Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Obituari

Setelah arismanto menjadi gepeng

Arismanto, yang dikenal dengan nama gepeng, meninggal dunia. ia menderita sakit liver, maag & komplikasinya. namanya terkenal setelah ia bergabung dengan srimulat dan sempat jatuh dalam profesinya.

25 Juni 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"LA-ilaha-illallah, la-ilaha-illallah ...." Demikian seru Tessy, Subur, bersama sejumlah anggota Srimulat lain. Ini bukan adegan di panggung. Ini di rumah Gepeng, Jumat pekan barusan. Benar, Gepeng meninggal. Jasadnya sudah dalam peti jenazah. Jasad itu berpakaian beskap lengkap, seperti hendak mendalang. Jenazah ditemani tokoh-tokoh idolanya yang terbuat dari kulit: Petruk, Gareng, Bagong, dan Semar. Walau upacaranya secara Islam, pihak orangtuanya menginginkan Gepeng dikuburkan dalam pakaian Jawa lengkap. Ini, katanya, sebagai kebanggaan. Rumah duka penuh pelayat. Di sepanjang jalan, warga Solo berjajar seperti menonton karnaval lewat. Ratusan sepeda motor bergerak serentak, dari Kampung Gremet, Manahan, mengiringi mobil jenazah menuju permakaman Bonoloyo, Solo. Lepas sala Jumat, prosesi pemakaman Gepen diantarkan ribuan orang. Gepeng, sebuah merk dagang dari industri hiburan, meninggal Kami siang pekan lalu di Rumah Sakit Pant Waluyo. Ia kalah digerogoti liver maag, dan komplikasinya - penyaki yang gejalanya ia rasakan sejak lim. tahun lalu. Sekali-sekali kambuh. Dan menurut Kompas, Gepeng Maret silam sempat muntah darah di wastafel sehabis manggung di Padang. Dan itu terulang lagi usai Lebaran lalu. Bahwa ia sakit, Gepeng hanya jengah jika diingatkan istrinya, bahkan oleh dokternya. "Kalau saya masuk rumah sakit untuk diopname, jangan-jangan itu tandanya saya akan meninggalkan engkau dan anak-anak," kata Gepeng, seperti diceritakan Supiyah, istrinya. Lalu Supiyah memilih mengalah. Pada 11 Juni lalu, sehabis mengerahkan tenaga mendalang semalam suntuk di Desa Susukan, Ungaran aawa Tengah), Gepeng pulang ke rumah dalam kondisi lunglai. Akhirnya, ia terkapar di tempat tidur. Perutnya mengeras. Istri dan keempat anaknya, Kamis pagi itu, lantas bersepakat membawa Gepang ke rumah sakit. Siangnya, sekitar 50 menit lewat tengah hari, ia tinggal jasad. Biasa menenggak minuman berkadar alkohol tinggi, dan seiring dengan intensitas kerja yang tidak bisa direm, Gepeng tak bertahan lebih lama. Walau sedihnya tak tertutupi, Ki Anom Suroto, dalang tersohor di sana, dalam sambutan menjelang jenazah dibawa ke kubur, mengatakan, "Setiap ketemu Mas Gepeng, saya selalu mengingatkan, 'mbok jangan banyak minum, Mas'." Sejak belum terkenal, dan masih sebagai pemain ketoprak keliling, konon Gepeng sudah mengenal ciu (sejenis arak bikinan lokal). Agaknya, kendati terampil menghibur penontonnya dalam tiap pertunjukan, di luar panggung Gepeng seperti tak pernah berhasil mendapat hiburan untuk dirinya sendiri, kecuali di botor minuman. Aslinya ia bernama Arismanto. Anak pertama dari tiga bersaudara ini lahir pada 27 Agustus 1950 di Koplak Lor, Muntilan. Ayahnya, Karso Tjermo Tjarito, pengendang terkenal yang memiliki pukulan mantap, kabarnya sempat mendalang. Ibunya, Tami, anak R.M. Pusponegoro, seorang priayi dari Tempel. Arismanto tak sanggup meneruskan pendidikannya, setelah di SD Kanisius, Muntilan. Bukan melulu karena dana, tapi ia gandrung pada wayang kulit, tempat ayahnya terlibat. Sejak usia empat tahun ia terbiasa dengan karawitan. Dengan menggunakan wayang dari kardus, Gepeng sering meniru gaya Ki Djokokandar, dalang terkenal masa itu di wilayahnya. Setelah dewasa, ia mahir memainkan gender, kendang, gamelan, dan akhirnya mendalangnya juga. Arismanto merantau ke Jakarta. Ia rnenabuh gamelan pada grup Wayang Orang Panca Murti, yang kemudian menjadi Bharata dan berpangkalan di Senen. Sekitar enam bulan. Berangkat dari sini ia bergabung dengan rombongan ketoprak dan wayang orang Edi Budoyo, yang sedang main di Magelang. Saat itu orangtuanya menganggur. Dialah yang menanggung hidup orangtua dan adik-adiknya. Ia brpasangan melawak dengan Edi Ihldoyo (sebagai Bagong) yang populer dengan sebutan Edi Bagong. Sedangkan Arismanto (sebagai Petruk) perlu menambah nama yang ngepop. Ia pilih Freddy. Maka, pasangan itu menjadi Edi (gendut) dan Freddy (kerempeng). Tapi ketika memerankan AndeAnde Lumut, ia jatuh cinta beneran dengan pemeran Kleting Kuning, yaitu Supiyah. Penghayatan adegan di panggung itu lalu mereka teruskan ke pelaminan. Upacara pernikahan disokong berbagai pihak, terutama oleh bosnya sendiri: Edi Budoyo. Rezekinya membaik ketika dengan nama Gepeng pada 1978 ia masuk Srimulat. Ia mendadak masyhur gara-gara ungkapan dalam sebuah adegan, "Untung ada saya." Tapi kenapa Gepeng? "Karena saya dilahirkan oleh ibu saya. Kalau ayah yang melahirkan, tentu lain," jawabnya berkelakar. Tubuhnya yang tinggi kerempeng itu mengilhami istrinya menamainya dengan "Gepeng". Nama itu bahkan membawa rezeki. Badannya juga ikut menggemuk, lantas berkecukupan, punya mobil dan tanah. Tapi sehabis itu, Gepeng adalah sebuah perjalanan hidup yang menyeret beban. Ia malah pisah dan Srimulat (1986) dan bercerai dengan istri. Ia juga gagal memimpin Budaya Jati grup ketopraknya. Beberapa ke bidang tanah di Solo, mobil dan sebuah rumah, dilegonya lagi, untuk nombok kerugiannya. Akhir 1987 ia rujuk kembali dengar Srimulat, plus seatap lagi dengan Supiyah. Ia tinggal di rumah kontrakan. Mobil Lassel yang dikendarainya belum ia cicil dari Teguh, bos Srimulat. Di samping seperangkat gamelan dan pakaian ketoprak, Gepeng selebihnya meninggalkan warisan nama. Untung ada nama. Mohamad Cholid dan Kastoyo Ramelan (Solo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus