Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AKHIR pekan kabar mengejutkan diterima Sri Gayatri, nasabah Bank Century, pada 28 November, lebih dari setahun lalu. Koleganya memberitahukan beberapa deposito di bank tersebut tak bisa dicairkan. Panik, wanita 57 tahun ini segera menelepon Lila Komaladewi Gondokusumo, Koordinator Wilayah V Bank Century Surabaya-Bali, dan Mimin Aminah, mantan Kepala Cabang Century di Jalan Kertajaya, Surabaya.
Dua pejabat bank itu menjelaskan deposito milik Gayatri senilai Rp 68 miliar aman karena telah dialihkan ke produk reksa dana yang dijual PT Antaboga Delta Sekuritas. Lila menjamin bunga reksa dana itu lebih tinggi daripada deposito biasa dan tak dikenai pajak. Lila meminta Gayatri tenang karena pemilik Antaboga juga pemilik Century. ”Mereka ngomong-nya deposito, bukan produk investasi,” kata Gayatri menceritakan kisahnya kepada Tempo di Surabaya pekan lalu.
Persentuhan Gayatri dengan Century bermula pada 2005. Sebelumnya, ia nasabah Bank Panin. Tawaran bunga tinggi mendorongnya memindahkan dana ke bank milik tiga serangkai Robert Tantular, Rafat Ali Rizvi, dan Hesham al-Waraq ini. Layanan memuaskan juga membuat Gayatri betah menyimpan duit di Century. Lila, Mimin, dan Gantoro, Kepala Cabang Century di Surabaya, sering sowan ke rumah Gayatri untuk mengurus rekeningnya. ”Mereka ramah, saya dibilang mirip penyanyi Connie Constantia,” kata Gayatri.
Suatu saat, Gayatri dan juga nasabah lain ditawari produk reksa dana dan discretionary fund. Iming-imingnya sangat menarik. Tak dikenai pajak, bunganya pun tinggi, 9-13 persen per tahun, lebih aduhai dibanding bunga deposito biasa, 6-7 persen. Tapi nasib berkata lain. Bujuk rayu itu berbuntut tekor. Gayatri sampai sekarang tak bisa mencairkan dananya.
Nasib apes juga menimpa Adjie Chandra alias Go Djien Tjwan, nasabah Century di Solo, Jawa Tengah. Atas rayuan staf pemasaran Century, pada 2007, pengurus Yayasan Pendidikan Tripusaka ini memindahkan deposito Rp 5 miliar ke reksa dana Antaboga. Adjie mau mengalihkan dana arisan milik perkumpulan masyarakat keturunan Tionghoa di Surakarta ini karena bunganya 13 persen, dua kali lipat bunga deposito biasa sebesar 6,5 persen.
Para pegawai Century menyebut reksa dana itu deposito terproteksi tak kena pajak. ”Mereka bilang bank dan pemerintah menjamin dana nasabah.” Tiga perempat dana yayasan itu dapat diselamatkan. Sisanya, Rp 1,25 miliar, terperangkap dalam produk Antaboga.
Boedi Sampoerna, nasabah kakap Century, juga terjerat bujukan para pejabat Century untuk memindahkan deposito Rp 300-an miliar ke discretionary fund Antaboga. Mantan Komisaris Utama PT HM Sampoerna Tbk. itu sempat memindahkan lagi sebagian dananya ke deposito biasa pada awal Oktober 2008.
Tapi sisanya, Rp 116 miliar, masih tersangkut dalam produk canggih Antaboga itu. Boedi mengaku sial dan menyesal karena menempatkan dana di produk itu. ”Saya ini pengusaha dan pedagang. Pengetahuan saya soal produk keuangan sangat minim,” katanya lewat surat elektronik yang disampaikan kuasa hukumnya, Eman Achmad Sulaeman, kepada Tempo belum lama ini.
Gayatri, Adjie, dan Boedi hanyalah tiga dari 1.160 orang nasabah Century di seluruh Indonesia, dari Sumatera, Jawa, Sulawesi, hingga Bali, yang duitnya nyangkut di produk Antaboga. Total jenderal dana tersedot mencapai Rp 1,44 triliun. Ada dugaan penggelapan dalam kasus Antaboga ini.
Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI telah menetapkan Robert Tantular, pemegang saham Antaboga, sebagai tersangka. Dua pekan lalu, Panitia Khusus Hak Angket Bank Century memeriksa Robert. Minggu lalu, giliran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Fuad Rahmany dicecar Panitia Khusus soal kasus Antaboga ini.
Patgulipat terungkap saat Antaboga tak bisa lagi mengembalikan dana nasabah Century pada November 2008. Lantas Bapepam menginvestigasinya. Telunjuk mengarah ke Robert, Anton Tantular, dan Hartawan Aluwi. Trio ini diduga kuat secara terstruktur mengambil uang nasabah Century. ”Mereka menggunakan Antaboga sebagai vehicle (wahana usaha) menggangsir uang nasabah Century,” kata Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan Bapepam Sardjito di Jakarta pekan lalu.
Peran Robert, Anton, dan Hartawan bisa diungkap lantaran ada kesamaan pemegang saham Century dengan Antaboga. Antaboga Delta Sekuritas memiliki 7,49 persen saham Century. Robert dan Hartawan melalui PT Aditya Rekautama masing-masing menguasai 10,5 persen dan 42,13 persen saham Antaboga. Artinya, mereka pemegang saham Century sekaligus Antaboga. Berdasarkan penyidikan Bapepam, ada bukti keduanya mencampuri operasionalisasi manajemen Antaboga meski statusnya pemegang saham (lihat ”Hukumannya Terlalu Ringan”).
Upaya pengambilan dana nasabah Century dilakukan sejak 2002. Saat itu, pegawai bank menawarkan produk investasi dana tetap dan investasi dana tetap terproteksi di cabang-cabang Century di seluruh Indonesia. Produk berjangka 1 bulan berbunga 9 persen per tahun, dan untuk yang berjangka 3 bulan bunganya 10 persen per tahun. Lalu dana nasabah Century sebesar Rp 103 miliar oleh pegawai bank ditransfer ke rekening Antaboga bernomor 1022.0000.217573003 di Century.
Dana nasabah, kata Sardjito, seharusnya dipakai buat membeli unit penyertaan reksa dana. Tapi hanya sebagian kecil yang dipakai untuk membeli efek pasar modal. Sebagian besar dana nasabah Century malah ditarik melalui giro kosong tanpa tanggal, tanpa nama, tanpa nominal, dan tanpa kegunaan ke rekening Robert, Anton, dan Hartawan, dan sebagian untuk main valuta asing. Tapi saat itu belum ada uang nasabah yang hilang.
Belakangan modusnya berubah. Pada Desember 2007, manajemen Century menawarkan discretionary fund di se-mua cabang bank itu. Bunganya 13 persen per tahun untuk tenor 3 bulan, dan 14 persen per tahun untuk jangka waktu 6 bulan. Dana nasabah ditransfer ke dua rekening Antaboga, 1022.0000.272272004 dan 1022.0000.397636005, di Century. Alih-alih diinvestasikan ke saham atau surat utang negara, dana nasabah Century justru diambil Robert, Anton, dan Hartawan memakai giro atau cek. Dana lainnya dipindahbukukan lewat real time gross settlement ke beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Robert.
Menurut Sardjito, aksi penggangsiran dana nasabah Century lewat Antaboga dilakukan Robert dan kawan-kawan dari lantai 21 gedung Sentral Senayan, Jakarta, tempat Century berkantor. Banyak pegawai tidak tahu ada ruangan khusus di lantai itu. ”Hanya satu-dua orang dari manajemen Antaboga yang tahu secret operation ini. Mereka wayangnya Robert,” ujarnya.
Tempo sempat menyambangi lantai ini. Keluar dari lift, belok ke kanan, ada sebuah ruang kantor. Tapi ruangan berpintu kaca ini sepi dan tertutup rapat. Dari luar tampak satu meja resepsionis dan tulisan huruf Cina di dinding kayu berwarna krem. ”Dulu Robert sering ada di situ,” bisik seorang pejabat Century.
Pengambilan dana nasabah Century berlangsung terus sampai November 2008. Nasabah, menurut Fuad Rahmany, telah menikmati bunga pengembalian berkat kelihaian Robert memutar dana mirip skema ponzi—dana nasabah baru digunakan untuk membayar nasabah lama. Aksi itu baru terbongkar setelah Antaboga tak bisa membayar bunga dan mengembalikan dana nasabah senilai Rp 1,44 triliun.
Rupanya, selama hampir setahun, nasabah Century tak sadar telah ditipu. Nasabah merasa produk itu discretionary fund Antaboga. Setelah dicek, ternyata palsu. Di Bapepam, kata Fuad, tak ada produk discretionary fund. ”Discretionary fund istilah untuk kontrak pengelolaan dana, bukan produk,” ujarnya. Nasabah hanya mendapatkan bukti konfirmasi kiwir-kiwir, tanpa ada bukti tanda tangan nasabah dan pejabat Antaboga.
Direktur PT Danareksa (Persero) Muhammad Hanif menjelaskan, discretionary fund merupakan kontrak bilateral antara manajer investasi dan investor, atau bisa berupa kontrak antara manajer investasi dan sejumlah investor terbatas. Manajer investasi diberi hak penuh mengelola dana (discretion) sesuai dengan kebijakan investasi yang disepakati bersama.
Dalam bukti fisik kepemilikan investasi, kata dia, ada tanda tangan investor dan manajer investasi. Adapun dalam kontrak investasi kolektif reksa dana, ada tanda tangan manajer investasi dan bank kustodian. ”Dalam kasus Century dan Bank Global, nasabah terkelabui oleh istilah-istilah itu,” ujarnya.
Kini nasabah Century korban Antaboga masih gigit jari. Tuntutan kepada manajemen Century—kini Bank Mutiara—agar mengembalikan dana membentur tembok. ”Discretionary fund dikeluarkan oleh Antaboga. Dananya mengalir ke perusahaan itu, tidak masuk ke Century,” kata kuasa hukum Bank Mutiara, Tito Hananto, kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.
Bank Mutiara berharap polisi dan lembaga antipencucian uang melacak aset-aset Antaboga. Aset-aset itu bisa untuk membayar ganti rugi ke nasabah korban Antaboga. Bank Mutiara juga berharap Bapepam mempailitkan Antaboga. Dananya disita dan diberikan kepada para nasabah.
Direktur II Badan Reserse Kriminal Komisaris Besar Raja Erisman mengatakan kepolisian telah menetapkan Robert sebagai tersangka kasus Antaboga. Polisi juga masih memburu calon tersangka lain. Saat ini, kata dia, berkas penyidikannya hampir rampung.
Di hadapan Panitia Khusus Hak Angket Bank Century, Robert berkelit soal Antaboga. ”Saya sedih,” ujarnya. Antaboga, kata dia, yang harus bertanggung jawab, bukan dirinya. Bambang Hartono, kuasa hukum Robert, menambahkan, Robert bukan pengurus dan pemegang saham serta tidak mencampuri urusan manajemen Antaboga. Dalam penjualan produk Antaboga di Century, katanya, juga tidak ada hasil yang dinikmati Robert. ”Tidak ada bukti dia menggelapkan dana Antaboga,” ujarnya. Bambang yakin kasus Robert di Antaboga tak akan berlanjut.
Kini bola ada di para penegak hukum, apakah mampu membuktikan Robert bersalah dalam kasus Antaboga. Jika mereka gagal, berarti cap atas Robert bahwa ia licin bak belut beroli bisa menjadi kenyataan.
Padjar Iswara, Fery Firmansyah, Kukuh S. Wibowo (Surabaya), Ahmad Rafiq (Solo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo