UKURAN kedewasaan suatu perusahaan adalah ketika ia tidak lagi hidup di bawah proteksi Pemerintah. Di samping itu ia juga mampu bersaing di pasarbebas. Melalui deregulasi sektor riil Paket 6 Juli 1992, Pemerintah seperti mengkondisikan PT Krakatau Steel untuk mandiri dan mampu bersaing. Tuntutanitu mutlak karena adalah mustahil jika sebuah perusahaan berskala besar menggantungkan nasibnya terusmenerus pada perlindungan tarif maupun nontarif. Apalagi pada era globalisasi sekarang. Indonesia dituntut membuka diri lebih lebar supaya produk-produknya pun bisa diterima di banyak negara. Kendati tidak eksplisit menyebut nama Krakatau Steel, orang mengetahui apa yang dimaksud Menko Ekuin Radius Prawiro ketika ia menegaskan, "Baja sudah dibebaskan, takada lagi tata niaga." Radius mengumumkan secara tak langsung bahwa monopoli baja, yang selama ini digenggam Krakatau Steel, sudah tidak berlaku lagi. Kini segala jenis baja boleh diimpor langsung oleh importir produsen tak lagi melalui Krakatau Steel dan tak perlu membayar fee. Tapi agar tidak terlalu menyaingi produk lokal, segala baja impor tersebut dikenai tarif bea masuk 10% dan bea masuk tambahan 10%. Sebagai antisipasi, Krakatau Steel lalu mulai mengatur harga produknya. Sebelum Paket Juli 92, lembaran baja canai panas dari Krakatau Steel harganya US# 450 per ton. Sekarang harga itu diturunkan menjadi US# 376 per ton. Kalau dibandingkan dengan produk sejenis yang impor US# 360 (C & F) plus 20% pajak produk Krakatau Steel masih bisa bersaing. Tapi sungguh aneh ketika Direktur Utama Krakatau Steel Tungky Ariwibowo mengungkapkan bahwa harga baru yang lebih rendah itu masih tetap di atas ongkos produksi. Berarti, sebelum deregulasi, Krakatau Steel menikmatikelebihan keuntungan populer disebut sebagai rente ekonomi hampir US# 80 untuk setiap ton baja canai panas yang dihasilkannya. "Itulah keuntungan kami," kata Tungky tanpa menyembunyikan rasa senangnya. Kesempatan meraup untung besar itu dimanfaatkan benar karena, menurut Tungky, Krakatau Steel harus mengumpulkan dana untuk perluasan pabrik dan meningkatkankapasitas dari 1,5 juta ton per tahun menjadi 2,5 juta ton. Dana yang dibutuhkan US# 750 juta dan Krakatau Steel setidaknya harus memiliki ekuiti US# 250 juta. Tungky tidak menjelaskan apakah ekuiti tersebut sudah terkumpul sehingga pihaknya kemudian rela melepaskan tata niaga baja canai panas. Baja jenis ini merupakan item terakhir yang dilepaskan dari keharusan impor atau membeli lewat Krakatau Steel. Paket Juni 1991 belum menyentuhnya. Deregulasi tahun lalu itu hanya melepaskan dua dari tiga jenis baja impor yang penting, yaitubaja lembaran canai dingin dan baja lembaran lapis timah. Setelah baja lepas sama sekali dari tata niaga (monopoli), para industriwan pemakai baja agaknya sedikit bisa bernapas lega dan mengatur strategi daganglebih baik kendati harus menghadapi tarif bea masuk 20%. Paling tidak, seperti dikatakan Presiden Direktur Indomobil Subronto Laras, "Sekarang lebih terbukapilihannya, tidak melulu melalui Krakatau Steel." Komentar senada diucapkan Direktur Utama Toyota Astra Motor Rudianto Harjanto. Agar sampai ke tahap pembebasan tata niaga baja rupanya diperlukan perjalanan cukup panjang, terhitung sejak Krakatau Steel memperoleh hak mengendalikanimpor melalui Keppres No. 36/1979. Tahun 1984, berdasarkan SK Menteri Perdagangan, ada 172 pos tarif yang dikendalikan oleh Krakatau Steel. Instrumen tarif barier ini tahun 1986 disederhanakan lagi, melalui SK Menteri Perdagangan, menjadi 100 pos tarif. Lalu pada tahun 1988 tinggal 26 pos. Jumlah pos tarif naik lagi menjadi 90 pada tahun 1990 karena berdasarkan harmonize system (kode barang internasional) sejumlah produk dirinci lagi.Terakhir, melalui Paket Juni 1991, pos tarif yang dikendalikan Krakatau Steel tinggal 32. Selama ini Tungky mengaku memanfaatkan proteksi dengan baik. Hasilnya, tahun 1985 Krakatau Steel sudah mulai mengekspor produksinya dan berani bersaing dipasar internasional. Dan sekarang nilai penjualan sudah mencapai Rp 1,65 trilyun (per Desember 1991), 20% di antaranya diperoleh dari ekspor. Setelah tak menguasai tata niaga sama sekali alias tak dilindungi lagi, Krakatau Steel memang harus bersaing ketat dengan baja impor. Terutama dalam kualitas dan ketepatan waktu pengiriman. Para langganannya terdiri dari pelbagai industriwan yang bergerak di bidang industri alat rumah tangga, otomotif, sampai pabrik pipa mengeluh berkepanjangan perihal Krakatau Steelyang sering ingkar janji. Alasan Tungky ialah: keterlambatan itu karena pabrik yang dipimpinnya hanya memiliki sebuah mill, belum sekelas pabrik-pabrik sejenis di Jepang ataupun Korea. Dalam soal kualitas, sebagian produk Krakatau Steel belum bisa bersaing sepenuhnya dengan produk impor. Misalnya untuk badan mobil, yang hampir 100% menggunakan baja. Menurut kalangan industriwan mobil, kalau menggunakan baja Krakatau Steel untuk bagian luar mobil, permukaannya kelihatan bergelembung. Untuk bagian itu, mereka mau tak mau harus mengimpor. Tapi, janganlah anda merasa senang dulu, wahai para konsumen baja. Soalnya, paket Juli ini bukanlah jaminan bagi anda untuk bisa mengimpor seenak perut.Menurut Tungky, jika harga baja impor menukik tajam (bisa karena dumping atau kelebihan produksi), maka Krakatau akan segera mengusulkan agar pemerintahkembali menaikkan bea masuk tambahan. Wah, proteksi lagi dong. Mohamad Cholid dan Dwi S Irawanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini