Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Asaki Klaim BMAD Keramik Impor Cina Tidak Bertentangan dengan Aturan WTO

Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) menyebut Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) keramik impor asal Cina sesuai aturan.

13 Juli 2024 | 08.19 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan meninjau produk keramik dan tableware ilegal saat Ekspose Barang Hasil Pengawasan di Surabaya, Jawa Timur, Kamis, 20 Juni 2024. Kemendag akan memusnahkan sebanyak 4.565.598 biji produk keramik dan tableware senilai Rp79.897.965.000 asal Cina karena tidak memiliki Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) dan Nomor Pendaftaran Barang (NPB) SNI. ANTARA FOTO/Rizal Hanafi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) merespon analisis INDEF soal rencana penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) keramik impor asal Cina. Dalam pernyataan resmi, ekonom INDEF menilai rencana tersebut akan merugikan konsumen dan menyalahi aturan World Trade Organization (WTO).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Asaki Edy Suyanto memandang rencana pemerintah mengenakan BMAD sebesar 100,12 persen hingga 199 persen untuk keramik impor sudah tepat. Edy Suyanto mengklaim besaran BMAD tersebut telah melalui kajian yang mendalam dan tidak melanggar ketentuan WTO.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Angka tersebut tentunya bukan turun dari langit, namun telah melalui penyelidikan Komisi Anti Dumping Indonesia (KADI) selama lebih dari 1,5 tahun lamanya," kata Edy saat dihubungi, Jumat, 12 Juli 2024.

Edy mengatakan, Komisi Anti Dumping Indonesia (KADI) berhasil menemukan adanya praktik dumping  atas keramik impor Cina. Menurut Edy, dumping keramik Cina tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Uni Emirat Arab dan India.

"Negara-negara tersebut berhasil membuktikan adanya dumping produk keramik impor Cina. Jadi bukan hanya Indonesia saja yang membuktikan produsen Cina melakukan praktik dumping," kata Edy.

Ia menjelaskan, kapasitas pabrik eksisting di Indonesia tahun 2024  sebesar 623,9 Juta m2, terdiri dari kelompok b1 (porcelain tile) kapasitas  207,9 juta m2 dan kelompok bII/bIII (bodi merah) 416 juta m2. Dari jumlah tersebut, serapan keramik porselen dalam negeri hanya 139,4 juta meter persegi. 

Edy menilai penerapan BMAD keramik impor dari Cina bisa menciptakan persaingan harga yang sehat. Sebab, kata dia, utilitas produksi keramik porcelain dalam negeri, memprihatinkan. Ia mengatakan serapan keramik lokal untuk jenis porcelain hanya 67 persen dari kapasitas produksi.

"Dengan kondisi supply lebih tinggi dibanding demand maka pemberlakuan BMAD akan menciptakan persaingan pasar yang baik, sehat dan kompetitif di antara produsen dalam negeri," katanya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus