Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Baik bagi otak, baik juga bagi tubuh

Penelitian ilmiah di as membuktikan bahwa perbuatan baik berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh & mengurangi stres. buku "the healing brain" menawarkan alternatif lain untuk hidup sehat.

25 Juni 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SALAH satu pepatah Melayu berbunyi begini: "Berbuat baik berpada-pada, berbuat jahat jangan sekali." Maksudnya tentu, hindarilah kejahatan, tapi menolong orang lain, misalnya, juga jangan berlebihan. Pepatah ini seakan mengisyaratkan bahwa berbuat baik pun ada batas-batasnya. Tapi itu petuah lama, hasil pemikiran orang-orang tua zaman dahulu. Sekarang pun pepatah itu masih bergema. Namun, kini penelitian ilmiah di AS membuktikan bahwa perbuatan baik kendati menurut pepatah perlu dibatasi - ternyata berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh. Pokoknya, mereka yang selalu berupaya meringankan penderitaan orang lain, tubuhnya akan lebih kebal terhadap penyakit. Sekilas memang tak masuk akal. Ana hubunannva kegiatan sosial dengan kesehatan pribadi? Ternyata, hubungan itu ada. Bahwa kondisi fisik secara langsung ditentukan oleh kondisi mental spiritual - ini bukan hal yang baru bagi kaum rohaniwan - kini bisa dibuktikan. Kenyataan yang mengejutkan itu muncul ke permukaan beberapa bulan lalu, bersama terbitnya buku The Healing Brain (Otak yang Menyembuhkan) - ditulis Psikolog Robert Ornstein dan Dokter David Sobel. Buku yang memancing polemik karena pendapat-pendapatnya yang kontroversial itu telah memenangkan American Health Aard - penghargaan yang diberikan majalah kesehatan ternama American Health. "Fungsi otak yang utama bukan untuk berpikir," bunyi pengantar pada buku itu, "tapi untuk mengendalikan sistem kesehatan tubuh." Lebih jauh, Ornstein dan Sobel menjelaskan, vitalitas otak dalam menjaga kesehatan ternyata banyak bergantung pada frekuensi perbuatan baik. Menurut kedua pemikir itu, manusia adalah makhluk sosial, karena itu komunikasi dengan orang lain adalah sebuah aspek kerja otak yang tak bisa dihilangkan. Berbuat baik, yaitu keadaan paling intens dalam menjalin hubungan dengan orang lain, terbukti efektif dalam menjaga keseimbangan otak. Keadaan seimbang ini diperlukan untuk mengontrol kesehatan tubuh. Ornstein dan Sobel tak sembarangan berteori. Sejumlah hasil penelitian yang mereka kaji dalam The Healing Brain menawarkan bukti-bukti kuat. Misalnya pengamatan James House secara tidak langsung - seorang ahli epidemiologi University of Michigan AS - selama 10 tahun terhadap 2.700 pekerja sosial. Dari penelitian itu diketahui pekerja sosial mempunyai kondisi kesehatan lebih baik dari rata-rata, dan harapan hidup lebih tinggi. Dua ahli epidemiologi lain, Lisa Berkman dari Yale University dan Leonard Syme dari University of California meneliti 5.000 responden yang hidup soliter - tidak kawin, suka menyendiri, dan menghindari hubungan sosial. Observasi yang makan waktu 9 tahun itu menunjukkan bahwa pada mereka, persentase terserang penyakit berat dan kematian sangat tinggi. Jumlahnya dua setengah kali lebih banyak dari kelompok yang kawln dan tldak menjauhi pergaulan. Pandangan Ornstein dan Sobel tidak seluruhnya baru. Sekitar tahun 70-an, ketika stres ramai dipermasalahkan, Dr. Hans Seyle, dalam bukunya The Stress of Life, sudah menyinggung masalah itu. Altruisme - pola pikir yang mengutamakan kepentingan orang lain - menurut Seyle bisa melindungi tubuh dari stres berlebihan. "Berbuat baik pada orang lain bermanfaat untuk menjaga kesehatan kita sendiri," ujar Seyle, yang mengidentifikasi pola perbuatan baik itu dengan ungkapan paradoksal: "altruistik egoisme". Seyle, dalam bukunya, mengungkapkan bahwa perbuatan baik dan perasaan bahagia merangsang produksi morfin tubuh pada otak - senyawa endorphins. Menurut Seyle, morfin tubuh ini mempunyai hubungan erat dengan produksi antibodi dalam sistem kekebalan tubuh. Dalam percobaan dengan tikus - yang diberi obat naloxone pemblokir senyawa endorphins - Seyle menemukan dua aspek. Tikus itu tiba-tiba menghindari kontak dengan tikus lain, dan kesehatannya merosot. Sebuah penelitian di Harvard University berusaha lebih maju menerangkan pengaruh altruisme pada kesehatan. Ternyata, dengan berpikir altruistik saja, kondisi kesehatan sudah menunjukkan perubahan . Dalam percobaan itu Psikolog David McClelland meminta sejumlah responden menonton film tentang upaya pemenang Hadiah Nobel Ibu Theresa yang menolong kaum papa di Calcutta, India. Selama film diputar, kondisi kekebalan tubuh para mahasiswa dimonitor. Di situ terlihat kenaikan kadar Immunoglubulin A (Ig A) - salah satu jenis antibodi yang cukup berarti pada darah. "Dan ini terjadi sekalipun responden yang bersangkutan tidak tertarik pada film yang ditontonnya," tutur McClelland. Di tengah gegap gempita mempertahankan kebugaran jasmani, The Healing Brain, yang menawarkan alur baru, nampaknya cukup berpengaruh. "Altruisme mungkin sebuah jawaban tepat bagi krisis kesehatan yang kini berlangsung," ujar Dr. Jonas Salk Ilmuwan inl penemu metode baru vaksmas polio yang terkenal itu. Dr. Charles Spielberger, yang telah bertahun-tahun meneliti stres pada kepribadian Type A - pribadi dinamis, suka pada kompetisi dan kesibukan - bahkan mengambil prakasa untuk mengevaluasi kembali data-data yang sudah dikumpulkannya. Ia kemudian menyimpulkan, bukanlah kompetisi, kehidupan yang sibuk, dan kemauan yang keras pada kepribadlan Type A, yang membunuh penderita stres. Penyebab stres yang berujung pada kematian adalah ini: pikiran-pikiran busuk dan agresif dalam kompetisi, rasa iri, rasa marah dan denam akibat kalah bersaing. Amarah dan berang seperti ini berakar pada keinginan mempertahankan kepentingan diri sendiri - lawan dari altruisme. "Di sinilah kematian berawal," ujar Spielberger, "pada hati yang marah." Jim Supangkat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus