KORBAN kecelakaan lalu lintas di Indonesia melebihi jumlah korban Perang Vietnam. Kenyataan mengerikan ini diungkapkan bekas Kapolri Dr. Awaludin Djamin dalam seminar ketertiban berlalu lintas di Jakarta, yang diselenggarakan oleh Sekolah Lanjutan Perwira Polri dan majalah TEMPO pekan lalu. Tahun lalu, di seluruh Indonesia, 10.673 orang terenggut nyawanya di jalan raya. Mereka tentu tak mau disebut "pahlawan aspal" dalam pengertian yang tulen. Namun, yang pasti kita mendambakan keamanan dan kenyamanan dalam menggunakan jalan raya. Cuma, caranya itu. Bikin puyeng, memang. Bahkan sebuah seminar pun belum mampu merumuskan kiat yang tepat. Kenapa? Ya, karena jalan raya itu bukan milik kita sendiri. Ada banyak orang dengan tujuan dan kebutuhan yang beraneka ragam. Tegasnya, "Kita tidak boleh egois memakai jalan," kata Psikolog Dr. Sarlito Wirawan. Adalah fakta, para pengendara penyebab utama timbulnya kecelakaan. Sedang korban terbesar pejalan kaki. Menyusul pengendara sepeda motor. Menurut para ahli, karena kita belum mempunyai jalan standar yang dilengkapi fasilitas pejalan kaki, juga halte bis yang layak, terutama di Jakarta. Konon pula mau menambah jalur. "Saya belum tahu apakah dalam waktu S tahun ini kita bisa menambah jalur jalan. Atau sebaiknya malah membatasi jumlah kendaraan pribadi," kata Gubernur DKI Wiyogo pada TEMPO. Yang sudah direncanakan, "Kita membangun monorail dari Kota ke Kebayoran." Masalahnya bukan hanya bergantung pada fasilitas dan sarana pendukungnya, tapi juga pada ketentuan hukum perlalulintasan, budaya masyarakat, dan mental pemakai jalan itu sendiri. "Masalah perundang-undangan yang mengatur lalu lintas saja masih tumpang tindih. Ketentuan pemerintah dan peraturan daerah (Perda) bisa berbeda," kata Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H. Yang jelas upaya memasyarakatkan tertib di jalan raya memang tak seluruhnya terpulang pada polisi lalu lintas saja. Program tertib lalu lintas ditunjang pula oleh para ulama lewat berbagai forum dakwah. Dan menurut Ketua MUI Pusat, K.H. Hasan Basri, "Penerangan yang diberi dalil ayat dan hadis lebih mantap dan didengar." Bahkan Ketua MUI Ja-Bar, K.H. Abdul Fattah, memprakarsai sebuah pedoman. "Pedoman itu kami rencanakan akan menjadi keputusan MUI Pusat. Tinggal menunggu waktu," kata K.H. Hasan Basri. Alhamdulillah. Aneka seruan tertib di jalan raya, tentu, menyangkut kemaslahatan bersama, sehingga pada tempatnya jika kita berlomba membudayakannya - baik diminta oleh polisi maupun tidak. Ed Zoelverdi, Linda Djalil, Diah Purnomowati. Ahmadie Thaha
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini