Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Sepotong Berlian Berdarah

Inilah cerita para penyelundup berlian. Berlatar perang saudara di Sierra Leone.

22 Januari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Blood Diamond Pemain: Leonardo DiCaprio, Jennifer Connely, Djimon Hounsou Skenario: Charles Leavitt Sutradara: Edward Zwick Produksi: Warner Bros Pictures (2006)

Bocah lelaki itu meletakkan tangannya di sepotong gelugu. Badannya gemetar. Ia ketakutan. Seorang algojo di depannya telah menghunus parang. Seorang komandan pasukan pemberontak dari Revolutionary United Front mengulang pertanyaannya, apakah ia akan ikut bergabung dalam kelompok pemberontakan. Bocah itu diam. Lalu dengan cepat sang algojo mengayunkan parangnya. Darah pun tumpah.

Dengan teror potong tangan atau tembak mati itulah Foday Sankoh membangun kekuatan bersenjatanya dalam RUF untuk melawan pemerintah Sierra Leone. Lewat film dokumenter Cry Freetown, Sorious Samura, seorang wartawan dari Sierra Leone, menuturkan, dengan menjalarkan ketakutan, Sankoh telah berhasil merekrut pasukan lebih dari sejuta orang, 200 ribu di antaranya adalah laskar belia.

Inilah yang membuat negeri di Afrika Barat itu bergolak selama lebih dari satu dekade sejak 1991. Dan yang membuat gerakan pemberontakan itu bertahan lama, kata Samura, ”RUF membiayai perlawanannya dengan menambang dan menyelundupkan berlian.” Sierra Leone memang dikenal memiliki kekayaan alam minyak, emas, dan batu permata.

Sutradara Edward Zwick terpesona dengan film dokumenter Samura itu. Ia pergi menemui Samura dua tahun lalu dan memintanya menjadi penasihat ahli film yang tengah ia rancang: Blood Diamond. Samura kemudian mengajaknya ke Freetown, ibu kota Sierra Leone, menemui para bekas penyelundup berlian, juga bekas milisi-milisi cilik.

Sutradara The Last Samurai (2003) dan Legends of The Fall (1994) itu kemudian melengkapinya dengan cerita politik perdagangan berlian pada akhir 1990-an yang secara diam-diam membeli permata-permata sengketa dari tanah Afrika. Jadilah Blood Diamond sebuah film berbiaya US$ 100 juta yang disebut Zwick ”sebuah pengembaraan yang membuat aku benar-benar terbenam dalam konflik cerita.”

Blood Diamond dibuka dengan cerita Solomon Vandy (Djimon Hounsou), seorang nelayan dari suku Mende yang hidup tenteram bersama istri dan dua anaknya. Tapi dua buah mobil gerombolan pemberontak RUF yang menembaki perkampungannya membuat keluarga Solomon tercerai-berai. Para lelaki dikumpulkan untuk menjalani ”upacara” potong tangan.

RUF juga memaksa lelaki dewasa menjadi pekerja tambang berlian di Sungai Sewa. Berlian itu dijual untuk membiayai pemberontakan sipil melawan pemerintah. Di sungai inilah Solomon yang menjadi tawanan RUF menemukan dan menyembunyikan berlian merah delima sebesar telur ayam yang diburu para penyelundup berlian.

Danny Archer (Leonardo DiCaprio), seorang penyelundup asal Afrika Selatan, mendengar cerita tentang berlian istimewa itu. Archer adalah mantan tentara yang bekerja untuk Kolonel Coetzee. Sang kolonel menjual berlian-berlian selundupan itu ke perusahaan berlian terkemuka Van der Kaap.

Di tengah perburuan berlian itu Archer bertemu dengan wartawan Maddy Bowen (Jennifer Connely) yang hendak membongkar jaringan ilegal perdagangan permata. Solomon, Archer, dan Bowen kemudian bekerja sama. Solomon tak peduli dengan berlian itu. Ia hanya ingin mencari istri dan Dia Vandy (Kagiso Kuypers), anaknya yang beranjak remaja, yang telah direkrut menjadi anggota RUF.

Lewat kisah Dia inilah Zwick memasukkan cerita Samura tentang pasukan-pasukan cilik RUF yang dikenal brutal. Anak-anak 10 tahunan itu ke mana-mana menenteng senjata otomatis, menyeberang perbatasan, dan menyerbu kota. RUF juga mencekoki anak-anak itu dengan obat-obatan agar mudah dijejali paham-paham revolusi.

Sayang, Zwick tak memberikan gambaran yang cukup tentang latar belakang konflik berdarah itu. Ia lebih memilih tetap bersetia pada kisah perburuan berlian yang justru terasa linier. Tapi dengan jitu pada akhir film Zwick memaparkan praktek busuk industri berlian yang selama ini bersembunyi pada citranya yang gemerlap. Ia hendak menunjukkan, setidaknya pada akhir 1990-an itu, industri ini dihidupi dari nyawa-nyawa yang melayang dengan murah, dari anak-anak yang merelakan tangannya dibuntungi di sepotong gelugu.

Yos Rizal Suriaji

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus