SUDAH beberapa kali ini orang dari Indonesia berkunjung ke RRC,
baik resmi -- seperti PBSI dan Kadin -- maupun sebagai turis
lewat Hongkong. Tapi dari RRC, sejak bekunya hubungan diplomatik
13 tahun lalu, tak seorang utusan pun yang masuk kemari. Maka
datangnya delegasi RRC dalam Kongres Kehutanan Sedunia ke 8 di
Jakarta banyak menarik perhatian pers luar dan dalam negeri.
Hartoyo Pratiknyo dari TEMPO berhasil menginterpiu Wang Pin,
ketua delegasi RRC itu, pekan lalu, yang menjabat Menteri
Kehutanan. Berikut ini laporannya:
Ruang kamarnya di Hotel President, Jalan M.H. Thamrin tampak
amat rapi dan bersih. Tak sepotong pakaianpun kelihatan
bergantungan di kursi atau tempat tidur. Selain air es dalam
termos, kamar Wang Pin tampak seolah-olah tak ada penghuninya.
Berpakaian hem lengan pendek putih, dengan celana dril, Menteri
Wang Pin sore itu didampingi penterjemah dan asistennya yang
memakai sepatu sandal.
Ketua delegasi RRC itu tak mau bicara soal lain, kecuali tentang
hutan dan kayu. Membandingkan negerinya yang amat luas itu
dengan Indonesia, Wang Pin berkata: "Dibandingkan dengan negeri
kami, negeri anda ini sungguh beruntung mempunyai alam yang
begitu pemurah." Sambil sang juru bahasa menterjemahkan
kata-katanya -dalam bahasa Inggeris yang tidak terlalu bagus --
Wang Pin menyodorkan sebungkus rokok putih berfilter. "Ini anda
mesti coba," katanya santai. "Buatan RRC." Baik bungkus maupun
rasanya mirip rokok Amerika merek Winston.
Wan~ Pin lalu menjelaskan keadaan hutan di negerinya. Kesulitan
alamiah dan penebangan besar-besaran di waktu lampau banyak
mengurangi areal hutan di sana. Hanya 1/8 wilayah negeri yang
9,5 juta KmÿFD lebih itu berupa hutan kayu. Menurut Wang Pin,
sasaran areal hutan yang hendak dicapai menjelang akhir
dasawarsa ini adalah antara 28-30% dari luas negeri. Tapi,
katanya, dari penanaman-penanaman baru setiap tahun,
rata-rata cuma 1/3 yang lestari. Diakuinya kematian
pohon-pohon baru terutama terjadi pada penanaman yang dilakukan
oleh massa rakyat yang tergabung dalam komune yang ratusan ribu
jumlahnya.
Terowongan
Kini penghijauan kembali dilaksanakan melalui pengerahan
pusat-pusat pembibitan hutan negara. Dan komune-komune yang
berdekatan cuma diminta membantunya. Faktor ketrampilan, kata
yang empunya cerita, diberikan lewat pendidikan di 7 sekolah
tinggi khusus kehutanan, fakultas kehutanan yang terdapat di
setiap propinsi, sekolah menengah kehutanan dan kursus-kursus
kilat yang diselenggarakan menurut kebutuhan.
Berbeda dengan banyak negara produsen kayu, RRC tidak mengekspor
kayu. Tapi masih mengimpornya dari berbagai negeri, antara lain
dari Kanada, dan negara-negara penghasil kayu di seputar jazirah
Skandinavia. Kayu banyak dipakai untuk tiang penyangga
terowongan dalam tambang-tambang batubara. Dan Wang Pin tentu
boleh menambahkan bahwa kayu di sana banyak dikonsumir untuk
membuat tiang penyangga terowongan perlindungan yang terdapat di
banyak kota, terutama di Peking.
Sambil mengepulkan asap rokoknya Wang Pin lalu bicara juga soal
kelestarian lingkungan. "Ini menjadi salah satu acara pokok
pemerintah saya," katanya. Untuk maksud menjaga kelestarian
lingkungan itulah pemerintah telah membentuk sebuah Biro Urusan
Lingkungan yang bertugas mengkoordinir usaha-usaha pemerintah di
bidang itu.
Menteri Wang Pin merasa sangat prihatin akan masih banyaknya
penebangan hutan di Dunia Ketiga, yang merusak keseimbangan
lingkungan. Tapi penebangan hutan kan perlu untuk ekspor?
"Negeri anda memang jagoan dalam ekspor kayu. Seperti juga dalam
bulutangkis," kata Wang Pin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini