Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan ancaman perdagangan yang mengintai Indonesia di kawasan Asia Tenggara. Ancaman itu yakni pembatasan perdagangan yang diberlakukan oleh negara-negara anggota Asean.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami biasanya karena branding-nya kuat, pasarnya strategis, lawan kami kasih anti-dumping. Ini pengalaman kami di berbagai negara ASEAN,” ujar Airlangga ketika memberikan sambutan dalam peluncuran Trade Expo Indonesia di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis, 20 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Politikus Partai Golkar ini menambahkan, ancaman lain yakni pemeriksaan terhadap barang-barang yang diekspor Indonesia. Negara tujuan ekspor akan mengembalikan seluruh produk dalam negeri itu jika ada satu saja yang tak menenuhi standar mereka.
“Seperti ekspor mobil kita, dicek satu-satu. Jadi kalau ada satu misalnya yang diketemukan tidak memenuhi standar, dikembalikan semuanya katanya. Nah ini kan sebetulnya ancaman-ancaman barrier sama nontrade barrier,” ujar Airlangga.
Selain memberlakukan pembatasan dagang, ia mengatakan, negara-negara seperti Filipina dan India meminta Indonesia berinvestasi di negara mereka. Tujuannya, supaya ada produk lokal yang diproduksi di negata itu. Ia mengklaim, mereka belajar konsep ini dari Indonesia.
“Jadi sekarang beberapa negara yang kita trade-nya positif mereka minta, termasuk Amerika, minta diproduksinya di Amerika. Inilah sebuah program yang hampir seluruh dunia menginginkan hal yang sama,” ujar dia.
Ihwal pembatasan dagang di Amerika Serikat, ia mengatakan Indonesia akan tetap terkena bea masuk sebesar 10 hingga 20 persen untuk mengekspor barang ke Negeri Abang Sam. Hal ini disebabkan Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan negara itu.
Trump, ujar Airlangga, telah mengambil langkah penarikan kembali atau retract kontrak perdagangan terhadap Kanada dan Meksiko. Untuk Cina yang selama ini dikenal menjadi rival mereka dalam perang dagang, politikus Partai Republik ini menaikkan tarif hingga 10 persen, khususnya untuk komoditas baja.
“Tetapi bagi Indonesia, Indonesia sekarang dengan Eropa maupun dengan Amerika kan tidak mendapatkan prevalensi tarif,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang menjabat sejak pemerintahan Joko Widodo itu.
Kendati begitu, Airlangga mengatakan sampai saat ini belum terjadi disrupsi di bidang perdagangan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menaikkan tarif impor.
Politikus cum pengusaha ini tetap optimistis dengan prospek perdagangan Indonesia di kancah global. Ia juga berharap, perdagangan Indonesia akan punya resiliensi di tengah dengan kondisi geopolitik yang ada. “Ya tentunya kami monitor saja, tetapi dengan trade seperti sekarang ya kita masih optimis dalam situasi seperti ini,” ujar dia.