Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah pada Jumat sore hari ini, 2 September 2022, ditutup melemah bersama sejumlah mata uang lainnya di Asia seiring pelemahan indeks dolar AS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Data Bloomberg menunjukkan kurs rupiah ditutup melemah 0,09 poin atau 13 poin ke Rp 14.895 per dolar AS. Adapun, indeks dolar AS turun 0,26 persen ke 109,407.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain rupiah, mata uang lainnya yang melemah di Asia di antaranya yen Jepang yang turun 0,06 persen, dolar Taiwan turun 0,23 persen, won Korea Selatan turun 0,63 persen, peso Filipina turun 0,61 persen, dan yuan Cina turun 0,02 persen.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyatakan rilis ketenagakerjaan Amerika versi Automatic Data Purchasing Inc. (ADP) pada Rabu lalu menunjukkan perlambatan dalam laju perekrutan di sektor swasta AS untuk Agustus 2022. Meski begitu, kenaikan 132.000 masih merupakan angka yang sehat.
Adapun laporan JOLTS sebelumnya tentang lowongan pekerjaanmAS menunjukkan penguatan yang berkelanjutan di pasar tenaga kerja, yang membuat laporan pekerjaan resmi diperkirakan menguat. Tak hanya itu, ekspektasi kenaikan lainnya juga muncul setelah bos The Fed Jerome Powell menyatakan pada pekan lalu bahwa tekanan harga menjadi fokus bank sentral saat ini.
Sementara itu, Presiden The Fed Cleveland Loretta Mester menyatakan bahwa bank sentral perlu menaikkan suku bunga acuannya di atas 4 persen pada awal tahun depan dari kisaran target saat ini 2,25 -2,5 persen. Setelah menaikkan, Bank sentral dinilai perlu mempertahankan suku bunganya untuk beberapa waktu agar bisa membantu mendinginkan inflasi.
Selanjutnya: Rupiah jeblok juga karena besarnya subsidi dan kompensasi energi yang ditanggung APBN.
Faktor yang mempengaruhi pergerakan rupiah dari dalam negeri berasal dari pernyataan pemerintah soal Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2022 yang menjadi peredam kejut telah bekerja keras. Konsekuensinya, subsidi dan kompensasi energi sesuai Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022, jumlahnya meningkat tiga kali lipat, yaitu dari APBN 2022, semula Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun.
Nilai subsidi dan kompensasi itu tercatat melonjak bila dibandingkan tiga tahun sebelumnya, yakni Rp 144,4 triliun pada 2019, Rp 199,9 triliun pada 2020, dan Rp 188,3 triliun tahun 2021. Bahkan kemungkinan akan nilai subsidi dan kompensasi naik melampaui Rp 690 triliun.
Ibrahim menilai di tengah tren kenaikan harga minyak mentah dan ICP dan seiring pemulihan aktivitas ekonomi serta meningkatnya mobilitas, kuota BBM bersubsidi yakni Solar dan Pertalite bakal habis pada Oktober 2022. "Artinya, Rp 502 triliun yang dialokasikan untuk subsidi dan kompensasi energi pasti akan terlewati,” katanya dalam riset harian, Jumat, 2 September 2022.
Lebih jauh Ibrahim memperkirakan pada perdagangan pekan depan kurs rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah. "Di rentang Rp 14.870 - 14.930 per dolar AS," tuturnya.
BISNIS
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.