Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
The Politics of Piracy: Intellectual Property in Contemporary China Penulis: Andrew Mertha Penerbit: Singapore University Press, 2006, Singapura Tebal: xvii + 240 halaman
Awal Juli 1998 adalah masa yang sulit bagi Charlene Barshefsky, seorang diplomat Amerika, dari Kantor Perdagangan Amerika Serikat. Pulang dari tugasnya melakukan negosiasi dengan Cina, ia dihadang pihak bea cukai Amerika. Petugas menemukan 40 buah mainan Beanie Babies, yang ia beli di Beijing. Boneka-boneka itu ia beli untuk sejumlah anak tak mampu di Kota Alexandria, Virginia, tempat Barshefsky ikut dalam kegiatan sosial.
Masalah jadi besar karena mereka itu produk bajakan bikinan Cina, sementara Barshefsky sendiri salah satu negosiator utama pemerintah Amerika Serikat, khususnya yang menyangkut masalah hak kekayaan intelektual (HKI) dalam perundingan dagang dengan Cina. Ya, sangat ironis, juga sangat karikaturis.
Kisah nyata ini mengawali buku Andrew C. Mertha, buku yang menggambarkan pertarungan antara Amerika dan Cina, terutama dalam perundingan dagang, HKI. Mertha, asisten profesor Jurusan Ilmu Politik Universitas Washington, menunjukkan kerumitan, tarik-menarik kepentingan dua negara itu. Tesis utamanya: pemerintah Cina mendapat tekanan yang sangat keras dari pemerintah Amerika. Berbagai misi perdagangan Amerika datang ke Cina, aneka negosiasi dilangsungkan, untuk menekan pemerintah Cina. Tapi Cina tak mau menyerah begitu saja.
Garis argumen Mertha sama dengan Susan K. Sell, dalam buku Private Power, Public Law: The Globalization of Intellectual Property Rights (Cambridge University Press 2003). Sell mengatakan: masalah HKI tadinya hanyalah masalah dalam negeri Amerika yang lalu kemudian diinternasionalkan karena Amerika menyadari potensi perdagangan sektor ini. Apalagi hukum dagang di Amerika memperbolehkan pemberian sanksi kepada negara lain yang dianggap merugikan kepentingan dagang Amerika.
Ini pula yang telah ditunjukkan oleh Andrew Rosser tentang tinjauan ekonomi politik masalah HKI dalam konteks di Indonesia. Ilustrasi ini bisa memudahkan kita menangkap inti masalahnya. Sepanjang 1982-2002, Undang-Undang Hak Cipta telah diamendemen tiga kali. Tak ada undang-undang lain yang diamendemen secepat itu. Mengapa hal itu terjadi? Siapa yang memungkinkan proses itu terjadi?
Sangat jelas ini adalah kepentingan pemerintah Amerika untuk terus mengembangkan sayap dan ideologi rezim HKI-nya itu. Di Amerika Serikat, industri berbasis copyrights—sebagai salah satu cabang dari HKI—adalah salah satu pemberi devisa utama.
Namun dalam buku ini Mertha pun menunjukkan bahwa Cina punya resistensi khusus. Implementasi dan penegakan hukumnya yang tak selalu sejalan dengan perubahan di tingkat legislasi. Ia menuliskan pengalamannya di sebuah toko rekaman di Shanghai. Toko yang menjual baik CD, VCD, dan DVD asli (zhenban) maupun bajakan (daoban). Ruangan tempat menjual produk asli dikelilingi aneka poster dan slogan untuk menghormati HKI, sedangkan ruangan tetangganya, ruangan tempat produk bajakan, bersih sama sekali dari itu semua.
Problem penegakan hukum ini, menurut Mertha, sering luput dari perhatian para negosiator itu. Di Amerika, putusan peradilan punya kedudukan sama kuat dengan pasal undang-undang. Tapi kondisi di Cina tidak begitu. Hukum telah berubah, ancaman sanksi lebih keras, namun kondisi itu tidak tercermin di lapangan. Mertha ingin menunjukkan, sebesar apa pun tekanan yang dilakukan oleh pemerintah Amerika terhadap Cina, tak ada jaminan tentang efektivitasnya, sepanjang mereka berhadapan dengan lautan birokrasi yang tak mudah terselami.
Kasus penandatanganan kesepakatan antara perusahaan Microsoft dan pemerintah Indonesia bisa juga belajar dari kacamata yang dipergunakan dalam melihat masalah Cina di sini. ”Too much IP (intellectual property) will kill you,” mungkin itu gambaran yang pas untuk sedikit mengerem orang-orang yang sangat terlalu percaya pada rezim ini, baik di Amerika, di Cina, maupun di Indonesia.
Ignatius Haryanto, peneliti di LSPP, Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo