Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana, menilai kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen memberatkan industri padat karya seperti garmen dan tekstil. Menurut dia, kenaikan UMP sebesar 6,5 persen tak memiliki dasar rumus penghitungan yang jelas, sehingga menyulitkan dunia usaha melakukan penghitungan. Padahal, kata Danang, industri harus menghitung estimasi biaya produksi meliputi biaya bahan baku, pengiriman, serta gaji pekerja sejak jauh-jauh hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Permenaker Nomor 16 tahun 2024 tidak menggunakan rumusan sama sekali, hanya mematok kenaikan 6,5 persen. Ini menjadi jauh lebih tidak real, tidak bisa diprediksi oleh para industri dalam negeri. Padahal, kaidah penting dalam pembentukan UMP adalah perumusannya, sehingga bisa menciptakan kepastian bagi dunia usaha,” ujar Danang saat dihubungi Tempo, Senin, 9 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Danang menuturkan, di tengah lesunya industri padat karya saat ini, kenaikan UMP sebesar 6,5 persen ini berpotensi menyebabkan industri ini mengalami kegagalan dalam memenuhi hak gaji pekerjanya. Bahkan, kenaikan UMP ini dapat menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena perusahaan harus melakukan efisiensi biaya produksi, seperti efisiensi energi, bahan baku, serta tenaga kerja. “Enggak ada jalan lain. Satu-satunya yang dilakukan adalah penghematan, efisiensi dalam berbagai pengeluaran, termasuk tenaga kerja,” kata dia.
Oleh karena itu, Danang berharap pemerintah dapat memberikan kebijakan lebih toleran pada industri padat karya. Sebab, dampak kenaikan UMP ini akan dirasakan langsung para pekerja. Dia ingin, pemerintah memberikan kesempatan bagi industri padat karya untuk melakukan dialog tripartit antara perusahaan dengan pekerja untuk membahas penyesuaian kenaikan UMP dengan kemampuan perusahaan. Tujuannya, agar tercapai jalan tengah yang tidak memberatkan para pihak. “Karena para tenaga kerja di industri badan karya saat ini juga malah jadi was-was dengan adanya peraturan kenaikan UMP 6,5 persen ini, karena mereka khawatir diberhentikan,” klaimnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan kenaikan UMP untuk tahun 2025 sebesar 6,5 persen. Keputusan ini diambil setelah mengadakan rapat terbatas bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar, dan Menteri Tenaga Kerja Yassierli di Kantor Presiden, kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Jumat, 29 November 2024.
Prabowo mengatakan upah minimum ini merupakan jaringan pengaman sosial yang sangat penting bagi pekerja. Apalagi buruh yang bekerja di bawah 12 bulan dengan mempertimbangkan kebutuhan hidup layak. “Untuk itu penetapan upah minimum bertujuan untuk meningkatkan daya beli pekerja dengan tetap memperhatikan daya saing usaha,” kata Prabowo.
Adapun, Kementerian Ketenagakerjaan telah mengukuhkan kenaikan upah minimum sebesar 6,5 persen tersebut dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024 tentang Upah Minimum 2025.
M. Raihan Muzakki berkontribusi dalam artikel ini.