Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tetap ekonomi biaya tinggi?

Deregulasi investasi kembali diluncurkan. dan di sana-sini proteksi masih bertahan. apa kata bank dunia?

18 Juli 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DAFTAR Larangan Investasi yang diturunkan dalam Keputusan Presiden No. 32 Tanggal 6 Juli Tahun 1992 sudah tidak lagi mencantumkan sektor bisnis canai dingin. Berarti, para investor baru dipersilakan masuk ke sektor industri ini. Secara umum, Paket Deregulasi 6 Juli 1992 telah membuka peluang investasi di bidang industri vaksin antraks dan penyakit mulut & kuku, industri korek api,serta industri sigaret kretek. Selain itu, industri komponen bumbu masak, yang semula dicadangkan hanya untuk pengusaha kecil, rupanya sudah dilepas. Tapipembuatan kerupuk dan emping tak boleh lagi dilakukan oleh industri besar berpatungan dengan pengusaha kecil dan menengah. Dalam daftar lampiran paket deregulasi itu terlihat pula dua larangan baru. Industri sigaret putih mesin kini tertutup untuk seluruh penanaman modal, kecuali bila 100% produksinya untuk ekspor. Yang kedua adalah larangan pendirian perusahaan baru di bidang jasa kontraktor pembalakan hutan. Sementara itu, berbagai proteksi kepada sejumlah perusahaan yang bergerak dalam industri susu, minyak goreng, black board, kayu lapis, barang setengahjadi rotan dan barang jadi rotan, alat berat, mobil truk dan jip, sampai dengan pesawat terbang, tetap ada. Dewasa ini Pemerintah belum membuka peluang baru di bidang itu. Boleh saja, memang, investor baru terjun ke industri sedan, membuka pabrik tepung terigu, atau pabrik obat, asal saja 65% dari produknya dijual di pasar luar negeri. Jadi, terkesan bahwa Pemerintah masih ingin memanjakan perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor tersebut. Padahal, penilaian Bank Dunia, daya saing serta produktivitas ekonomi Indonesia masih perlu ditingkatkan. Ada tiga kunci utama yang dihadapiPemerintah. Pertama, perlunya pemangkasan rezim insentif dan perizinan investasi. Kedua, ciptakan pasar yang lebih fleksibel. Ketiga, fungsikan pasar terutama melalui kerangka undang-undang perdagangan yang wajar. Sebagian dari anjuran Bank Dunia tampaknya sudah diperhatikan Pemerintah. Untuk urusan izin lokasi, misalnya, calon investor cukup berurusan dengan pemerintah daerah. Soal penunjukan lokasi tadinya harus diurus mulai dari tingkat pemda sampai Menteri Dalam Negeri dan Kepala BPN Pusat. Namun sekarang izin lokasi cukup diurus di pemda (lokasi oleh gubernur, HGU oleh kepala BPN setempat, dan IMB serta UUG/HO dari bupati). Sambutan terhadap paket deregulasi ini belum marak benar. "Para investor Jepang tentu gembira. Tapi kami masih akan mempelajarinya," kata Jiichiro Fujiwara, Presiden Direktur Jetro (Japan External Trade Organization). Banyak pakar memperoleh kesan bahwa Paket Deregulasi 6 Juli ini dirasakan masih tanggung. Dr. Sjahrir, pengamat dari Yayasan Padi & Kapas, menunjuk ketentuan tentang pemilikan tanah. Hak guna usaha (HGU) untuk pengusahaditetapkan 30 tahun, kemudian bisa diperpanjang 20 tahun, dan diperpanjang lagi 30 tahun. "Kenapa tidak sekaligus saja 80 tahun?" tanya Sjahrir. Perusahaan modal asing juga tidak boleh memegang HGU. "Tapi kan sekarang PMA bisa 100%. Misalnya proyek olefin Chandra Asri. Bukankah kedua kebijaksanaanini bertentangan?" tambah Sjahrir. Iklim investasi tentu bisa dibikin lebih sejuk. Caranya, menurut Bank Dunia, ketentuan kaitan ekspor dan pemakaian local content perlu diperlonggar, permudah pemberian pemakaian hak tanah, kurangi regulasi di tingkat daerah, dan tinjau kembali bea masuk barang-barang modal. Bank Dunia menilai bahwa kebijaksanaan investasi yang dikaitkan dengan ekspor sudah cukup berhasil. Buktinya, investasi untuk tujuan ekspor yang baru berkisar 38% tahun 1986, tahun 1991 telah mencapai 70%. Nilai ekspornya dalam investasi PMDN pada periode yang sama sudah naik dari US# 117 juta menjadi US# 8,9 milyar. Sedangkan nilai ekspor yang ditargetkan dari investasi PMA pada tahun 1986 cuma US# 266 juta, tapi tahun lalu melesat menjadi US# 3,2 milyar. "Sepanjang Indonesia tetap stabil, kebijaksanaan pemerintah jelas serta bisa ditangkap arahnya, dan kekurangan sarana pokok (listrik dan telekomunikasi)bisa diatasi, investasi asing akan terus berdatangan ke Indonesia," kata Bank Dunia. Juga sudah waktunya Indonesia meniru langkah negara-negara industri baru(Korea, Taiwan, Hong Kong, dan Singapura), untuk masuk ke industri yang lebih canggih. Tahap pertama dengan membuka kesempatan pada para pengusaha untukbelajar, yakni melalui kerja sama dengan investor asing dan pelatihan. Anwar Nasution, pengamat ekonomi dari FEUI, berpendapat bahwa Pemerintah jangan terlalu memaksakan BUMN. Ia membandingkan PT Sarinah dengan PT SarinahJaya. Kendati Sarinah memiliki gedung megah dan strategis, toh turis lebih banyak ke Sarinah Jaya. Anwar lalu menegaskan satu hal, bahwa penyakit ekonomikita masih tetap yang itu itu juga, yakni ekonomi biaya tinggi. Max Wangkar, Ardian Taufik Gesuri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus