Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mesin bekas untuk siapa?

Impor mesin bekas tidak otomatis membuka peluang bagi pengusaha lokal. fasilitas itu lebih membuka jalan untuk relokasi industri asing.

18 Juli 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA bankir kini dituntut untuk ekstrawaspada. Setidaknya setelah Paket Deregulasi Juli 1992 diluncurkan dua pekan lalu, yang isinya antara lainmemperlonggar tata cara impor mesin-mesin bekas. Beberapa pengamat memperkirakan bahwa peluang ini akan dimanfaatkan oleh para pengusaha nakal. Mereka diduga akan menaikkan harga mesin yang mereka impor. Perilaku nekad seperti itu, bukanlah hal baru di Indonesia. Pernah terjadi, sekitar tahun 1985 satu perusahaan kayu lapis di Indonesia Bagian Timur hanyaberoperasi enam bulan. Setelah itu pengusaha tersebut menyatakan diri bangkrut. Ini sengaja dilakukan, karena dengan status pailit perusahaan tak lagi wajib membayar utang-utangnya kepada bank. Dan bank yang menyandang dana, terpaksaharus menelan pil pahit. Ketika penyitaan dilakukan, terbukti pabrik tersebut menggunakan mesin-mesin bekas. Akibatnya, nilai jaminan yang diambil bank jauhlebih rendah ketimbang piutang yang diberikan. Di pihak lain, beberapa pengamat memperhitungkan, deregulasi impor mesin bekas akan berdampak pada penggelapan pajak. Caranya tak beda jauh dengancontoh kasus di atas, yakni dengan menggelembungkan harga beli. Kiat yang terlalu biasa ini memungkinkan si pengusaha memperoleh "kelebihan uang" dari pinjaman yang disalurkan bank. Di pihak lain, juga bisa mengurangi kewajiban pajak yang harus dibayarnya. Sebab, dengan harga mesin yang ditinggikan, otomatis depresiasinya pun tinggi.Kalau sudah begitu, pajak yang dibayar menjadi lebih rendah dari yang semestinya. Namun, Pemerintah tidak melihatnya begitu. Menurut Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kamarul Zaman Algamar, Pemerintah sejak jauh-jauh hari telah memikirkanalat penangkal agar segala penyelewengan tidak sampai terjadi. Dalam Paket Juli jelas-jelas ditekankan bahwa yang dimaksudkan dengan mesin-mesin bekas bukanlah besi tua alias scrap. "Syarat itu sengaja ditetapkan Pemerintah untuk membantu bank-bank agar jangan sampai terjadi penyelewengan," ungkap Algamar. Kalau syarat itu takada, pengusaha bisa dengan tenang menyatakan diri pailit. "Lantas kepada bank tempat dia berutang ia akan dengan enteng bilang, kalau mau disita, silakanambil," lanjut Dirjen. Selain itu, mesinmesin bekas yang diimpor harus dilengkapi dengan certificate of inspection. Menurut Algamar, dengan sertifikat tersebut kelayakan mesinsecara terinci bisa diketahui. Dan satu hal lain yang perlu dicatat, pada dasarnya impor mesin bekas ini bukanlah hal baru. Ini diakui Algamar. Kelebihan utama dari deregulasi Juliialah mempersingkat prosedur. "Untuk mengimpor mesin bekas, pengusaha tak perlu lagi memakai berbagai rekomendasi yang pengurusannya makan waktu berbulan-bulan," kata Algamar memastikan. Pabrik Sepatu Bata, contohnya. Menurut pengawas bagian impor PT Sepatu Bata, untuk memasukkan mesin bekas butuh waktu enam bulan. Mula-mula pengusaha harusmengurus izin prinsip ke Departemen Perindustrian. Ini saja makan waktu dua bulan. Setelah itu, mengurus berbagai izin (seperti dari Departemen Perdagangan dan Sucofindo) yang totalnya empat bulan. Berkat Deregulasi Juli '92, izin-izin itu tak lagi dibutuhkan. Satu-satunya izin yang diminta adalah izin dari Kepala Kantor Departemen Perdagangan setempat. Kalau tidak, pengusaha cukup meminta salah satu BUMN agar melakukan impor baginya. Tinggal pilih, Kerta Niaga, Dharma Niaga, Pantja Niaga, atau PT Mega Eltra. Bagi Bata, mesin bekas memang penting. Mesin pemotong otomatis yang dipesannya, kini tengah dalam perjalanan dari Inggris. Mesin itu kondisinya 80%, dan untuk itu Bata cukup mengeluarkan 60.000 poundsterling. Padahal,harga mesin baru tak kurang dari 90.000 pound. Para produsen sepatu di Bandung dan Surabaya juga sangat antusias menyambut pelonggaran impor mesin bekas ini. Menurut Dahyudin, produsen eksportir sepatumerek Actor, kemudahan tersebut akan mendorong pengusaha untuk segera melengkapi alat-alat produksinya. Ini penting, sebab jika ada konsumen dariluar negeri, biasanya mereka melihat dulu keadaan pabrik milik produsen. "Kalau alat-alat produksi kami tidak meyakinkan, biasanya mereka membatalkan pesanan," katanya. Namun, mungkinkah peraturan ini membunuh perusahaan yang sudah ada dan berhasil? Tentang ini, Dirjen Algamar berkomentar, "Itu urusan masing-masing. Dulu juga kansudah boleh impor, kenapa tidak memakai mesin bekas saja," katanya. Sebagian pengusaha menyuarakan pendapat yang sama. Zain Masyhur, Direktur Pemasaran Grup Djajanti, mengemukakan bahwa aturan impor ini tak ada pengaruhnya terhadap industri kayu lapis. "Jangankan impor mesin bekas, yang sudah ada saja banyak tak berproduksi penuh, karena pasar tak menunjang,"katanya. Suara yang agak lain dikemukakan oleh Anthony Charles Sunarjo, Dirut PT Kenrose yang memproduksi obat. Katanya, kemudahan impor mesin bekas tak akan mendorong berdirinya pabrik obat yang baru. Karena, bisnis obat kini tak didukung pasar. "Masuk ke pasar obat itu bukan perkara ringan lo. Sangat berat," ujarnya. Dan ternyata bukan pengusaha lokal, tapi investor asinglah yang "dibidik" Pemerintah dengan memberlakukan kemudahan impor mesin bekas. Pemerintah mengharapkan pengusaha dari Taiwan, Hong Kong, dan Singapura yang memindahkan pabriknya ke Indonesia. Perhitungannya, biaya produksi di Indonesia (seperti upah buruh dan bahan baku) jauh lebih rendah ketimbang di negaranya. Budi Kusumah, Iwan Qodar, Siti Nurbaiti, dan Ida Farida

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus