SEBELUM berangkat ke Amerika, Suka Hardjana menyempatkan diri
tampil di Teater Arena TIM dengan Ensembel Jakarta-nya.
Pergelaran yang dilangsungkan 5 Juni itu ternyata didukung
penonton yang tipis. Namun, tetap bertolak dari kesederhanaan,
Suka memimpin teman-temannya menyuguhkan musik kamar dengan
tekun.
Suka sendiri meskipun tampak lelah dan pucat, dengan sepenuh
hati berdiri di tengah rekan-rekannya menyelamatkan semua nomor
dengan baik. Tak kurang dari Mozart, Bach, Vivaldi Stamitz dan
Haendel yang diberondongkan malam itu. Kecuali Symphonie
Consertante D-mayor untuk orkes kecil dan dua biola solis
--allegro moderato, andante, menuette -- dari Karl Stamitz
(1746-1801) yang memerlukan perhatian, semua nomor tampak sudah
dikenal oleh pendengar.
Idris Sardi
Malam itu juga diumumkan bahwa Ensembel Jakarta baru saja
menyelesaikan sebuah rekaman kaset untuk beberapa buah nomor
pilihan. Ini perlu dicatat dalam perbendaharaan musik pribumi:
sebuah rekaman musik kamar yang pertama. Apalagi folder
pertunjukan berusaha mengingatkan bahwa Ensembel Jakarta ini
satu-satunya di Indonesia dan Asia Tenggara.
Meskipun tetap mempertahankan sikap formil, dibungkus baju
batik, para pemain malam itu terasa lebih santai dari
penampilan sebelumnya. Beberapa orang mengangguk dan mengadakan
kontak senyum dengan beberapa penonton yang mereka kenal.
Kebutuhan berkomunikasi ini pula agaknya yang menyebabkan Suka
memilih Bach, Vivaldi dan Mozart.
Nomor-nomor yang mengalir, ngelangut, sambung-menyambung dan
kadangkala menggeram dalam batas-batas yang tetap manis semuanya
terasa komunikatif. Suka tetap membawa Ensembel Jakarta pada
pergelaran yang cermat dan murni tanpa ada menungganginya dengan
penggalian-penggalian lain. Kebersihan ini untung saja ditopang
oleh sikap jiwa yang sederhana sehingga tidak menjadi formil
atau menjijikkan.
Konser untuk biola-hobo dan orkes gesek D-minor BWV 1060,
allegro, adagio, allegro -- dari J.S. Bach (16851750), mungkin
dapat disebut sebagai nomor paling menarik malam itu. Yudianto
Hp. maju ke depan sebagai solis hobo, menarik bunyi lembut penuh
liku-liku yang tak putus-putus. Di samping itu juga L'Inverno,
Konser No. 4 dari fragmen Le Quattro Stagigioni op. 8 dari
Antonio Vivaldi (1675-1741), merupakan nomor menarik karena
tampilnya Nusirwan Lesmana sebagai biola solis.
Sesudah istirahat, tampil juga Idris Sardi dalam barisan biola.
Entah kenapa pemain biola ternama dalam musik pop ini terasa
belum masuk ke dalam lingkaran. Kita hanya tertarik usaha Idris
untuk memasuki lagi daerah musik klasik. Kalau minatnya didukung
oleh perhatian yang jujur kita tinggal menunggu apa pengaruhnya
nanti pada karya musik pop-nya. Tapi kalau tidak, kita juga
ingin mengetahui adakah ini hanya semacam keinginan membuktikan
diri saja. Yang sulit dari pop ke klasik biasanya membatasi diri
untuk tidak merasa bintang. Idris malam itu kelihatan berusaha
menempatkan dirinya di bawah tangan Suka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini