Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KARENA JIPFest atauJakarta International Photo Festival, Taman Langsat yang asri di Jakarta Selatan menjadi spot yang hangat oleh puluhan foto berukuran besar. Dalam sebidang cetakan foto, tampak seorang perempuan muda berdiri mematung di atas tembok bangunan, di antara beberapa antena penangkap sinyal. Di kejauhan, kepadatan bangunan-bangunan bercat putih terpampang. Kerudung hijau dan rok panjang membungkus kepala dan tubuh kurusnya, wajahnya agak menunduk. Tangan kanannya mantap memegang sebuah papan seluncur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam foto yang lain, ia tampak meliuk mengikuti gaya gravitasi ketika meluncur dengan papannya. Kedua tangannya menjaga keseimbangan tubuhnya yang condong ke kanan. Dalam foto yang lain lagi, tampak seseorang dengan rambut tergerai mencoba beraksi di antara dua pilar beton yang kokoh. Beberapa remaja perempuan berpakaian olahraga berwarna hitam tampak bersama seorang remaja perempuan. Mereka berdiri di bibir arena berlatih skateboard. Ada pula foto seorang gadis berkerudung dan berpakaian putih tampak memandang jauh ke kiri. Tangan kirinya memeluk papan seluncurnya. Foto-foto ini adalah karya Chantal Pinzi, fotografer lepas kelahiran Italia yang berdomisili di Berlin, Jerman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia memfokuskan obyek fotonya dalam sebuah proyek yang diberi judul Shred the Patriarchy yang berkisah tentang beberapa perempuan Maroko yang berlatih skateboard, mencoba melepaskan diri dari tekanan sosial. Masyarakat negeri itu belum menerima kegiatan olahraga yang dinilai maskulin dan tabu bagi perempuan. Ia memotret perlawanan segelintir perempuan yang melanggar aturan diskriminatif yang tak terucap itu. Sebuah perlawanan yang subtil dari sekelompok kecil perempuan Maroko dengan papan peluncur.
Contemporary Ichthyology karya Antonio Perez dalam helatan JIPPFEST 2022, di Taman Langsat, Jakarta, 23 September 2022. TEMPO/Jati Mahatmaji
Foto lain cukup unik. Belasan foto dalam ukuran besar menampilkan obyek yang tak biasa, berwujud aneka bentuk ikan tapi bukan seutuhnya ikan. Dalam karya berjudul Contemporary Ichthyology itu, Antonio Perez menyebar belasan gambar ikan yang ditancapkan di kolam teratai: tubuh ikan yang dibalut kertas biru, tubuh ikan yang dibelek berisi koran atau aneka plastik merek pembungkus yang kita kenal, ikan yang tubuhnya koyak-moyak hingga menyisakan kepala dan buntut saja.
Karya Perez yang lahir di perbatasan Eropa ini dengan sangat gamblang dan telak menyodorkan polusi di lautan sebagai penyebab sulitnya klasifikasi jenis ikan baru. Manusia bertanggung jawab atas penggunaan plastik yang masuk ke tubuh ikan. Mikroplastik telah ditemukan dalam tubuh ikan. Lembaran-lembaran plastik digambarkan dalam tubuhnya. Sebuah persoalan yang tak tertangani oleh manusia saat ini di berbagai belahan dunia.
Di Taman Langsat, hadir beragam persoalan yang menggugah, dari patriarki, lingkungan, situasi masyarakat urban, pertumbuhan atau peremajaan kota di Cina, situasi sebuah kota di Jepang seusai bencana gempa dan tsunami, potret kemiskinan di wilayah Kurdi dari sebuah keluarga, hingga polah anak-anak di antara riuh denyut Kota Depok di Jawa Barat. Pengunjung dengan berjalan kaki mengitari taman, menikmati segarnya udara di tengah rimbunnya pepohonan sambil melihat-lihat karya belasan fotografer dan mencerna isu yang disampaikan.
Karya-karya ini hanya sebagian foto yang dihadirkan dalam Jakarta International Photo Festival (JIPFest) yang diselenggarakan pada 9-25 September 2022 di kawasan Blok M. Sejumlah titik di Jakarta, seperti Taman Langsat, Kala Karya—bekas rumah dinas Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia—Blok M, Teater Bulungan, dan Soup N Film, menjadi galeri dadakan dan venue baru untuk aneka kegiatan fotografi. Tiga kurator festival, yakni Asep Topan, Ayos Purwoaji, dan Ng Swan Ti, menyeleksi ribuan foto karya lebih dari 50 fotografer dari sembilan negara.
Kala Karya bertransformasi menjadi galeri baru yang menyatu dengan beberapa kafe tempat nongkrong anak muda. Karya tiga fotografer muda menghiasi dinding-dindingnya. Salah satunya karya Riska Munawarah dari Aceh.
Karya foto Riska yang mengabadikan momen seorang perempuan Nasrani yang diduga melanggar qanun. Dok. Riska Munawarah
Bekas gincu dari bibir seorang perempuan tertinggal di sebuah cermin salah satu musala di Aceh. Bercak merah itu tampak masih basah merekah, seolah-olah baru saja ditinggalkan. Momen itu diabadikan Riska lewat lensa kameranya.
Riska menampilkan 12 potret kehidupan para perempuan Aceh yang hidup dengan tuntutan syariat Islam yang ketat. Pemenang sebuah kompetisi fotografi ini menggambarkan kehidupan perempuan di Aceh dengan aturan-aturan yang membatasi ruang berekspresi mereka. Dalam salah satu foto terdapat potret sesosok algojo penghukum cambuk lengkap dengan jubah dan penutup kepala hitam beraksen warna emas yang terlihat sengaja menakut-nakuti.
Dalam foto lain, Riska dengan sangat liris mengabadikan momen seorang perempuan Nasrani yang diduga melanggar qanun. Ia memotret dari kejauhan peristiwa di panggung penghukuman itu sehingga obyek fotonya agak samar, menonjolkan tetesan air hujan dari kameranya. Namun karyanya justru menjadi sangat berbicara.
Riska kerap mengedepankan perspektif personal, ketidaknyamanannya dalam situasi sekitar. Ada upaya perlawanan dari bidikan kameranya. Menariknya, foto-foto ini sebelumnya hanya diunggah di akun media sosialnya. Ng Swan Ti, salah satu kurator, menjelaskan bahwa tim kurator memantau karya fotografer muda seperti Riska dan Irene Berlian, yang menghadirkan isu kerusakan lingkungan di sepanjang daerah Pantai Utara Jawa dan dampaknya terhadap perempuan.
“Kesenangan Riska merespons kejadian sehari-hari menggunakan foto semula dianggap sebagai iseng,” ujar Ng Swan Ti. Kurator memantau dan meninjau karya fotografer dalam tiga tahun terakhir.
Karya lain yang dihadirkan di Kala Karya adalah foto-foto keluarga jadul. Atmosfer ruangan itu terasa begitu kental akan gaya rumah 1980-an. Selain menampilkan foto-foto lawas keluarga dan pembangunan, Arif Furqan menghadirkan arsip tentang “bersih diri” seorang pegawai lembaga perminyakan. Sebuah proses yang lazim dilakukan rezim Orde Baru untuk melihat riwayat seseorang dan keterkaitannya dengan peristiwa Gerakan 30 September pada 1965.
JIPFest 2022 juga menghadirkan karya Abriansyah Liberto berjudul Haze. Karya ini meraih penghargaan dari World Press Photo 2022 dalam kategori Long-Term Project untuk wilayah Asia Tenggara dan Oseania. Ia mengabadikan kesulitan para petugas pemadam kebakaran memadamkan api di tengah kepungan asap di hutan Sumatera Selatan. Karya itu dipamerkan dengan format narasi multimedia pada Sabtu, 10 September lalu, di Teater Bulungan dalam program Projection Night. Saat ini karya tersebut sedang dipamerkan dengan format aslinya dalam pameran World Press Photo 2022 di Erasmus Huis, Jakarta. Karya Abriansyah bisa disaksikan hingga 1 Oktober 2022.
PIKRI RAMADHAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo