelayan kafe cantik ketika Dumbledore merekrutnya untuk membujuk Horace Slughorn kembali mengajar di Hogwarts.
Pada setiap episode Harry Potter, J.K. Rowling selalu saja memperkenalkan satu guru baru yang aneh, dan lazimnya hanya bertahan satu tahun (untuk kemudian diganti oleh guru baru tahun berikutnya). Tahun keenam ini, Horace Slughorn bukan hanya menjadi fungsi komikal seperti halnya guru-guru sebelumnya. Dia memang agak aneh; karena gemar mengundang murid yang istimewa hanya untuk mengail koneksi. Dia senang menyebut nama besar di dunia sihir. Tetapi kali ini strategi Dumbledore sudah mencapai titik puncak: hanya Slughorn yang mengetahui rahasia gelap Voldermort muda. Taktik Dumbledore berhasil. Slughorn menjadi pengajar kelas ramu-ramuan ajaib dan hanya Potter yang bisa memancing Slughorn untuk berterus terang tentang masa lalunya.
Selanjutnya kita mengikuti perjalanan trio sahabat Harry, Hermione, dan Ron yang kini sudah tumbuh menjadi remaja yang hormonnya sedang meledak. Pembicaraan romansa kini bertebaran tentang kulit perempuan yang indah, adegan ciuman di mana-mana, dan kecemburuan Hermione yang mencapai titik kulminasi. Bagian cinta remaja ini menjadi elemen komikal yang menyegarkan. Hermione dan Ron jelas sudah menyimpan bibit cinta sejak awal, namun sayang Lavender Brown (Jessie Cave) sudah terlebih dahulu merangkul Ron dan mendominasi hidupnya dengan rangkaian ciuman yang membuat Ron megap-megap. Di antara keributan kedua sahabatnya itu, Harry menemukan sebuah buku teks ramuan alumni Hogwarts yang menamakan dirinya: Half-Blood Prince. Di setiap resep ramuan, dia menorehkan catatan di pinggir buku yang memberikan tips pembuatan ramuan yang dahsyat dan tepat. Buku bekas itu membuat Harry penasaran untuk mencari tahu siapa gerangan Half-Blood Prince.
Tetapi inti novel J.K. Rowling adalah dunia gelap. Sutradara Yates memperlihatkannya justru dengan tidak menampilkan Voldermort, melainkan melalui sebuah adegan yang mengejutkan. Profesor Severus Snape (Alan Rickman) sama-sama bersumpah dengan Narcissa Malfoy (Helen McCrory), ibu Draco Malfoy, di hadapan Bellatrix Lestrange (Helena Bonham Carter). Sumpah yang berisi bahwa Snape akan selalu melindungi Draco Malfoy dan bersedia menggantikan tugasnya ”jika perlu”.
Pada saat itu, baik pembaca maupun penonton setia Harry Potter masih selalu disodori keraguan ”posisi politik” Snape. Guru yang selalu dingin terhadap Harry dan mempunyai hubungan yang buruk dengan ayah Harry di masa lalu itu selalu diberi kepercayaan penuh oleh Dumbledore. Pertanyaan setiap episode adalah: apakah Snape ada di pihak Voldermort atau Dumbledore?
David Yates adalah sutradara Harry Potter yang paling berhasil menangkap kegelapan dunia Harry Potter tanpa perlu menghilangkan kesegaran dunia remaja dan elemen unik ciptaan J.K. Rowling. Olahraga Qudditch; foto-foto yang bergerak seperti film; keajaiban sihir yang tak berkesudahan yang memiliki peraturannya sendiri adalah rekaan J.K. Rowling yang belum tertandingi oleh penulis fantasi lainnya. Daniel Radcliffe yang kita temui saat masih kecil pada Harry Potter and the Sorcerer’s Stone kini telah berkembang menjadi aktor dewasa yang mengabdikan separuh hidupnya menjadi seorang Harry Potter. Kini, tak bisa tidak, sosok Harry Potter sudah identik dengan dirinya. Dalam film ini, dia menanggapi tugasnya yang serius dengan penuh humor (”I am the chosen one,” katanya bergurau dengan Hermione, karena menyadari ada cewek yang jatuh hati padanya hanya karena Harry adalah penyihir yang ditakdirkan melawan Voldermort).
Dalam episode ini pula kita mengenal Voldermort kecil dan remaja, alias Tom Riddle, seorang penyihir berbakat yang ditemukan Dumbledore di rumah yatim piatu. Saat Tom Riddle kecil menyatakan kemampuan sihirnya pada Dumbledore, kita seolah melihat seekor ular kecil yang suatu saat akan mematuk dan membunuh kita. Penampilan Hero Fiennes- ippin yang dingin memperlihatkan bakatnya untuk membentuk seorang sosok Voldermort di kemudian hari. Tom Riddle remaja (diperankan oleh Frank Dillane dengan cemerlang) semakin memperlihatkan arogansi remaja yang bernafsu menguasai berbagai ilmu sihir hitam, agar dia bisa menguasai dunia.
Tetapi tak ada lagi yang bisa menandingi adegan petualangan Dumbledore dan Harry Potter untuk mencari pojok-pojok rahasia tempat penyimpanan ”nyawa” Voldermort. Bagi mereka yang sudah membaca buku keenam, ini merupakan perjalanan penting bagi duo master-murid yang mengharukan. Pada saat-saat terakhir, setelah tali temali plot cerita mulai bersambung, posisi Draco Malfoy (yang pada awal film tampak berperangai aneh, karena kerjanya mondar-mandir sendirian, seperti menggenggam misi rahasia) dan Snape (yang senantiasa melindungi Malfoy) mulai jelas.
Ketika pasukan Bella Lestrange datang, peperangan terbuka terjadi, semua terkesiap. Penonton duduk di ujung kursi. Benarkah dia tewas?
Inilah kehebatan sinema. Pada saat sebuah kematian yang tak terduga, kematian seseorang yang paling dicintai di dunia Harry Potter, maka muncullah bayang-bayang Voldermort yang berkelebat di atas langit. Seorang murid Hogwarts mengacungkan tongkatnya yang bersinar, dan beratus-ratus tongkat murid Hogwarts itu terangkat, menantang langit. Cahayanya yang gemerlapan perlahan mengusir bayang-bayang Voldermort, meski tak berhasil menghapus kepedihan.
”Aku tak akan kembali tahun depan,” kata Harry Potter kepada kedua temannya. Bagaimana mungkin Harry berpisah dengan kedua kawannya, ”Kau kira kami akan membiarkan kamu pergi sendirian?” tukas Hermione. Tugas Harry Potter sebagai ”Dia yang Terpilih” untuk melawan kekuatan jahat Voldermort. Novel ketujuh J.K. Rowling berjudul Harry Potter and the Deathly Hallows sudah direncanakan akan dijadikan dua film. Pada kedua film inilah penggemar fanatik Harry Potter akhirnya akan menyaksikan duel kedua penyihir tangguh ini: Voldermort vs Harry Potter. Dari dunia hitam dan dunia putih.
Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo