Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kasus Salah Tangkap: 2 Pengamen Cipulir Dapat Ganti Rugi, 4 Gagal

Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan ganti rugi empat pengamen Cipulir atas kasus salah tangkap yang pernah mereka alami.

30 Juli 2019 | 18.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana sidang praperadilan tuntutan ganti rugi yang diajukan empat pengamen Cipulir korban salah tangkap di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 30 Juli 2019. Hakim tunggal memutuskan menolak gugatan karena dianggap telah kedaluwarsa. ADAM PRIREZA/TEMPO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan ganti rugi empat pengamen Cipulir atas kasus salah tangkap yang pernah mereka alami. Hakim tunggal Elfian menyebut gugatan tersebut telah kedaluwarsa sehingga harus ditolak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Hak menuntut ganti kerugian pada pemohon haruslah dinyatakan gugur karena telah kedaluwarsa dan permohonan para pemohon ditolak untuk seluruhnya,” ujar Elfian dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 30 Juli 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Elfian mengatakan, gugatan ganti rugi hanya dapat dilakukan paling lama tiga bulan terhitung sejak tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima. Dia mengutip Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015. 

Menurut Elfian, kuasa hukum para pengamen dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta telah menerima petikan putusan peninjauan kembali (PK) bernomor 131/PK/Pid.Sus/2015 dari Mahkamah Agung pada 11 Maret 2016 dan salinan putusan PK pada 25 Maret 2019. Sedang gugatan praperadilan ganti rugi diajukan oleh LBH pada 21 Juni 2019.

“Menimbang jika dihitung sejak tanggal penerimaan petikan putusan tersebut 11 Maret 2016 sampai tanggal permohonan ini diajukan oleh pemohon tanggal 21 Juni 2019 sudah melebihi 3 tahun berarti telah melebihi jangka waktu 3 bulan sebagaimana ditentukan pasal 7 Ayat (1) PP Nomor 92 Tahun 2015,” ucap Elfian.

Keempat pengamen Cipulir itu adalah Fatahillah, Arga alias Ucok, Fikri, serta Bagus Firdaus alias Pau. Bersama dua pengamen lain, Andro Supriyanto dan Nurdin Priyanto, mereka dituduh membunuh Dicky Maulana, pengamen yang ditemukan tewas di kolong Jembatan Cipulir, Jakarta Selatan, pada 30 Juni 2013.

Para pengamen tersebut menyatakan dipaksa polisi untuk mengaku sebagai pelaku pembunuhan. Bahkan, mereka dinyatakan bersalah dan divonis kurungan penjara dengan hukuman bervariasi. Namun, dalam putusan banding dan kasasi Mahkamah Agung pada 2016 mereka dibebaskan karena dinyatakan tak bersalah.

Dalam gugatannya, mereka menuntut ganti rugi kepada Polda Metro Jaya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, serta Kementerian Keuangan sebesar material sebesar Rp 662.400.000 untuk kerugian materiil dan kerugian imateriil Rp 88.500.000, serta merehabilitasi nama baik para pemohon di media massa nasional dan lokal.

Keempatnya mencoba mengikuti jejak Andro dan Nurdin yang telah lebih dulu mengajukan praperadilan pada 2016. Permohonan tersebut kemudian dikabulkan sebagian oleh pengadilan dengan meminta Polda Metro Jaya untuk memberikan ganti rugi senilai Rp 72 juta. Uang diterima pada 2018.

Dalam dakwaan pembunuhan bagi kawanan pengamen Cipulir itu, berkas perkara Andro dan Nurdin memang terpisah dari Fatahillah dkk. Saat itu Fatahillah dkk masih tergolong anak sehingga proses hukum dan peradilan dipercepat.  

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus