Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Surat buat seorang sahabat

Penyusun : mochtar lubis. jakarta : sinar harapan, 1986. resensi oleh : deliar noer. (bk)

16 Agustus 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HATI NURANI MELAWAN KEZALIMAN (Surat-Surat Bung Hatta kepada Presiden Soekarno 1957-1965) Penyusun: Mochtar Lubis Penerbit: Sinar Harapan, Jakarta, 1986, 131 halaman KITAB yang terbagi tujuh bab ini, disertai pengantar penyusun (juga dari Oei Yong Tjioe, kawan dekat Hatta ketika menjabat wakil presiden), memuat delapan surat Hatta kepada Soekarno, dan tiga catatan Soekarno kepada Hatta, selama delapan tahun (1957-1965). Kedelapan surat Hatta itu mengemukakan pendapat, kritik, dan alternatif pemikiran tentang berbagai kebijaksanaan pemerintah maupun perkembangan yang dihadapi negara dan bangsa selama masa tersebut. Kitab ini mengungkapkan sebagian sejarah tanah air kita. Bab-babnya menguraikan perkembangan tahun demi tahun dalam periode 1957-1965 tersebut. Ia ditulis oleh seorang yang terlibat banyak dalam sejarah itu, seorang yang tahu banyak akan perkembangan, termasuk apa yang terjadi di balik peristiwa. Mochtar, umpamanya mendengar langsung dari Subandrio dan Chaerul Saleh mengenai maksud mereka mendekati Soekarno, dan ia juga meringkuk dalam tahanan Soekarno karena perlawanannya terhadap presiden tersebut. Dalam rangka ini Mochtar memilih pendekatan yang menampilkan urutan peristiwa daripada pendekatan analisa. Hal ini agaknya diharapkan mempermudah pembaca memahami isi dan suasana pada saat surat-surat tersebut ditulis, dan kemudian terserah mereka untuk mengambil kesimpulannya. Tetapi, justru itu menjadi kelemahan penyusunan buku ini. Dari kitab ini kita tidak tahu mengapa PKI condong ke Moskow (halaman 19), kemudian ke Peking (halaman 93) ? Mengapa sebenarnya Hatta berhenti sebagai wakil presiden (halaman 29) kecuali bahwa ia renggang dari Soekarno? Mengapa PSI, NU, PSII, IPKI, dan Parkindo menolak konsepsi Soekarno "dengan cara amat hati-hati" (halaman 31) tetapi kemudian menyokongnya dengan penuh? Mengapa "kita tidak dapat mengetahui. . . lagi" pembatalan (oleh Soekarno) perundingannya dengan Hatta untuk mencari penyelesaian pembangkangan PRRI terhadap pemerintah pusat (halaman 50)? Mengapa contoh penyerahan tokoh-tokoh Dewan Banteng pada 1961 terbatas pada Mayor Sofyan Ibrahim (halaman 66)? Siapa mayor tersebut? Dan, apa sebenarnya pandangan Sjahrir pada 1958 yang kemudian "kelihatan mulai menjadi kenyataan" (halaman 64)? Di samping itu, akan sangat memberi arti bagi pembaca dalam menilai Hatta bila dalam soal pampasan perang dari Jepang dan rencana pembangunan proyek Asahan (halaman 94), diungkapkan usaha Hatta (atas permintaan pemerintah) dalam mengadakan perundingan-perundingan dengan pihak Jepang pada 1957. Uraian Mochtar tentang hal yang sama kadang-kadang dilakukan berulang-ulang (halaman 33 dan 34). Bahkan di antaranya terdapat kekeliruan yang mencolok. Burhanuddin Harahap, misalnya dikatakan "terpaksa" mengembalikan mandat kabinetnya (halaman 24), padahal dasar pengembaliannya memang karena DPR baru terbentuk. Kiai Dahlan dikatakan pemimpin Masjumi (halaman 32), padahal ia NU. Ultimatum (menjelang pembentukan PRRI) di Padang dikatakan terjadi Februari 1957 (halaman 32), seharusnya Februari 1958. Djuanda dikatakan mengumumkan SOB, Maret 1957 (halaman 33), seharusnya Kabinet Ali Sastroamidjojo yang sudah demisioner. Natsir disebut satu-satunya tokoh yang tidak bersedia duduk dalam kabinet yang akan dibentuk oleh Soekarno (halaman 33), padahal ada beberapa orang lain lagi, termasuk Kasimo dari Katolik. A.H. Nasution disebut jenderal (halaman 36), tetapi segera pula menjadi kolonel pada halaman berikutnya. Surat-surat Hatta sendiri mengandung kritik, dan alternatif pemikiran: tentang perkembangan yang tidak menegakkan hukum (ada baiknya bila penyusun memberi arti plus royalistes que le roi dalam surat tersebut) tentang maksud Soekarno yang hendak secara langsung saja mengimbau kepada "minderen van het leger" untuk mengembalikan daerah-daerah yang bergolak (juga minderen van het leger ini perlu disertai arti) tentang devaluasi dan jalan keluar mengatasi kesulitan ekonomi tentang penangkapan sewenang-wenang terhadap berbagai pemimpin politik, tentang rencana konfederasi Malaya-Filipina-Indonesia yang berlawanan dengan politik bebas aktif tentang proyek Asahan tentang usaha menyehatkan keuangan. Sayang, surat-surat Hatta untuk Soekarno dari masa-masa tersebut ditulis dari Stockholm dan Roma (pada kesempatan Hatta berobat ke Eropa) tidak dimuat dalam kitab yang kita bicarakan ini. Kedua surat ini menunjukkan kehangatan hubungan pribadi, tetapi juga menguraikan pemikiran tentang pembangunan. "Catatan Akhir Kalam Penyusun" yang menampilkan lima macam manfaat dan pelajaran bagi kita, agaknya perlu ditambah. Pertama, bahwa membiarkan ketertutupan dan menantikan kesempatan belaka tidak efektif untuk menahan peluncuran perkembangan, jangankan untuk memperbaikinya. Kedua, memberi pendapat secara diam-diam (seperti yang dilakukan Hatta, dan ini berarti membiarkan ketertutupan walau menantikan kesempatan itu) bukan saja tidak efektif, melainkan juga memberi akibat yang sangat negatif bagi perkembangan bangsa dan negara. Kerugian dan penderitaan rakyat bertambah besar saja, yang sebenarnya bisa dihalangi bila dari semula apa yang disebut fair chance (oleh Hatta sendiri) tidak diberikan kepada Soekarno, karena tokoh yang disebut terakhir ini tidak akan mengakhiri secara fair kekurangan apalagi kegagalannya. Kalau sekiranya Hatta pada permulaan Demokrasi Terpimpin terjun langsung bersama rakyat menghadang Soekarno, barangkali Soekarno juga akan berpikir dua kali dalam bertindak lebih jauh. Namun, perlu juga disadari bahwa Hatta memang mempunyai gaya sendiri dalam beroposisi sejak ia tidak menjadi wakil presiden. Dalam gayanya ini pula terletak kebesarannya. Deliar Noer

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus