Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=arial size=1 color=brown><B>Pasokan Listrik</B></font><BR />Berebut Kue di Asahan

PLN kesulitan membangun pembangkit listrik di Sumatera Utara. Terperangkap kepentingan Cina versus Jepang?

24 Mei 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELEMBAR kain ulos dikalungkan kepada Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara Dahlan Iskan dan lima anggota direksi lainnya. Diiringi tarian tor-tor dan alunan musik gondang Batak, seratusan penduduk Desa Tangga, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, menyambut kedatangan tetamunya itu. Jumat pagi dua pekan lalu, mereka datang menjelaskan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Asahan III.

Beberapa perwakilan warga melakukan mangulosi, ritual memberikan hadiah kepada orang yang dihormati. Delapan warga Kabupaten Asahan dan Kabupaten Toba Samosir secara bergantian membacakan aspirasi yang ditulis pada secarik kertas dalam map lusuh. ”Kami mendukung proyek Asahan ini,” ujar Willem Panjaitan, warga Desa Tangga.

Sampai kini, pembangunan pembangkit listrik itu berjalan di tempat karena belum memperoleh izin dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Restu dari Gubernur Syamsul Arifin belum dikantongi lantaran pemerintah daerah telanjur menerbitkan izin untuk PT Bajra Daya Swarna Utama. Izin kepada Bajra sudah diberikan semasa pemerintahan Gubernur Rudolf M. Pardede, pendahulu Syamsul. ”Saya bisa dituntut jika begitu saja mencoret Bajra,” ujar Syamsul kepada Tempo akhir pekan lalu.

Enam belas tahun silam, pemerintah daerah sudah memberikan lampu hijau kepada PLN untuk membangun pembangkit listrik baru. Tapi perusahaan pelat merah itu tak kunjung merealisasi rencananya. Padahal masyarakat di Tanah Asahan dan Tanah Toba sangat mendambakan aliran listrik. Akibatnya, Gubernur Rudolf mengeluarkan izin kepada Bajra. ”Izin prinsipnya dikeluarkan pada Maret-April 2008,” kata Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Rustam Effendi Nainggolan.

l l l

Proyek Asahan digagas sejak 1980. Studi kelayakan yang dilakukan pabrik setrum milik negara menunjukkan ada potensi listrik 1.000 megawatt di sepanjang Sungai Asahan, yang banyak air terjunnya. Pada 1982, dibangunlah pembangkit listrik Asahan I berkapasitas 180 megawatt oleh PT Bajra Daya Sentra Nusa. Perusahaan ini menggandeng China Huadian Corp.

Tiga tahun berikutnya, proyek Asahan II dibangun oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), perusahaan patungan antara pemerintah Indonesia dan Nippon Asahan Aluminium Co. Ltd. Ada dua pembangkit listrik di Asahan II, yakni Siguragura (203 megawatt) dan Tangga (223 megawatt). Kontrak Inalum akan berakhir pada 2013.

Pada Juli 1994, PLN berniat membangun dua unit pembangkit listrik dengan kapasitas masing-masing 87 megawatt di proyek Asahan III. Studi analisis dampak lingkungan sudah rampung pada 2004. Dokumen lelangnya selesai dua tahun berikutnya. PLN meminta izin lokasi kepada Gubernur Rizal Nurdin.

Rupanya, bibit-bibit sengkarut sudah muncul saat itu. Pada 2006, Rudolf—menggantikan Rizal Nurdin, yang tewas dalam kecelakaan pesawat Mandala di Medan—malah memberikan izin lokasi kepada PT Mega Power Mandiri, perusahaan milik Grup Bukaka. Saling klaim pemerintah pusat dan PLN versus Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Grup Bukaka tak terhindarkan.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memberikan izin dengan dasar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengundang investor. Masalahnya, pada 2004, Mahkamah Konstitusi telah menganulir regulasi itu, sehingga dasar hukum pemberian izin prinsip oleh pemerintah daerah menjadi lemah. Akhirnya, Bukaka mundur dari Asahan III dan menyerahkan proyek kepada PLN.

Mundurnya Bukaka tak menyelesaikan masalah. Rudolf justru mengeluarkan izin kepada Bajra Daya Swarna Utama pada 2008. Izin ini berlaku tiga tahun. Tapi PLN berkukuh ingin membangun pembangkit listrik tersebut. Menurut Dahlan, pembangunan pembangkit Asahan III sangat mendesak. Bila ditunda-tunda lagi, akan terjadi defisit listrik di Sumatera Utara pada 2013. ”Jadi harus mulai dibangun tahun ini,” ujarnya. Ia menyatakan pembangkit listrik Asahan III dijadwalkan beroperasi pada 2014.

Menurut Direktur Perencanaan dan Teknologi PLN Nasri Sebayang, pembangkit Asahan III menjadi salah satu pembangkit yang akan memberikan kontribusi besar kepada sistem ketenagalistrikan Sumatera Utara. Saat ini kapasitas terpasangnya mencapai 4.038 megawatt. Padahal beban puncak di seantero Pulau Sumatera 3.740 megawatt. Khusus di Sumatera Utara, kapasitas pembangkit listrik mencapai 1.300 megawatt, sedangkan beban puncaknya bisa sampai 1.200 megawatt.

Walhasil, cadangan daya tidak akan mampu menutupi kekurangan pasokan listrik. Pemadaman akan sulit dihindari jika salah satu pembangkit utama sedang dalam pemeliharaan. ”Sistem ketenagalistrikan mestinya menyimpan cadangan 35 persen,” katanya.

Sumber Tempo membisikkan, kisruh dalam pembangunan pembangkit Asahan III tak lepas dari tarik-menarik dua kepentingan. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Bajra Daya Swarna berencana menggandeng investor dan kontraktor dari Cina. Sebaliknya, PLN condong menggandeng kontraktor dari Jepang seiring dengan adanya pembiayaan awal dari Japan International Cooperation Agency (JICA) senilai US$ 250 juta atau sekitar Rp 2,4 triliun. ”Ini masalah pembagian kue saja,” ujarnya.

Masalahnya, kata sang sumber, kepentingan Negeri Tirai Bambu dan Negeri Sakura sulit disatukan. Dengan pembiayaan dari Cina, otomatis bahan baku hingga tenaga ahlinya akan berasal dari negara itu. Begitu pula sebaliknya.

Nasri menampik sinyalemen itu. Pembiayaan dari JICA berupa pinjaman lunak dalam skema pemerintah ke pemerintah (G to G). Masa pengembaliannya 40 tahun dan tingkat bunga rendah, 0,75 persen per tahun. Tak ada kesepakatan bahwa PLN harus menggunakan tenaga kerja, mesin, dan kontraktor dari Jepang. ”Justru pinjaman dari Cina yang mensyaratkan itu,” kata Nasri. ”Malah ada yang meminta, peserta lelang mesti perusahaan dari Cina juga.”

PLN lebih senang membangun pembangkit listrik sendiri ketimbang membeli listrik dari swasta, yang dikenal dengan independent power producer atau IPP. ”Membangun sendiri lebih efisien,” kata Nasri. Ia menghitung, pembangunan pembangkit listrik Asahan III bisa menghemat pemakaian bahan bakar minyak hingga Rp 2,5 triliun. ”Kalau dibangun swasta, nanti PLN mesti beli dari mereka dan harga jualnya pasti jadi lebih tinggi.”

Kisruh ini mendorong Direktur Jenderal Listrik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral J. Purwono ikut buka suara. Dia mengungkapkan, rapat kabinet terbatas pada 8 Januari lalu telah membahas proyek pembangkit listrik Asahan III. Selain beberapa menteri, Dahlan Iskan dan Syamsul Arifin hadir dalam rapat ini. ”Di situ pemerintah menugasi PLN membangun Asahan III,” katanya.

Pertimbangannya, PLN telah mendapat dana dari lembaga donor Jepang. Keseluruhan proyek juga sudah masuk rencana umum pembangunan tenaga listrik. Dalam rapat itu pula Syamsul ditugasi segera menerbitkan izin lokasi proyek. ”Seharusnya, kalau sudah ada keputusan di rapat kabinet, tidak ada masalah lagi,” ujar Purwono.

PLN kini menyiapkan dua skema kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sebagai jalan tengah. Skema pertama, PLN bersama perusahaan daerah Sumatera Utara membuat perusahaan patungan. PLN akan menjadi pemegang saham mayoritas, 85-90 persen, dan sisanya perusahaan daerah. Perusahaan daerah menyetor modal minimal Rp 20 miliar. ”Risikonya, JICA bisa membatalkan pinjaman jika status pinjaman berubah,” ujar sumber Tempo tadi. Skema kedua, PLN dan perusahaan daerah membentuk perusahaan patungan, tapi perusahaan daerah tidak dibebani penyetoran modal.

Gubernur Syamsul tak menampik jalan tengah itu. ”Tapi belum tercapai kesepakatan,” ujarnya. Yang terang, Sumatera Utara siap berembuk dengan PLN. Seandainya nanti izin keluar, kata dia, harus ada jaminan dari PLN bahwa pasokan listrik Asahan III itu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Tanah Batak. Dia tak ingin kejadian Asahan II terulang. Pembangkit listrik Inalum itu dinilainya hanya memasok kebutuhan listrik pabrik.

Nieke Indrietta, Sorta Tobing (Jakarta), Soetana Monang Hasibuan (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus