Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sudah beberapa kali Widiastuti berkeliling di dalam toko Daiso di kawasan Melawai, Jakarta Selatan. Matanya mencari-cari cermin kecil di antara rak pernak-pernik. Dia tidak menemukan barang yang dicari. Tapi Widiastuti pantang pulang dengan tangan kosong. "Saya melirik, ada kantong pencuci pakaian dalam yang jarang saya lihat di tempat lain," katanya Kamis pekan lalu.
Karyawati berusia 33 tahun tersebut lantas membeli satu kantong pencuci pakaian dalam, alas kue kering, dan apron bermotif polkadot. Widiastuti mengaku sering berbelanja di Daiso. Toko ini menjual produk peralatan rumah tangga impor ala Jepang atau Cina dengan desain yang unik. Gerai Daiso berisi sekitar 100 ribu jenis barang yang 40 persen di antaranya didatangkan dari Cina. "Harga di toko ini paling miring. Semua barang Rp 22 ribu saja," ujarnya.
Sebentar lagi produk impor yang dijual di Daiso mungkin akan berkurang. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Gunaryo mengatakan pemerintah sedang menggodok beleid yang akan membatasi peredaran produk impor di pasar, khususnya retail modern.
Beleid itu bakal terintegrasi dengan revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba. "Kami akan membuat aturan dengan semangat mengedepankan peningkatan konsumsi produk dalam negeri. Mereka harus lebih banyak menjual produk dalam negeri, bukan sebaliknya," kata Gunaryo.
Pemerintah juga akan menyesuaikan aturan ini agar toko-toko khusus ekspatriat dan segmen tertentu bisa mendapat ruang untuk tetap eksis. "Toh, retail jenis ini tidak banyak dan tidak ada di setiap kota," ujar Gunaryo. Ia optimistis semua pihak akan menerima beleid ini.
Sebelumnya, pemerintah sudah memperketat impor hortikultura bagi para peretail. Kebijakan itu diambil lantaran melonjaknya impor hortikultura. Pada 2007, impor produk hortikultura hanya US$ 810 juta. Tahun lalu, jumlahnya sudah melonjak hingga US$ 1,68 miliar. "Selama ini, buah dan sayuran dari petani harus lewat pengumpul dulu, lalu ke pedagang besar, baru ke peretail dan konsumen. Sedangkan produk impor bisa langsung ke peretail. Ini kan tidak adil," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Deddy Saleh.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta kesal mendengar rencana pengaturan barang impor di toko retail. "Kenapa tidak sekalian saja ditutup pintu impornya?" ujar Tutum. Ia tidak melihat pengaruh besar pembatasan barang impor di toko retail. Soalnya, porsi barang impor di toko retail modern umum hanya 5-10 persen.
Tutum mengatakan peretail sebenarnya mendukung produk dalam negeri. Pebisnis retail hanya mensyaratkan produk lokal bermutu bagus dan kontinuitas pasokÂannya terjaga. Jika ada produk dalam negeri yang kualitasnya baik, peretail juga tidak akan berani menjual barang impor yang menjadi pesaing produk tersebut. Alhasil, Tutum meminta pemerintah memperbaiki masalah di hulu dengan membenahi industri dalam negeri agar bisa memproduksi barang terbaik.
Wakil Sekretaris Jenderal Aprindo Satria Hamid Ahmadi menjelaskan, ada peretail yang mengkhususkan diri untuk segmen tertentu, yaitu ekspatriat, sehingga mereka butuh lebih banyak barang impor. Keberadaan peretail tersebut justru akan membuat daya saing Indonesia meningkat karena konsumen tidak perlu berbelanja di luar negeri. "Kalau mereka mau berbelanja di dalam negeri, pemerintah juga akan mendapat pajak pertambahan nilai dan bea impor," ujarnya.
Satria, yang juga Kepala Hubungan Masyarakat Carrefour Indonesia, menyebutkan hanya 5 persen dari 40 ribu stock keeÂpÂing unit di Carrefour yang didatangkan dari luar negeri. Barang impor itu antara lain buah, makanan, alat rumah tangga, dan sepeda.
"Kami berjejaring internasional, tapi tidak serta-merta menjual barang impor di Carrefour Indonesia," ujar Satria. Peretail, menurut dia, pasti mempertimbangkan pola konsumsi dan kesukaan konsumen Indonesia. Dia menunjuk contoh Wal-Mart yang pernah masuk ke Indonesia dan menjual barang impor. "Akhirnya mereka habis."
Eka Utami Aprilia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo