Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

5 Seputar Kenaikan Harga BBM Premium dan Perintah Jokowi

Pemerintah memutuskan untuk membatalkan kenaikan harga Premium. Namun Pertamina tetap menaikkan harga BBM non subsidi.

11 Oktober 2018 | 08.01 WIB

Presiden Jokowi bersiap mengumumkan turunnya harga BBM di halaman Istana, Jakarta, 16 Januari 2015. Premium menjadi Rp. 6.600/liter, Solar menjadi Rp. 6.400/liter, elpiji 12 Kg menjadi Rp 129.000 dan harga semen turun sebesar Rp.3000 per sak. TEMPO/Aditia Noviansyah
Perbesar
Presiden Jokowi bersiap mengumumkan turunnya harga BBM di halaman Istana, Jakarta, 16 Januari 2015. Premium menjadi Rp. 6.600/liter, Solar menjadi Rp. 6.400/liter, elpiji 12 Kg menjadi Rp 129.000 dan harga semen turun sebesar Rp.3000 per sak. TEMPO/Aditia Noviansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memutuskan untuk membatalkan kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM jenis Premium, yang seharusnya diberlakukan pada Rabu, 10 Oktober 2018. Harga Premium yang semula Rp 6.550 sedianya dinaikkan menjadi Rp 7.000 per liter.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM, Ignasius Jonan, yang mengumumkan kenaikan harga Premium menjadi Rp 7.000 per liter tersebut. Kenaikan harga ini, kata Jonan, akan berlaku di wilayah Jawa, Madura dan Bali.

Baca juga: Penyebab Harga BBM Premium Batal Naik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Pemerintah mempertimbangkan Premium mulai hari ini, (Rabu, 10 Oktober) pukul 18.00 WIB, paling cepat, tergantung dari persiapan Pertamina mensosialisasikan sebanyak 2.500 SPBU yang menjual Premium," kata Jonan dalam mengelar konferensi pers di Hotel Sofitel, Nusa Dua, Bali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pemberitaan media masa dan media sosial langsung ramai menginfromasikan pengumuman tersebut bahwa kenaikan harga Premium mengikuti kenaikan harga BBM non subsidi. Namun, sekitar satu jam kemudian rencana kenaikan ini diurungkan karena ada perintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Berikut ini kejadian seputar pembatalan kenaikan harga bahan bakar minyak itu.

1.Belum Ada Rakor


Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan, pembatalan tersebut berkaitan dengan belum adanya rapat koordinasi atau rakor antarmenteri mengenai kenaikan harga Premium.

"Biasanya untuk pengumuman kebijakan seperti ini diperlukan rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Koordintor Bidang Ekonomi. Mungkin akan segera dilakukan rakor dengan Menko supaya gimana ke depan," kata Fajar dalam konferensi pers di Nusa Dua, Bali, Rabu, 10 Oktober 2018.

 

Fajar menjelaskan, keputusan menaikan harga BBM Premium mesti sesuai dengan Peraturan Presiden No. 43 Tahun 2018 tentang Perubahan Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Menimbang Bahan Bakar Minyak.

Ada 3 syarat yang perlu diperhatikan saat menaikan harga BBM Premium. Pertama harus melihat kondisi keuangan negara, kedua, kemampuan daya beli masyarakat, dan ketiga adalah kondisi riil ekonomi Indonesia. Fajar menuturkan, keputusan tersebut tidak dikoordinasikan terlebih dahulu, termasuk dengan Kementerian BUMN. Bahkan, kata Fajar, Menteri BUMN Rini Soemarno, belum mengetahui rencana itu. "Kami tahunya dari pengumuman pak Jonan," kata Fajar.

 

2.Ada Perintah Jokowi

Kurang lebih satu jam setelah Ignatius Jonan mengumumkan kenaikan harga Premium, dikabarkan Presiden Jokowi tidak setuju. Alasannya, kenaikan harga tersebut akan memberatkan rakyat kecil.  "Atas perintah dan arahan bapak Presiden, Premium batal naik, " kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi ketika dihubungi Antara di Jakarta, Rabu, 10 Oktober 2018.

Menurut Agung, Presiden Jokowi lebih memikirkan nasib rakyat kecil, seperti nelayan, pedagang kecil, petani dan penduduk berpenghasilan rendah yang menggunakan Premium. Beberapa berkomentar muncul di media sosial. Di antaranya ada yang menyatakan berterima kasih.

3.Penjelasan Resmi Istana


Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi, Erani Yustika, mengatakan keputusan pembatalan kenaikan harga Premium setelah mendengar aspirasi publik. "Presiden selalu menghendaki adanya kecermatan di dalam mengambil keputusan, termasuk juga menyerap aspirasi publik," kata Erani.

Menurut Erani, Jokowi mempertimbangkan tiga hal dalam menentukan kebijakan terkait harga BBM. Pertama Jokowi meminta Kementerian ESDM menghitung secara cermat dinamika harga minyak internasional, termasuk neraca minyak dan gas secara keseluruhan.

Kedua Kementerian Keuangan diminta menganalisis kondisi fiskal secara keseluruhan. Harapannya, kata Erani, setiap kebijakan, termasuk harga BBM, tetap dalam koridor menjaga kesehatan fiskal. Faktor ketiga yang dipertimbangkan Jokowi adalah memastikan daya beli masyarakat tetap menjadi prioritas. "Demikian pula fundamental ekonomi tetap dijaga agar ekonomi tetap bugar," kata Erani.

4.BBM Non Subsidi Tetap Naik

Kenaikan harga minyak dunia ini menyebabkan Pertamina menaikkan harga BBM non subsidi, terhitung Rabu, 10 Oktober 2018. Harga Pertamax naik menjadi Rp 10.400 per liter dari sebelumnya Rp 9.500, Pertamax Turbo naik menjadi Rp 12.250 per liter dari sebelumnya Rp 10.700 dan Pertamina Dex naik menjadi Rp 11.850 dari sebelumnya Rp 10.500. Harga Dexlite Rp 10.500 per liter dan Biosolar Non PSO Rp 9.800 per liter

Hukum ekonomi mengatur, BBM yang bahan baku utamanya minyak mentah memang harus naik harganya jika harga minyak mentah dunia naik. Harga minyak mentah dunia sudah naik lebih dari dua kali lipat atau 200 persen sejak 2016 berkisar US$ 32 per barrel dan saat ini melambung di kisaran US$ 80 per barel.

5.Pengamat Bicara


Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengingatkan, menaikkan harga BBM Premium harus hati-hati. Sebab, jika tidak dipikirkan secara matang bakal bisa mempengaruhi elektabilitas Jokowi.

"Dampak langsung mungkin tidak,  tapi kalau sering misskomunikasi antar pejabat dan itu banyak diingat masyarakat, bisa jadi pengaruh,” kata Hendri. Menurut dia, menaikkan harga BBM subsidi merupakan persoalan persoalan besar.

Karena itu, kata dia, jangan sampai ada perbedaan di sekitar Presiden Jokowi ketika sebuah kebijakan diputuskan.  "BBM ini hal penting, pengaruhnya besar Jangan lagi ada misskomunikasi, Yang begini ini sudah sering".

Ekonom Instute For Development of Economic and Finance atau Indef,  Bhima Yudhistira Adhinegara, menyebut inkonsistensi kebijakan energi bisa menciptakan sentimen negatif kepada pasar. "Selain di pasar keuangan, juga investor yang ingin masuk ke sektor minyak dan gas jadi hold dulu. Memasuki tahun politik risiko kebijakan makin besar," ujar Bhima kepada Tempo.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, ada sisi positif jika pemerintah menaikkan harga Premium atau ron 88. "Yang paling utama adalah meringankan beban keuangan Pertamina," kata Komaidi saat dihubungi, Rabu, 10 Oktober 2018.

Komaidi mengatakan, tidak baik jika harga dibiarkan rendah. Komaidi menilai kenaikan harga BBM Premium juga akan baik untuk fiskal atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. "Kalo tidak naik Pertamina merugi, bagian negara dari laba BUMN yang sebagian besar dari Pertamina juga turun. Pembayaran pajak Pertamina juga berpotensi turun," kata Komaidi.

VINDRY FLORENTIN | HENDARTYO HANGGI | ANTARA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus