Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SHARK TALE Sutradara: Vicky Jenson, Bibo Bergeron, Rob Letterman Skenario: Rob Letterman & Michael J. Wilson Pengisi Suara: Will Smith, Robert de Niro, Jack Black, Renée Zellweger, Martin Scorsese. Produksi: DreamWorks
SEBUAH dongeng tetaplah dongengdengan atau tanpa teknologi yang membuat penonton melongo. Karena itu, lupakan sejenak kesibukan Anda, rileks, dan perhatikanlah Oscar, seekor ikan pembual yang berada di posisi terbawah piramida makanan, namun kerap bertingkah bak penyanyi hip-hop tenar. Ia hidup di samudra antah berantah yang begitu mirip dengan Kota New York bila ditenggelam-kan ke dasar palung Atlantik.
Bahkan "masyarakat" ikan di kota itu digambarkan tak kalah trengginas dibandingkan dengan karakter New Yorker yang selalu bersigegas. Dan para ABG-ikan yang lucu-lucu ituoh my God!sudah terbiasa membuat grafiti dengan teknik air brush di tembok-tembok kota, atau mengisengi homeless citizen yang tak berdaya. Benar-benar sangat 'New Yor-quarian', bukan?
Kalau fabel karikatural seperti ini bisa membuat otot perut Anda mulai kram akibat terpingkal-pingkal, adegan selanjutnya justru membuat komunitas (keturunan) Italia di Amerika meriang menahan geramsebelum akhirnya melancarkan protes resmi ke produser Shark Tale.
Bayangkanlah, Oscar yang selalu terlihat ceria itu ternyata berutang pada Sykes, ikan balon yang pernah menjadi penasihat Don Lino, seekor hiu yang menjadi godfather di bawah laut. Sampai waktu yang ditentukan, Oscar gagal membayar utangnya, sehingga ia dihukum dua ubur-ubur rastafaria penggemar reggae yang menjadi bodyguard Sykes. Pada saat itulah dua ekor hiu kakak beradik, Frankie dan Lenny, melihat Oscar dan berusaha memangsanya. Untung bagi Oscar, Lenny yang sangat perasa ternyata vegetarian. Dan Frankie sang karnivor sejati, mati beberapa detik sebelum rahangnya yang sudah terbuka lebar siap memangsa Oscar. Sebuah jangkar meluncur deras, menghantam kepala Frankie dengan telak.
Oscar yang cerdik berlagak seolah-olah dialah pembunuh Frankie ketika dua ubur-ubur pengawal Sykes kembali untuk melihatnya. Sejak itu, Oscar menjadi pahlawan dan mendapat gelar sebagai pembantai hiu. Ia menjadi selebriti baru yang selalu diliput televisi dan memasuki pergaulan jet set, sebelum menyadari bahwa Frankie dan Lenny adalah anak-anak Don Lino.
Dengan plot ala mob flick (film-film mafiaRed.) namun dikemas dengan teknologi CGI terbaru yang dikembangkan oleh Hewlett-Packard khusus untuk film ini, tak pelak Shark Tale adalah popcorn-tainment terdahsyat dalam sejarah film animasi panjang sejak Walt Disney memproduksi Snow White and Seven Dwarfs (1937) yang sukses membius penonton zaman itu.
Di Shark Tale, sekumpulan aktor-sineas berkualitas Oscar akhirnya "berenang di satu kolam" sekaligus. Ada Robert de Niro (penerima Oscar untuk Raging Bull, dan The Godfather, Part II), Renée Zellweger (Cold Mountain), Angelina Jolie (Girl, Interrupted), dan nomine penerima Oscar Will Smith (Ali) serta sutradara Martin Scorsese (Goodfellas, Gangs of New York). Belum lagi aktor veteran Peter Falk (sang detektif eksentrik di serial televisi Columbo) yang mengisi suara seekor hiu senior bernama Don Ira Feinberg.
Kedahsyatan animasi seperti ini sayangnya berwajah dua: menyenangkan dan mengerikan sekaligus. Menye-nangkan karena trio sutradara Jenson, Bergeron, dan Letterman tak terpaku pada gaya realis-perfeksionis seperti ditunjukkan Finding Nemo. Bergeron yang ahli animasi membuat tokoh-tokoh Shark Tale lebih karikatural, sehingga bila Anda jeli, akan bisa langsung menebak siapa-mengisi suara-karakter apa hanya dengan memperhatikan lebih detail "wajah-wajah" ikan itu. Adapun Jenson (sutradara Shrek) sangat piawai mengarahkan para aktor untuk menghidupkan "akting" komunitas ikan itu.
Sebaliknya, "invasi" Robert de Niro dkk ke ranah animasi ini menjadi mengerikan karena menutup peluang para dubber profesional yang sejatinya melatih kemampuan artikulasi dan intonasi suara mereka untuk menghidupkan beratus-ratus karakter animasi sejak zaman Walt Disney sampai Hanna-Barbera, dan membuat tokoh-tokoh re-kaan itu menghunjam di benak pemirsa ketimbang nama asli mereka sendiri.
Kalau sudah begini, apakah kita masih bisa yakin bahwa sebuah do-ngeng tetaplah sebuah dongeng? Selain isyarat matinya sebuah profesi?
Akmal Nasery Basral
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo