Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IA berada dalam pusaran tatkala kebobrokan Bank CIC Internasional mulai tersingkap. Namanya disebut-sebut pada saat Panitia Khusus Hak Angket Bank Century memanggil bekas Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan, bekas Direktur Pengawasan BI Sabar Anton Tarihoran, dan Robert Tantular pada pertengahan Januari lalu. Dialah Herjanto Lutanto, auditor yang tujuh tahun terlibat audit laporan keuangan Bank CIC hingga bersalin rupa menjadi Century.
”Ia punya kedekatan khusus dengan Robert Tantular,” kata Rafat Ali Rizvi, saat ditemui Tempo beberapa waktu lalu. Itu sebabnya, kata salah satu pemegang saham Bank Century yang kini buron itu, Herjanto berkali-kali mendapatkan order dari manajemen Bank CIC maupun Century untuk mengaudit laporan keuangan bank tersebut. Menurut Rafat, Herjanto punya peran penting memberikan segala informasi audit CIC ke Bank Indonesia.
Salah satunya pada saat tim on-site supervisory presence (OSP) atau pengawas lapangan Bank CIC dari Bank Indonesia mempersoalkan dua credit link notes (CLN-ROI) fiktif yang diserahkan Chinkara Capital Ltd. kepada Bank CIC. CLN-ROI masing-masing bernilai US$ 25 juta itu bodong karena Mizuho International Plc. dan Bayerische Hypo und Vereinsbank tidak pernah menerbitkan surat berharga tersebut. Anehnya, ia berkukuh CLN-ROI yang dimiliki Bank CIC tidak fiktif dan masih dalam proses.
Ketika bekerja sebagai partner di kantor akuntan publik Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM), misalnya, ia terlibat audit laporan keuangan Bank CIC untuk tahun buku 1999-2001. Pada masa itu CIC sudah punya segudang masalah. Bank ini sempat dikenai status cease and desist order (perintah kepada bank melakukan kegiatan usaha tertentu dan tidak boleh melakukan kegiatan usaha tertentu) pada April-Agustus 2001 karena menempatkan dana dalam surat berharga di Abacus Capital, Singapura.
Dari Hans Tuanakotta dan Mustofa, Herjanto kemudian menjadi partner di kantor akuntan publik Dedy Muliadi dan Rekan—anggota Moore Stephens International Ltd. dari Inggris. Entah kebetulan entah tidak, Herjanto kembali terlibat audit laporan keuangan CIC pada 2002. ”Ternyata auditornya dia lagi, dia lagi,” kata sumber Tempo di Bank Indonesia.
Pembatasan masa pemberian jasa audit memang baru diatur lewat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 359/KMK.06/2003. Dalam keputusan itu disebutkan, kantor akuntan publik yang telah memberikan jasa audit lima tahun buku berturut-turut atau lebih saat keputusan itu berlaku hanya bisa melakukan audit sampai tahun buku 2003. Sedangkan akuntan publik yang telah memberikan jasa audit untuk tiga tahun buku berturut-turut atau lebih cuma dapat melaksanakan audit sampai tahun buku 2003. Artinya, setelah itu tidak boleh lagi.
Namun seorang auditor yang bekerja di kantor akuntan ternama mengatakan, nyatanya Herjanto masih terlibat dalam urusan audit CIC—yang kemudian berubah menjadi Century setelah merger. Hal itu dimungkinkan karena Dedy Muliadi dan Rekan masih menjadi auditor Century hingga 2005. Herjanto membantah. Ia mengaku hanya sebagai partner in-charge sekaligus manajer di situ. ”Saya bukan akuntan publiknya,” kata Herjanto.
Sumber tadi menambahkan, meski namanya tak pernah muncul sebagai akuntan yang menandatangani laporan audit, Herjantolah yang bertanggung jawab bila terjadi apa-apa. Sebab, partner in-charge yang diberi surat penugasan oleh kantor akuntan publik. ”Ia mempunyai kontrol penuh terhadap hasil audit,” katanya. Bila terjadi apa-apa, ia harus bertanggung jawab karena memegang surat penugasan, bukan akuntan yang menorehkan tanda tangan di laporan audit.
Herjanto, kata sumber Tempo di Bank Indonesia, juga punya akses di bank sentral. ”Ia terlihat mondar-mandir di Kebon Sirih (kantor Bank Indonesia),” kata sumber itu. Dia juga disebut-sebut dekat dengan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan. ”Keduanya mendirikan kantor konsultan,” kata Rafat.
Kedekatan Herjanto dengan Robert masih terlihat ketika Century menghadapi masalah pada 2008. Menurut Rafat, ia punya peran penting saat Sinar Mas berikhtiar mengakuisisi Bank Century pada November 2008. Herjanto mengakui perannya dalam menghubungkan Sinar Mas dengan manajemen Century. ”Tapi peran saya hanya sebatas memediasi keduanya,” kata dia. Kebetulan Hermanus Hasan Muslim, Direktur Utama Century ketika itu, bekas orang Sinar Mas.
Herjanto mengelak bila disebut salah satu kepercayaan Robert. ”Mereka melihat keahlian saya karena dari dulu berkecimpung di audit perbankan, dan latar belakang saya auditor perbankan,” kata dia. Saat masih di Amerika Serikat, ia juga bekerja sebagai auditor perbankan. Ia mengaku juga pernah mengaudit bank pemerintah pada masa krisis 1997-1998. ”Kepercayaan itu datang bukan hanya dari CIC atau Century, tapi juga dari klien-klien lain.”
Dia mengaku justru sering kena getah gara-gara persoalan CIC. ”Setiap datang ke Bank Indonesia saya diomelin,” katanya. Pemegang saham CIC juga kerap tidak sreg dengan opini audit yang ia lansir. ”Karena beberapa surat berharga ada yang saya macetkan,” kata Herjanto, yang kini menjadi partner di kantor akuntan publik Mulyamin Sensi Suryanto. Ia juga duduk sebagai Co-Chairman Moore Stephens Asia Pasific Ltd. dan menjadi alternate director Komite Kebijakan Internasional Moore Stephens.
Kepada Hendrawan Supratikno, anggota Panitia Khusus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Aulia Pohan mengaku tak kenal dengan Herjanto. Aulia tak mau menjawab ketika hal ini ditanyakan kembali oleh Tempo. Herjanto juga mengaku hanya sekali bertemu dengan Aulia. Bagaimanapun, Herjanto telah menjadi kawan seiring Century selama tujuh tahun.
Yandhrie Arvian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo