Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keuletan Slamet Riadhy dalam bernegosiasi sedang diuji. Direktur Utama Pertamina Geothermal itu sudah bolak-balik merundingkan perpanjangan kontrak penjualan uap untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Kamojang, yang akan berakhir tahun ini, tapi hasilnya masih nihil.
Padahal lawan berundingnya adalah sesama badan usaha milik negara, yaitu PT PLN. Perusahaan setrum pelat merah itu mengubah uap menjadi listrik di kilang Kamojang. Kontrak untuk Pembangkit Kamojang Unit 2, yang berdaya 55 megawatt, akan habis pada Juli nanti. Sedangkan kontrak untuk Pembangkit Kamojang Unit 3 bakal berakhir pada Desember mendatang. "Senin pekan ini akan ada pertemuan lagi," kata Slamet Riadhy, di Jakarta, Kamis pekan lalu.
Dipicu harga minyak dunia yang melambung, pemerintah kini berusaha beralih ke energi terbarukan. Dalam program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10 ribu megawatt tahap kedua, kilang bertenaga panas bumi mendapat porsi hampir 40 persen, yakni 3.967 megawatt. Diperkirakan, pada 2014, setrum dari pembangkit geotermal yang masuk ke jaringan sebesar 1.200 megawatt.
Lewat pidato untuk mengkampanyekan Gerakan Nasional Hemat Energi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta PLN mengendalikan penggunaan solar. Dalam anggaran negara tahun ini, PLN hanya dijatah 7,22 juta kiloliter. "Kalau lebih karena kejadian di luar kendali, harus lapor menteri. Tapi, bila kelebihan itu karena salah kelola, harus ditanggung korporasi," kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Jarman.
Indonesia sebenarnya memiliki cadangan uap dari panas bumi yang besar, sekitar 219 juta barel ekuivalen minyak, setara dengan 28 ribu megawatt (kira-kira 40 persen dari potensi dunia). Uap di sekitar kawah Kamojang saja, tepatnya di wilayah gugus Gunung Guntur, bisa menghasilkan 300 megawatt. Jawa Barat menyimpan potensi panas bumi terbesar di Indonesia, yakni sekitar 6.461 megawatt. Namun setrum yang telah diproduksi baru 1.200-an megawatt.
Alotnya perundingan antara Pertamina Geothermal dan PLN disebabkan oleh persoalan harga. Pertamina menginginkan harga uap Kamojang tetap menggunakan formula kontrak lama, yang dikaitkan dengan harga minyak mentah. Sebaliknya, PLN meminta struktur harga diubah menjadi flat untuk mengurangi risiko ketidakpastian.
Formula harga uap Kamojang Unit 2 dan 3 memang menguntungkan bagi Pertamina. Pada saat harga minyak mentah tinggi, harga uap ikut naik. Ketika harga minyak mencapai US$ 100-105 per barel beberapa waktu lalu, harga uap bisa mencapai US$ 14-16 sen per kilowatt-jam (kWh).
Tapi, menurut Slamet, keuntungan yang diperoleh dari Kamojang Unit 2 dan 3 digunakan untuk menyubsidi silang uap untuk kilang lain yang dijual terlalu murah ke PLN. Dia menunjuk contoh kilang Lahendong di Sulawesi Utara. Harga uap untuk Pembangkit Lahendong Unit 1 tercatat cuma US$ 2 sen, Unit 2 US$ 2 sen, Unit 3 US$ 2,4 sen, dan Unit 4 US$ 4,3 sen. "Sangat rendah," katanya.
Pertamina Geothermal sebenarnya telah mendapat arahan dari Menteri BUMN Dahlan Iskan dalam berunding dengan PLN. Dalam sebuah pertemuan dengan direksi Pertamina, akhir Maret lalu, Dahlan meminta formula harga diatur sehingga pendapatan perusahaan pengelola panas bumi itu tercapai.
Dalam pertemuan itu, Dahlan menanyakan kemungkinan Pertamina bisa mempercepat penyelesaian proyek pembangkit panas bumi baru. Pertamina menyanggupi. Dua pembangkit, Karaha dan Kamojang Unit 5, akan rampung lebih awal, yakni pada 2014. Semula keduanya dijadwalkan selesai pada 2015. Tapi Pertamina minta perbaikan harga.
Di situlah dukungan Dahlan kepada Pertamina Geothermal diungkapkan. Intinya, untuk proyek yang sedang berjalan, harga tetap. Sedangkan perbaikan diberlakukan terhadap proyek baru. Dukungan juga datang dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, supaya Pertamina Geothermal menjadi pelopor pemanfaatan panas bumi. Targetnya, 20 persen dari 28 ribu megawatt sudah dikerjakan atau dikembangkan pada 2014.
Berbekal restu kedua menteri itulah pihak Pertamina Geothermal menemui Direktur Utama PLN Nur Pamudji, akhir Maret lalu. Kabarnya, Nur Pamudji bisa memahami "pesan" Dahlan Iskan. Tapi, dalam perundingan di tingkat kelompok kerja, sikap PLN berbeda. "Kadang-kadang di level atas oke, di level bawah mentah lagi," ujar seorang sumber.
Nur Pamudji menolak menjelaskan secara gamblang perihal proses perundingan. Alasannya, negosiasi sedang berjalan. "Negosiasi perlu kesabaran. Tak ada istilah mampet," katanya.
Sejauh ini PLN berkeras minta perpanjangan kontrak dilakukan atas dasar perhitungan keekonomian tiap proyek. Dengan dasar ini, proyek yang telah beroperasi bisa ditekan harga jual produknya, dengan asumsi telah balik modal.
Persoalannya, kata Slamet, selama bertahun-tahun penjualan uap di Lahendong tidak menguntungkan sehingga harus disubsidi silang dari Kamojang. Sebenarnya, kalau harga Kamojang tetap dan Lahendong juga tetap, tidak ada masalah. Tapi, kalau harga Kamojang turun sedangkan Lahendong tetap, pendapatan Pertamina Geothermal akan berkurang sangat signifikan. "Itu belum menghitung kerugian masa lalu Lahendong."
Pertamina Geothermal memerlukan pendapatan besar untuk meningkatkan investasi panas bumi. Tahun ini saja perseroan menganggarkan investasi Rp 1,2 triliun. Sebagian dana berasal dari induk perusahaan, yaitu Pertamina (Persero).
Menurut rencana kerja, tahun ini Pertamina Geothermal akan memasok uap untuk pembangkit berdaya 110 megawatt. Kilang setrum bertenaga panas bumi itu berada di Ulubelu, Lampung, yang terdiri atas dua unit dan masing-masing berkapasitas 55 megawatt. Rencananya, Ulubelu Unit 1 akan beroperasi mulai Juli nanti. Sedangkan Unit 2 baru akan rampung pada Desember mendatang.
Selanjutnya perusahaan akan mengembangkan Ulubelu Unit 3, yang ditargetkan beroperasi pada akhir 2014. Untuk itu, pada 2013 Pertamina Geothermal akan konsentrasi pada kegiatan eksplorasi. Pengeboran akan dilakukan di 19 sumur panas bumi. Targetnya, produksi listrik meningkat dari 292 megawatt saat ini, menjadi 1.000 megawatt pada 2015-2016.
Kamojang juga akan dikembangkan dengan membangun Unit 5 sebesar 30 megawatt. Untuk menambah turbin, diperlukan dana US$ 100-150 juta. Secara keseluruhan, kebutuhan investasi bahkan mencapai US$ 1,6 miliar untuk membangun proyek pembangkit panas bumi baru hingga 2016.
Pembangkit Kamojang, di perbatasan Kabupaten Bandung dan Garut, Jawa Barat, merupakan kilang listrik pertama di Indonesia yang menggunakan panas bumi. Uap yang dihasilkan di sini sangat kering, terbaik di Indonesia.
Tak mengherankan bila Pertamina Geothermal ngotot meminta pola kerja sama yang bisa mempertahankan pendapatan. "Sebab, begitu pendapatan anjlok, mimpi investasi buyar," ujar Slamet. Apalagi sulit mendapatkan pinjaman lunak untuk proyek hulu panas bumi, mengingat risikonya sangat tinggi. "Di panas bumi, lembaga pembiayaan hanya mau masuk ke hilir."
Toh, negosiasi belum berhenti. Direktur Jenderal Energi Baru dan Terbarukan Kardaya Warnika akan memfasilitasi perundingan kedua perusahaan pelat merah tersebut. Pemerintah, menurut Kardaya, berkepentingan agar proyek pembangkit panas bumi berjalan lancar. Kardaya memfasilitasi perundingan untuk mencari jalan tengah yang menguntungkan kedua perusahaan negara tersebut.
Perundingan rencananya tidak dibatasi pada kontrak Kamojang saja, tapi juga membuka peluang untuk membicarakan Lahendong. "Prinsipnya, bila harga Kamojang terlalu mahal, ya diturunkan. Sebaliknya, karena harga Lahendong terlalu murah, maka perlu dinaikkan," ujar Kardaya.
Menteri Dahlan Iskan juga berjanji segera mempertemukan PLN dengan Pertamina Geothermal untuk mencari solusi renegosiasi Kamojang. "Dalam waktu dekat, kami akan mempertemukan kedua pihak agar ada kesepakatan," ujarnya setelah mengunjungi Pabrik Gula Kawa Suwung, Cirebon, Jawa Barat, Jumat pekan lalu.
Retno Sulistyowati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo