Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

4 UU Sektor Ekonomi Terbit Selama Pandemi, Anak Buah Sri Mulyani: Bukan Kebetulan

Empat UU itu, kata anak buah Sri Mulyani, adalah UU Cipta Kerja, UU HPP, UU HKPD, dan UU PPSK.

20 Desember 2022 | 13.45 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati didampingi Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (kiri) menyapa para anggota DPR sebelum mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 4 November 2019. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati didampingi Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (kiri) menyapa para anggota DPR sebelum mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 4 November 2019. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara membeberkan reformasi struktural yang dilakukan pemerintah di tengah pandemi Covid-19 yang sudah berjalan hampir tiga tahun. Menurut anak buah Sri Mulyani itu, ada berbagai macam kebijakan yang dimiliki Indonesia dan menjadi pembelajaran untuk mengahadapi tantangan ke depan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Pertama, kata Suahasil, di awal-awal pandemi, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Cipta Kerja. Dia berharap beleid itu memberikan lanskap ekonomi yang baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Rangkaian itu bukan kebetulan. Jadi kalau mau melihat Indonesia apa yang akan terjadi pada 5 tahun atau 10 tahun ke depan lihat reformasi struktural yang kita taroh sebagai landasan kita bekerja,” kata Suahasil dalam acara virtual Indonesia Economic Outlook 2023 yang disiarkan langsung di akun YouTube PT Sarana Multi Infrastruktur pada Selasa, 20 Desember 2022.

Kemudian yang kedua adalah UU Hamonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP yang terbit pada 2021. Suahasil mengatakan, di dalam peraturan tersebut, ada berbagai macam reformasi, mulai administrasi, kebijakan pajak, hingga pajak karbon--meskipun belum diaplikasikan.

“Tapi di situ ada, berarti secara politik kita sudah diberi ruang menetapkan menjalankan pajak karbon,” tutur dia. “Tidak semua negara di dunia memiliki pajak karbon.”

Dia mengingatkan pajak karbon bukanlah alat untuk mencari-cari sumber penerimaan negara. Tujuan pajak karbon, kata dia, agar Indonesia bisa memenuhi janji net zero emission. Pajak karbon pun akan menjadi mekanisme dan alternatif untuk memastikan emisi setiap sektor itu bisa terkontrol. 

“Kalau mau mengkompensasi lewat pasar, monggo kita siapkan pasar karbon, enggak bisa mengkompensasikan pasar, mengkompensasi lewat negara monggo bayar,” ucap Suahasil.

Reformasi struktural ketiga adalah untuk memperbaiki tata kelola hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah, yakni UU Nomor 1 Tahun 2022 atau UU HKPD. Peraturan yang diteken awal 2022 itu mengatur hubungan keuangan hingga komplementaris antara pemerintah dan daerah. “Transfer ke daerah itu sekitar 25-30 persen dari belanja APBN, kita tata,” ujar dia.

Keempat, yang baru saja disetujui oleh DPR RI, adalah UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Semuanya dikontruksikan selama pandemi Covid-19 kurang dari tiga tahun. 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

M. Khory Alfarizi

M. Khory Alfarizi

Alumnus Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat. Bergabung di Tempo pada 2018 setelah mengikuti Kursus Jurnalis Intensif di Tempo Institute. Meliput berbagai isu, mulai dari teknologi, sains, olahraga, politik hingga ekonomi. Kini fokus pada isu hukum dan kriminalitas.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus