Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Sebelum suka pergi

Suka hardjana tampil di teater arena tim dengan ensambel jakarta-nya. sebuah rekaman musik kamar yang pertama dengan beberapa buah nomor pilihan telah diselesaikan pula oleh ensambel jakarta. (ms)

17 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBELUM berangkat ke Amerika, Suka Hardjana menyempatkan diri tampil di Teater Arena TIM dengan Ensembel Jakarta-nya. Pergelaran yang dilangsungkan 5 Juni itu ternyata didukung penonton yang tipis. Namun, tetap bertolak dari kesederhanaan, Suka memimpin teman-temannya menyuguhkan musik kamar dengan tekun. Suka sendiri meskipun tampak lelah dan pucat, dengan sepenuh hati berdiri di tengah rekan-rekannya menyelamatkan semua nomor dengan baik. Tak kurang dari Mozart, Bach, Vivaldi Stamitz dan Haendel yang diberondongkan malam itu. Kecuali Symphonie Consertante D-mayor untuk orkes kecil dan dua biola solis --allegro moderato, andante, menuette -- dari Karl Stamitz (1746-1801) yang memerlukan perhatian, semua nomor tampak sudah dikenal oleh pendengar. Idris Sardi Malam itu juga diumumkan bahwa Ensembel Jakarta baru saja menyelesaikan sebuah rekaman kaset untuk beberapa buah nomor pilihan. Ini perlu dicatat dalam perbendaharaan musik pribumi: sebuah rekaman musik kamar yang pertama. Apalagi folder pertunjukan berusaha mengingatkan bahwa Ensembel Jakarta ini satu-satunya di Indonesia dan Asia Tenggara. Meskipun tetap mempertahankan sikap formil, dibungkus baju batik, para pemain malam itu terasa lebih santai dari penampilan sebelumnya. Beberapa orang mengangguk dan mengadakan kontak senyum dengan beberapa penonton yang mereka kenal. Kebutuhan berkomunikasi ini pula agaknya yang menyebabkan Suka memilih Bach, Vivaldi dan Mozart. Nomor-nomor yang mengalir, ngelangut, sambung-menyambung dan kadangkala menggeram dalam batas-batas yang tetap manis semuanya terasa komunikatif. Suka tetap membawa Ensembel Jakarta pada pergelaran yang cermat dan murni tanpa ada menungganginya dengan penggalian-penggalian lain. Kebersihan ini untung saja ditopang oleh sikap jiwa yang sederhana sehingga tidak menjadi formil atau menjijikkan. Konser untuk biola-hobo dan orkes gesek D-minor BWV 1060, allegro, adagio, allegro -- dari J.S. Bach (16851750), mungkin dapat disebut sebagai nomor paling menarik malam itu. Yudianto Hp. maju ke depan sebagai solis hobo, menarik bunyi lembut penuh liku-liku yang tak putus-putus. Di samping itu juga L'Inverno, Konser No. 4 dari fragmen Le Quattro Stagigioni op. 8 dari Antonio Vivaldi (1675-1741), merupakan nomor menarik karena tampilnya Nusirwan Lesmana sebagai biola solis. Sesudah istirahat, tampil juga Idris Sardi dalam barisan biola. Entah kenapa pemain biola ternama dalam musik pop ini terasa belum masuk ke dalam lingkaran. Kita hanya tertarik usaha Idris untuk memasuki lagi daerah musik klasik. Kalau minatnya didukung oleh perhatian yang jujur kita tinggal menunggu apa pengaruhnya nanti pada karya musik pop-nya. Tapi kalau tidak, kita juga ingin mengetahui adakah ini hanya semacam keinginan membuktikan diri saja. Yang sulit dari pop ke klasik biasanya membatasi diri untuk tidak merasa bintang. Idris malam itu kelihatan berusaha menempatkan dirinya di bawah tangan Suka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus