Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Sosok Heroik, 50 Tahun Silam

Diangkat dari kisah nyata, sutradara George Tillman menggarap cerita perjuangan seorang prajurit Afro-Amerika. Daya tarik film ini hanya ada pada pemainnya.

8 April 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Men of Honor
Sutradara :George Tillman Jr.
Skenario:Scott Marshall Smith
Pemain :Robert De Niro, Cuba Gooding Jr., Charlize Theron
Produksi :20th Century Fox
Di laut luas itu, terbentang sebuah masa depan. Carl Brashear (Cuba Gooding Jr.), pria Afro-Amerika, yakin betul dengan pilihannya untuk menjadi prajurit Angkatan Laut Amerika Serikat. Kata-kata ayahnya seolah mengendap di gendang kupingnya, "Janganlah kau meniru aku." Sang bapak memang cuma seorang petani miskin di Kentucky. Inilah satu-satunya jalan untuk mengangkat harkat keluarganya.

Tapi janji itu cuma fatamorgana di tengah laut. Seperti halnya orang kulit hitam lainnya, di atas kapal, Carl cuma berurusan dengan penggorengan dan minyak sayur. Nasib orang kulit hitam pada 1950-an memang kelam. Di AL, mereka hanya punya tiga pilihan: menjadi koki, jongos, atau, kalau tak tahan, silakan keluar dari pekerjaan itu.

Carl Brashear punya pilihan tambahan. Di siang yang terik tiba-tiba ia terjun ke laut bersama para prajurit kulit putih. Mereka sontak kaget. Sudah jadi ketetapan, hari itu adalah jatah para warga prajurit kulit putih untuk berenang. Tapi toh Brashear tak peduli. Prajurit kulit putih yang hendak menangkapnya tak kuasa mengejar Carl yang berkecipak cepat bak ikan hiu itu.

Kenekatannya itu tak lain merupakan upaya untuk mempertontonkan kehebatannya. Pintu masa depan pun mulai terkuak. Meski tetap bergumul dengan perabot dapur, dia diberi tugas tambahan untuk menyelamatkan prajurit bila terjadi sesuatu di laut. Selanjutnya, ehm, bisa ditebak: meski tidak mudah, karir Brashear mulai beringsut naik. Dan, beberapa tahun kemudian, dia diterima di sekolah khusus tim penyelam AL.

Men of Honor memang berkisah tentang perjuangan pria kulit hitam yang berjuang masuk menjadi tim penyelam di AL. Tokoh Carl Brashear sendiri bukanlah sosok rekaan. Brashear adalah seorang pria Afro-Amerika pertama yang berhasil masuk ke dalam tim penyelam AL di sana. Film garapan George Tillman Jr. (Soul Food) bermaksud menjadi semacam dokumentasi sebuah sejarah hitam bangsa Amerika yang diskriminatif, dengan menggunakan sepenggal cerita yang benar-benar terjadi di AL.

Alhasil, gambar yang meluncur lebih banyak mengurai diskriminasi rasial yang tiada henti. Tidak saja perlakuan teman-temannya yang menolak satu barak dengan warga Afro-Amerika, atasannya dan sistem yang berlaku seolah tak memberi kesempatan pada Brashear. Walaupun beberapa kali dia menunjukkan kehebatannya, termasuk menyelamatkan temannya, toh perlakuan itu tidak jadi lentur, bahkan semakin menjadi. Saat mengikuti ujian akhir—merakit peralatan di dasar laut—lagi-lagi dia diganjal. Dalam ujian itu, kantong yang berisi perkakas perakitan itu dirobek sehingga isinya berhamburan. Sukar dipercaya, selama sembilan jam, Brashear berhasil merakit peralatan itu di dasar laut.

Perlakuan diskriminatif ini makin pas dengan munculnya tokoh fiktif, instruktur Billy Sunday (Robert De Niro), sosok yang angkuh, keras, dan gemar mengirim teror. Tokoh Billy Sunday adalah simpul yang menghidupkan jalinan cerita menjadi menarik. Dengan bercangklong seperti Popeye, instruktur "edan" ini, yang pangkatnya tidak pernah naik—malah beberapa kali terkena demosi karena melawan atasannya—tetap memperlakukan Brashear secara diskriminatif. Sunday tetap memanggilnya "si tukang masak".

Heroisme Carl Brashear menjadi porsi yang paling mendominasi, sementara sisi manusiawinya agak tersingkirkan. Misalnya, bagaimana latar belakang Brashear ngotot menjadi pelaut dan piawai berenang, padahal dia sendiri dibesarkan dalam sebuah keluarga dan iklim pertanian. Hal lain yang juga penting, kisah asmara Carl Brashear dengan wanita pilihannya, Jo (Aunjanue Ellis), muncul sekilasan saja, padahal perihal emosi semacam ini memperlihatkan sisi manusiawi daripada heroisme belaka.

Pernikahan barangkali memang bukan soal penting bagi Brashear. Saat kakinya buntung karena tersambar jangkar, Brashear tetap ingin melanjutkan karirnya sebagai penyelam. Sekalipun anak-istrinya memelas, bagi Brashear menjadi penyelam adalah merupakan sebuah kebanggaan. Dengan penggambaran yang "super" seperti itu, sosok Carl Brashear menjadi sungguh heroik dan ambisius.

Kekuatan film ini justru terletak pada para pemainnya. Menyaksikan penampilan kedua pemenang Oscar, Cuba Gooding Jr. dan Robert De Niro, sungguh menyenangkan. Namun, sayangnya, kehadiran dua bintang top itu, dengan skenario yang kurang menggigit, terasa mubazir.

Irfan Budiman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus