Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Akhirnya di Ambang Pelaminan

Pemerintah-Cemex mengupayakan penyelesaian penjualan saham Semen Gresik secara damai. Sinyal kepastian usaha.

13 Desember 2004 | 00.00 WIB

Akhirnya di Ambang Pelaminan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

BERBISNIS itu ibarat berjodoh, kata orang. Ada tahap pendekatan, rayuan penuh kemesraan, dan sesekali dibumbui pertengkaran, sebelum naik ke pelaminan. Begitulah yang dilakoni Cemex Asia Holding dan pemerintah Indonesia. Sejak jumpa pertama kali enam tahun silam, hubungan keduanya mengalami pasang surut.

Pada 1998, raksasa semen dunia yang berbasis di Meksiko ini membeli 14 persen saham pemerintah di Semen Gresik. Ketika itu pemerintah dengan manis menjanjikan, dalam waktu tiga tahun akan menjual saham tambahan (put option) kepada Cemex. Alhasil, kelak Cemex bisa menjadi pemegang mayoritas saham Semen Gresik.

Apa mau dikata, janji tinggal janji. Enam tahun berlalu, tapi pemerintah tak kunjung melaksanakan put option. Kepemilikan saham Cemex kini memang telah menjadi 25,53 persen. Namun tambahan saham diperoleh dari pembelian di lantai bursa, bukan karena pemerintah menjual andilnya.

Mungkin merasa dipermainkan, tahun lalu Cemex menggugat pemerintah Indonesia ke International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID), lembaga arbitrase internasional. Indonesia pun terancam membayar denda US$ 500 juta—jumlah yang bisa membuat anggaran kita makin termehek-mehek.

Beruntung, di luar jalur arbitrase internasional, Cemex masih membuka pintu penyelesaian secara damai. Kesempatan ini tak disia-siakan pemerintahan ba-ru. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memasukkan perkara Cemex sebagai salah satu prioritas dalam program 100 hari pertamanya.

Menteri Koordinator Perekonomian, Aburizal Bakrie, menegaskan ingin segera menyelesaikan kasus Cemex untuk mengembalikan kepercayaan investor asing kepada Indonesia. "Pemerintah menempatkan Cemex sebagai high profile case," kata Aburizal. Bekas Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) itu kabarnya akan memimpin langsung penyelesaian sengketa dengan Cemex dalam posisi ketua tim privatisasi BUMN.

Upaya pendekatan dengan berbagai cara pun segera digelar. Di jalur resmi, Menteri BUMN Sugiharto telah membentuk satuan tugas yang dipimpin Deputi Menteri Roes Aryawidjaya dan wakilnya, Mahmudin Yasin, untuk menangani urusan itu. Analis pasar modal Lin Che Wei menjadi asisten teknis dan anggota satuan tugas tersebut.

Sementara itu, sebuah tim khusus telah diberangkatkan ke Meksiko untuk melobi Lorenzo H. Zambrano, bos Cemex. Kebetulan ada seorang pejabat pemerintah yang mengenal Senor Lorenzo secara pribadi. "Perlu ada personal touch supaya pendekatan lebih mulus," kata sumber Tempo di pemerintahan.

Tentu ada sejumlah tawaran sebagai modal perundingan. Aburizal mengatakan pemerintah telah mengkaji 15 opsi penyelesaian sengketa. Dua prinsip dari pihak Indonesia pun telah digariskan dalam melaksanakan perundingan. "Pemerintah tak punya duit dan kita harus menghormati kontrak," katanya.

Sejauh ini, 15 opsi yang disebut Aburizal kelihatannya telah mengkristal menjadi hanya tiga. Opsi pertama adalah melakukan tukar guling. Intinya, pemerintah akan menyerahkan pabrik Semen Gresik di Tuban sebagai kompensasi kepada Cemex sehingga pemerintah tak perlu keluar duit.

Jika pilihan ini diambil, Semen Gresik tak lagi menjadi operating company, melainkan sekadar investment company. Semen Gresik kelak hanya mengelola kepemilikan di Semen Padang dan Semen Tonasa. Masalahnya, pabrik di Tuban merupakan tulang punggung yang meliputi 60 persen aset Semen Gresik.

Kapasitas pabrik Tuban adalah tujuh juta ton. Bila biaya untuk membuat pabrik baru US$ 160 per ton, berarti nilai pabrik Tuban adalah US$ 1,12 miliar. "Rugi kita, pabrik seharga itu ditukar untuk membayar utang US$ 500 juta," kata seorang sumber Tempo tadi.

Belum lagi para karyawan Semen Gresik tak mau berganti majikan. Bila terjadi unjuk rasa besar para karyawan menolak kehadiran majikan baru, bisa-bisa persoalan malah bakal bertambah runyam. Dan para wakil rakyat di Senayan pun jelas-jelas telah menyatakan tak menyetujui pilihan itu.

Opsi kedua, pemerintah membeli kembali saham Semen Gresik yang telah dijual ke Cemex. Pilihan ini merupakan rekomendasi para wakil rakyat di Senayan, dan sama dengan kebijakan pemerintah Megawati dulu. Masalahnya, pemerintah tak punya duit Rp 4,5 triliun yang diperlukan untuk membeli kembali saham tersebut. Cemex pun telah menyatakan tak mau melepas sahamnya di Semen Gresik. Jadi, opsi ini pun sepertinya bakal membentur tembok.

Bila opsi pertama dan kedua terasa muskil, opsi ketiga dianggap jalan tengah dan merupakan win-win solution. Bentuknya, Cemex akan diizinkan membuka pabrik baru di Indonesia. Pabrik itu kemudian akan diinjeksikan ke Semen Gresik sebagai penyertaan saham Cemex sesuai dengan nilainya.

Saat ini kapasitas total Semen Gresik, termasuk Semen Tonasa dan Semen Padang, adalah 13 juta ton. Bila dihitung harga membuat pabrik baru adalah US$ 160 per ton, nilai Semen Gresik adalah US$ 2,1 miliar. Bila Cemex ingin menjadi pemegang saham mayoritas, minimal ia harus menanamkan modal US$ 1,1 miliar. Jadi jelas, Cemex setidaknya mesti membangun pabrik baru senilai US$ 600 juta, yang kapasitasnya setara dengan 3,75 juta ton.

Kendati belum resmi, Menteri BUMN Sugiharto mengisyaratkan akan menerima opsi pendirian pabrik semen baru. Menurut dia, pemerintah akan mendukung siapa pun yang berniat melakukan investasi baru, karena dalam beberapa tahun ke depan diperkirakan akan mulai terjadi kekurangan pasokan semen di Tanah Air.

Pada 2007 kekurangan pasokan semen diperkirakan mencapai 1,6 juta ton. Tahun berikutnya kekurangan pasokan bertambah empat kali lipat, menjadi 6,9 juta ton. Menghadapi kemungkinan itu, dari sekarang kapasitas kilang semen memang harus ditambah.

Sayangnya, kondisi Semen Cibinong dan Indocement—dua pabrik semen besar yang mayoritas sahamnya juga dimiliki asing—tak memungkinkan menambah kapasitas. "Semen Cibinong baru saja melakukan leveraging process, sedangkan Indocement bahan bakunya terbatas," kata Sugiharto.

Satu-satunya pabrik yang semen yang paling mungkin menambah kapasitas adalah Semen Gresik. Selain produknya mudah dipasarkan dan paling laris, urusan pembiayaan jadi makin mudah karena Semen Gresik sudah menjadi perusahaan publik. Dengan demikian akses meraih dana murah publik jadi lebih gampang.

Cemex sendiri sejauh ini telah memperlihatkan komitmennya di Indonesia, merasa sudah betah dan paham kondisi investasi di sini. Investor semen lain sebetulnya bukannya tak ada. Paling tidak masih ada Lafarge. Juragan semen dari Prancis ini merupakan satu-satunya investor semen dunia yang belum masuk ke Indonesia. "Tapi dari dulu susah mengundang Lafarge datang ke sini," ujar Sugiharto.

Bila opsi ketiga berjalan mulus, pemerintah setidaknya bakal menangguk sejumlah keuntungan sekaligus. Urusan Cemex selesai, pendirian kilang semen baru juga berarti pembukaan lapangan kerja—kebutuhan yang mendesak bagi sekitar 40 juta penganggur dan merupakan janji Presiden SBY semasa kampanye. Last but not least, pendirian pabrik baru bakal mengatasi kekurangan pasokan semen yang mulai terjadi beberapa tahun mendatang.

Bagi investor asing, selesainya kasus Cemex secara mulus menyorotkan sinyal kepastian usaha di Indonesia. Dengan begitu di masa depan terkuak harapan bakal masuknya kembali investor asing. "Kita menyadari tak mungkin mendorong pembangunan semata bersandar pada modal dalam negeri," kata Sugiharto.

Jadi, setelah tiga tahun terakhir jalan di tempat, sengketa Cemex tampaknya bakal segera berakhir bahagia. "Moga-moga dalam 1-2 minggu sudah tercapai kesepakatan," kata sumber Tempo. Artinya, kendati pernah "ribut", akhirnya akan naik ke pelaminan juga, kan?

Nugroho Dewanto, M. Syakur Usman, Febrina Siahaan, Leanika Tanjung


Perjalanan Senor Cemex di Indonesia

  • September 1998: Cemex membeli 14 persen saham Semen Gresik (belakangan Cemex juga membeli 11,53 persen saham Semen Gresik di pasar modal. Komposisi pemegang saham Semen Gresik menjadi: 25,53 persen Cemex, 23,47 persen publik, dan 51 persen pemerintah Indonesia). Cemex juga mengantongi hak membeli saham tambahan hingga menjadi pemilik mayoritas di Semen Gresik (put option).

  • 26 Oktober 2001: Tenggat bagi pemerintah Indonesia untuk melaksanakan put option di Semen Gresik kepada Cemex.

  • 10 Desember 2003: Cemex menggugat pemerintah Indonesia ke arbitrase internasional karena tak kunjung melaksanakan put option. Indonesia terancam membayar denda US$ 500 juta atau setara dengan Rp 4,5 triliun (harga 24,5 persen saham + bunga + denda).
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x100

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x600
    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    close

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x100
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus