Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menanggapi soal keputusan India menghentikan ekspor beras. Khudori mengatakan, kebijakan pemerintah India langsung membuat harga beras dunia naik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Harganya naik tipis karena India eksportir beras terbesar, mengambil pangsa sekitar 40 persen," kata Khudori saat dihubungi Tempo pada Ahad, 23 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kendati demikian, dia menilai keputusan pemerintah India itu belum akan terasa dampaknya ke Indonesia saat ini. Tetapi, dia mengingatkan kebijakan itu akan berimbas pada kondisi di Tanah Air apabila cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola Perum Bulog rendah akibat terkuras untuk operasi pasar.
Menurutnya, kini operasi pasar untuk meredam harga beras belum banyak dilakukan oleh pemerintah. Sehingga, stok CBP saat ini masih terpenuhi sekitar 700 ribu ton. Meski sebetulnya total stok tersebut tidak besar, pasokan CBP akan terus bertambah seiring impor beras yang dilakukan Bulog.
"Ini akan menjaga psikologi pasar dan membuat harga lebih terjaga," ujar Khudori.
Seperti diberitakan sebelumnya, India sudah melarang ekspor beras non-Basmati sejak 20 Juli 2023 lalu. Keputusan itu merupakan lanjutan dari kebijakan perberasan di India pada beberapa tahun sebelumnya.
September 2022, India juga mengenakan bea 20 persen untuk beras broken atau patahan. Saat itu harga beras juga cenderung naik.
Menurut Khudori, rangkaian kebijakan ini merupakan sebagai respons India atas kondisi di dalam negeri. Tahun lalu, kebijakan pengenaan bea 20 persen adalah respons atas berbagai dampak anomali cuaca dan iklim di negara itu. Kali ini, India menutup ekspor beras non-Basmati sebagai respons atas iklim ekstrim berupa El Nino yang diperkirakan menekan produksi.
Dari sisi volume, sejak pademi Covid-19 India memang sudah menurunkan jumlah beras yang diekspor. Menurut Khudori, rangkaian kebijakan ini tentu berdampak ke pasar beras di pasar dunia.
Sementara itu, Badan Pangan Nasional atau Bapanas meyakini langkah India menghentikan ekspor beras tak akan berpengaruh terhadap kondisi di Indonesia. Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menjelaskan, pemerintah memang akan mengimpor beras untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 2 juta ton oleh Perum Bulog. Namun, beras impor tersebut tak berasal dari India.
Bapanas pun mengaku telah memastikan bahwa Indonesia memiliki stok beras yang cukup. Berdasarkan catatan Bapanas, carry over beras di Indonesia pada 2022 sampai 2023 ada sekitar 4 juta ton. Kemudian, merujuk pada amatan Kerangka Sampel Area (KSA), hasil produksi di Indonesia pada Mei 2023 lebih dari 2,8 juta ton.
Arief pun mengaku optimistis pasokan beras di Tanah Air akan aman meski tak mengimpor dari India. Justru, tutur Arief, pemerintah India yang menawarkan dilakukannya trade balancing atau menyeimbangkan perdagangannya dengan Indonesia. Tetapi pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengutamakan penyerapan hasil panen petani lokal.
Adapun target produksi beras dalam negeri mencapai 30 juta ton. Saat ini stok CBP di Bulog sekitar 735 ribu ton. Ditambah realisasi importasi sekitar 500 ribu ton. Pemanfaatan CBP dalam tiga bulan terakhir untuk bantuan pangan beras sebesar 640 ribu ton. Sementara pasokan beras untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) tercatat sebanyak 600 ribu ton.
Pilihan Editor: Alasan Luhut Sebut OTT KPK Kampungan