Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengusiran warga Kampung Susun Bayam di Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa, 21 Mei 2024, mendapat respons The Indonesian Institute. Respons itu muncul setelah kabar pengusiran itu beredar di media sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti bidang hukum the Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Christina Clarissa Intania mengatakan jagad media sosial dihebohkan dengan kabar penggusuran paksa warga Kampung Susun Bayam oleh aparat keamanan dalam waktu hanya 30 menit dan menahan salah satu warga. "Penggusuran paksa berujung ricuh dan menghasilkan korban luka-luka," kata Christina, dalam keterangan tertulis, Rabu, 22 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Christina, kericuhan dan kekerasan aparat tidak dapat diterima dalam upaya penyingkiran warga Kampung Susun Bayam. "Apalagi jika diklaim ternyata sudah ada kesepakatan," kata dia. Dia menjelaskan, kesepakatan lewat mediasi yang difasilitasi antara warga dan PT Jakarta Propertindo sudah diraih.
Menurut dia, kesepakatan pemindahan pun sebelumnya diklaim sudah dilaksanakan dan pemberian ganti rugi sudah diberikan. "Jika sudah ada kesepakatan antara warga dan pihak terkait, maka seharusya pemindahan seluruh warga, baik yang sudah pindah maupun yang tersisa, bisa dilakukan tanpa kekerasan,” ujar Christina.
Dia menjelaskan, jika terjadi penolakan oleh warga yang belum bisa pindah, pendekatan secara persuasif melalui musyawarah perlu dikedepankan. "Dibandingkan metode pengusiran paksa yang berujung pada kekerasan," katanya.
Dia menjelaskan, kekerasan harus dihindari sebaik mungkin. Tetap melindungi hak hidup sejahtera dan bertempat tinggal yang melekat pada warga. "Sebagaimana dilindungi dalam konstitusi kita," ujar dia.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu memberikan solusi kejelasan hak tinggal warga di luar 123 kepala keluarga yang memiliki hak menempati Kampung Susun Bayam. "Solusi untuk warga yang hak tinggalnya belum jelas harus diutamakan dalam kasus ini," ucap Christina.