Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Derap Digital Sampai ke Amal

Lembaga pengelola zakat mempercepat transformasi digital. Melaju di tengah tertinggalnya peraturan.

8 Mei 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Baznas mendorong digitalisasi di semua lini pengelolaan zakat.

  • Transformasi digital untuk menggenjot kinerja lewat pengembangan pasar baru.

  • Digitalisasi belum disokong penyesuaian regulasi.

NAMANYA memang ATM. Tapi mesin setinggi hampir dua meter di halaman Masjid Agung Baitul Mukminin, Jombang, Jawa Timur, itu bukan anjungan tunai mandiri yang biasa disediakan bank. Singkatan ATM yang tertera di sisi atas alat itu punya kepanjangan lain: anjungan terima mandiri. Barang yang bisa dikeluarkan dari perut alat itu pun bukan duit, melainkan beras. Nama si empunya perkakas jelas terpampang di bawah: Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Jombang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Diluncurkan pada 12 April lalu, sehari menjelang hari pertama Ramadan tahun ini, mesin itu merupakan satu dari empat mesin serupa yang tersebar di Baznas wilayah Jawa Timur. Masyarakat yang berhak menerima zakat (mustahik) dan telah memiliki Kartu ATM Beras dari Baznas bisa mengambil beras yang menjadi hak mereka hanya dengan menempelkan kartu tersebut pada mesin. “Penarikan hanya dilakukan pada Jumat, sebanyak 25 orang. Masing-masing mendapat 5 liter beras per bulan,” kata Ketua Badan Amil Zakat Kabupaten Jombang Didin Achmad Sholahudin, Jumat, 7 Mei lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada tahap awal pengoperasian saat ini, mesin itu memang baru disiapkan untuk melayani 100 penerima zakat per bulan. Didin berharap bisa menambahnya hingga sepuluh kali lipat atau 1.000 penerima zakat pada akhir tahun nanti. “Kalau sudah sampai angka 1.000 penerima manfaat, penarikan akan diatur 250 orang per minggu, atau 50 orang per hari,” ujarnya.

Keberadaan mesin ini menjadi solusi bagi Baznas Jombang untuk meningkatkan pendistribusian zakat kepada mustahik. Kini penyaluran kepada masyarakat duafa akan dilakoni lewat ATM beras. Selama ini kantor Baznas Jombang, yang bermarkas tak jauh di sisi selatan kompleks Masjid Agung Baitul Mukminin, mendistribusikan sedikitnya 5 ton beras setiap bulan kepada masyarakat penerima, termasuk kepada pondok tahfiz Al-Quran dan panti asuhan yang tersebar di 21 kecamatan di Jombang.

Relawan Baznas membantu warga membayar zakat fitrah secara daring di tenda zakat di Malang, Jawa Timur. ANTARA/Ari Bowo Sucipto

Baznas, lembaga pemerintah nonstruktural dalam pengelolaan zakat nasional, menjadikan ATM beras sebagai bagian dari transformasi digital di lini pendistribusian zakat. Dulu pendistribusian zakat dilakukan dengan memberikan uang tunai atau beras kepada mustahik. “Sekarang lebih dari itu,” ucap Direktur Utama Baznas Mohamad Arifin Purwakananta, Selasa, 4 Mei lalu. “Tinggal datang ke ATM beras, tap kartu, dan beras akan keluar.”

Mesin yang ada sekarang, Arifin menjelaskan, merupakan hasil pengembangan mesin tarik beras mandiri yang pertama kali diuji coba di Jakarta empat tahun lalu. Kala itu, pada 2017, sepuluh mesin ditempatkan di masjid-masjid di wilayah Jakarta-Bogor-Tangerang-Depok-Bekasi dan kantor unit pelayanan Baznas di Jalan Kebon Sirih, Jakarta. “Teman-teman dari Institut Teknologi Bandung terus memperbaiki sistemnya sehingga makin baik,” tutur Arifin.

Setiap unit ATM beras berkapasitas 230 liter beras, dapat memenuhi kebutuhan 120 keluarga terverifikasi. Baznas akan mengisi ulang mesin otomatis itu setidaknya delapan kali per bulan. Arifin bertekad terus memperluas pengoperasian ATM beras ke seluruh jaringan Baznas yang total memiliki hampir 500 kantor di seluruh Indonesia. “Kami akan terus mengembangkan teknologi untuk penyaluran.”

•••

TRANSFORMASI digital pengelolaan zakat kembali didengungkan dalam Rapat Koordinasi Nasional Zakat 2021 pada 4-6 April lalu. Digelar di Hotel Grand Mercure, Jakarta, persamuhan yang diikuti pimpinan Badan Amil Zakat Nasional tingkat pusat dan provinsi itu juga menjadikan digitalisasi sebagai satu dari 12 butir resolusi rapat. Transformasi digital yang dimaksudkan mencakup aspek pengumpulan, penyaluran, dan pelaporan zakat.

Digitalisasi dianggap menjadi salah satu strategi untuk mengatasi tantangan yang dihadapi Baznas saat ini. Dalam bahasa Wakil Presiden Ma’ruf Amin ketika membuka rapat koordinasi tersebut: digitalisasi tak hanya membuat muzaki alias pembayar zakat lebih mudah menunaikan kewajiban, tapi juga bertujuan meningkatkan literasi zakat di kalangan muda dan generasi milenial. “Mengingat indeks literasi zakat nasional pada 2020 masih di tingkat moderat, yaitu 66,78 persen,” kata Ma’ruf Amin secara virtual dari rumah dinas Wakil Presiden di Jakarta Pusat, 5 April lalu.

Baznas sebenarnya telah memulai digitalisasi pada 2016. Lima tahun terakhir, beragam terobosan digulirkan untuk memperkuat infrastruktur teknologi. Baznas antara lain telah mengaplikasikan Sistem Informasi Baznas dalam pelaporan zakat nasional. Basis Data Terpadu Mustahik Baznas juga telah disusun sebagai database pembayar zakat lewat pencatatan Nomor Induk Mustahik. Pada 2020, Baznas pun mulai menerapkan komponen dasar blockchain yang kelak diharapkan mampu melacak transaksi penerimaan dan penggunaan dana zakat secara lengkap setiap saat.

Mohamad Arifin Purwakananta mengatakan, untuk meningkatkan kemudahan penghimpunan zakat, lembaganya telah mengaplikasikan pembayaran berbasis Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dari Bank Indonesia. Untuk tujuan yang sama, Baznas bekerja sama dengan berbagai platform ekonomi digital.

Peresmian ATM beras Baznas Kabupaten Jombang oleh Bupati Jombang Mundjidah Wahab, di halaman depan Masjid Agung Baitul Mukminin Jombang, 12 April lalu. Foto: baznasjombang.id

Namun Arifin mengakui transformasi digitalisasi pengelolaan zakat belum merata. Proses digitalisasi sejauh ini baru berhasil di kantor pusat Baznas dan jaringan di sejumlah kota besar.

Sementara itu, pengembangan digitalisasi zakat di sejumlah daerah berjalan sesuai dengan penguasaan teknologi masing-masing. “Sekitar sepertiga dari 500-an jaringan Baznas baru mulai menyiapkan diri untuk masuk ke digital. Terutama di daerah timur,” ujar Arifin. Dia memperkirakan dibutuhkan waktu sekitar lima tahun lagi untuk memeratakan penguasaan digital di seluruh jaringan Baznas.

Dalam urusan penghimpunan dana, Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Fitria Irmi Triswati turut mendorong pembayaran zakat lewat kanal digital. Peluangnya cukup besar, terutama di masa pandemi Covid-19. BI mencatat, sepanjang 2020, transaksi zakat, infak, dan sedekah lewat layanan pembayaran elektronik tumbuh 26,1 persen. “Tren pembayaran zakat adalah menggunakan platform digital. Ini dimanfaatkan oleh milenial,” kata Fitria dalam webinar, Kamis, 22 April lalu.

Menurut Fitria, sistem digital tak hanya membuat transaksi lebih cepat, tapi juga memudahkan pencatatan sehingga transparansi pengelolaan zakat ikut meningkat. Penggunaan kanal-kanal pembayaran digital juga mengurangi risiko pencurian uang dan masuknya uang palsu. QRIS saat ini bisa dimanfaatkan untuk mengubah kotak amal di rumah ibadah menjadi kotak amal digital.

Hasil studi Pusat Kajian Ekonomi Syariah Universitas Indonesia (PKES-UI) tentang pembayaran zakat digital menunjukkan keberadaan infrastruktur atau fasilitas berdampak positif terhadap niat masyarakat membayar zakat. “Banyaknya alternatif sistem pembayaran, dari transfer bank, platform crowdfunding, hingga e-commerce, mempengaruhi perilaku individu dalam berzakat,” ucap Rahmatina Awaliah Kasri, peneliti PKES-UI.

•••

DIGITALISASI pembayaran zakat juga terasa di Nucare.id, situs resmi hasil rebranding Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah Nahdlatul Ulama (LAZISNU). Begitu pula Lazismu.org, situs lembaga zakat nasional yang didirikan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Kedua portal itu memajang berbagai logo dompet pembayaran elektronik, seperti GoPay, LinkAja, OVO, DANA, Simobi, dan Go Mobile.

Direktur Pengurus Pusat NU Care-LAZISNU Abdur Rouf mengatakan lembaganya telah menyiapkan infrastruktur digital untuk mengoptimalkan pengumpulan zakat, infak, dan sedekah sejak akhir 2017. Platform digital dibangun di lingkup internal dan eksternal lembaga. “Di internal, kami membangun infrastruktur ekosistem digital dengan crowdfunding Nucare.id. Kemudian cabang di daerah membuat subdomain-nya,” ujar Rouf, Rabu, 5 Mei lalu.

Adapun platform digital eksternal dikembangkan lewat kerja sama dengan hampir semua marketplacee-commerce, dan dompet digital. “Untuk konteks yang spesifik seperti zakat fitrah, e-commerce Tokopedia perolehannya lebih banyak dibanding kanal-kanal lain,” tutur Rouf.

Direktur Utama Lazismu Sabeth Abilawa mengatakan lembaganya mencanangkan 2021 sebagai tahun transformasi digitalisasi filantropi. “Tren ke depan, dunia kedermawanan akan makin akrab dengan platform digital, terutama di pembayaran,” ujarnya.

Sepanjang Januari-April 2021, Lazismu mencatat 42 persen muzaki membayar zakat, infak, dan sedekah menggunakan platform digital. Kontribusi kanal pembayaran digital tersebut jauh meningkat dibanding tahun lalu, ketika sekitar 70 persen donasi yang diterima Lazismu masih berasal dari pembayaran konvensional.



Peningkatan respons publik terhadap fitur donasi dan zakat digital terlihat jelas dalam layanan GoPay. Managing Director PT Dompet Anak Bangsa (GoPay) Budi Gandasoebrata mengungkapkan, jumlah transaksi GoPay untuk donasi zakat melalui fitur GoTagihan pada 2020 meningkat hampir tiga kali lipat dari tahun sebelumnya.

Lima tahun terakhir, Budi menambahkan, ekosistem donasi di Indonesia kian berkembang. Berdasarkan laporan hasil riset, rata-rata kenaikan nilai per donasi digital sebesar 72 persen selama masa pandemi Covid-19. Sepanjang tahun lalu, GoPay mencatat transaksi donasi menggunakan dompet digital itu mencapai Rp 136 miliar. Perolehan itu menjadikan GoPay sebagai penerima Baznas Award kategori Mitra Pengumpulan Zakat melalui Financial Technology Terbaik pada Desember 2020. Penghargaan ini merupakan yang kedua diterima GoPay secara berturut-turut.

Kolaborasi GoPay dengan berbagai masjid dan lembaga amil zakat untuk pengumpulan donasi, termasuk zakat digital, melalui kode respons cepat (QR) dimulai pada Ramadan 2018. Kemitraan ini dilanjutkan dengan peluncuran fitur zakat di GoTagihan dalam aplikasi Gojek pada November 2019 oleh GoPay bersama Baznas.

Saat ini GoPay telah bekerja sama dengan berbagai lembaga amil zakat untuk pembayaran zakat di GoTagihan. Anak usaha PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek) ini juga bermitra dengan lebih dari 1.000 yayasan dan rumah ibadah untuk memudahkan masyarakat berdonasi secara digital lewat GoPay.

Bersama GoPay, OVO mendapat anugerah Mitra Pengumpulan Zakat melalui Financial Technology Terbaik dalam Baznas Award 2020. “Ini merupakan pengakuan atas upaya sepanjang tahun mendukung masyarakat dalam membayar zakat atau berdonasi secara digital, termasuk penyediaan QR code zakat,” ucap juru bicara OVO, Harumi. Ramadan tahun ini, aplikasi yang dikembangkan PT Visionet Internasional ini juga meluncurkan program donasi khusus berupa penggunaan OVO Point untuk donasi dan zakat.

Abdur Rouf menyambut baik peran platform digital dalam pengoptimalan pengumpulan zakat. Masalahnya, menurut dia, masih ada ganjalan dari sisi regulasi. Ia menjelaskan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik belum mengatur zakat, infak, dan sedekah. Adapun Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat belum mengatur keberadaan platform digital.

Persoalan itu, Rouf mengungkapkan, sempat disinggung dalam kelompok diskusi terarah (focus group discussion) di Kementerian Agama, April lalu. Diskusi itu membahas rancangan peraturan Menteri Agama sebagai aturan turunan Undang-Undang Pengelolaan Zakat dan peraturan pemerintah yang mengatur persentase fee platform digital dalam pengumpulan dana zakat.

Rouf mengatakan sejumlah platform digital saat ini menetapkan komisi 5 persen untuk biaya operasional. “Sampai hari ini belum diatur. Setiap lembaga berbeda karena tidak ada acuan,” ujarnya.

Ia menambahkan, sektor filantropi hingga kini juga dinaungi oleh dua kementerian, yakni Kementerian Agama dengan landasan Undang-Undang Pengelolaan Zakat serta Kementerian Sosial yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang. Selama ini urusan izin pemanfaatan platform digital berada di Kementerian Sosial. Mereka menghimpun dana untuk zakat, infak, dan sedekah dengan memasukkannya ke kategori donasi. Skema ini berbeda dengan perizinan lembaga amil zakat (LAZ) Kementerian Agama. “Dua kementerian itu seharusnya duduk bersama untuk mengatur platform digital crowdfunding,” kata Rouf.

Namun Kementerian Agama tak menyoal hal tersebut. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin menilai GoPay, OVO, dan platform digital lain hanya sebagai perantara. “Ujungnya ada di Baznas atau LAZ sebagai amil,” tuturnya.

Sabeth Abilawa berpendapat, legalitas platform digital dalam konteks pengumpulan dana zakat bisa diatasi dengan mengaitkannya sebagai mitra pengumpul zakat dari lembaga amil zakat yang sudah ada. Opsi lain, dia menambahkan, merevisi secara mendasar Undang-Undang Pengelolaan Zakat untuk mengakomodasi perkembangan zaman dan tren filantropi ke depan.

RETNO SULISTYOWATI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus