Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), Andreas Acui Simanjaya mengatakan bencana kabut asap akibat kebakaran hutan yang saat ini tengah terjadi di wilayah tersebut sangat mengganggu aktivitas ekonomi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kabut asap karena kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Kondisi ini mengganggu aktivitas ekonomi di Kalbar," kata Andreas di Pontianak, Senin, 20 Agustus 2018.
Andreas menjelaskan, aktivitas yang terganggu seperti kelancaran produksi, proses distribusi pengangkutan bahan baku ke industri dan sebaliknya, serta lainnya. "Proses distribusi barang tentu terganggu dengan kabut asap. Jika ada keterlambatan, maka menyebabkan harga menjadi lebih tinggi sampai pada konsumen, dan mutu bahan baku yang menurun," ujarnya.
Menurut dia, belum lagi nanti jika kabut asap semakin parah, maka aktivitas penerbangan bisa saja ditiadakan. Dengan begitu, mobilitas orang dan barang dengan pesawat udara akan terhenti. "Dengan hal itu sangat besar ruginya daerah kita. Aktivitas bisnis dan mobilitas orang ke Kalbar atau sebaliknya terganggu," kata Andreas.
Dampak lebih besar lagi, Andreas melanjutkan, adalah pihak pesaing Indonesia mempunyai alasan untuk kampanye memboikot hasil produksi Indonesia yang dianggap tidak ramah lingkungan.
"Sebagaimana diketahui, sebagian (negara) Eropa melakukan kebijakan ketat untuk produksi turunan CPO dari Indonesia yang dianggap produk yang dihasilkan dengan proses yang tidak ramah lingkungan. Bagi konsumen di negara tertentu, isu lingkungan kini menjadi satu bagian penting dalam membuat keputusan untuk membeli suatu produk," kata Andreas.
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat terdapat 94 titik panas atau hotspot yang tersebar di beberapa kabupaten/kota di Kalimantan Barat pada Rabu, 15 Agustus 2018, akibat kebakaran hutan.
ANTARA