SJAMSUL Nursalim sedang mengejar dolar. Bos Gadjah Tunggal itu berharap ban bikinan pabriknya tahun ini akan menggelindingkan dolar sekitar US$ 16 juta dari hasil ekspornya -- atau tiga kali lipat dari tahun sebelumnya. Dari devisa sebesar itu sebagian diharapkan akan masuk dari hasil ekspor ban sepeda. "Ekspornya akan kami mulai September mendatang," katanya. Tapi jangan kaget. Pabrik ban sepeda yang diharapkan akan memberikan tambahan dolar itu kini masih berada di sebuah kota di Amerika. Bulan depan, pengapalan pabrik ban sepeda terakhir di Amerika itu segera dilakukan sesudah SGS selesai melakukan pemeriksaan untuk menentukan nilai dan menetapkan bea masuknya. Fondasi untuk pabrik ban itu kini sedang ditegakkan di dalam kompleks pabrik Gadjah Tunggal di Tangerang. Investasi untuk membeli pabrik bekas itu antara US$ 5 juta dan US$ 6 juta -- termasuk kebutuhan modal kerjanya. Kapasitas terpasang pabrik itu 30 ribu ban sehari. Ban sepeda yang dihasilkan dari situ seluruhnya akan diekspor ke Amerika. Tahun ini (September-Desember) ekspornya baru akan satu juta buah -- dan tahun depan lima juta buah. "Kami harapkan dalam dua atau tiga tahun mendatang, kami bisa mengambil 10% pasar ban sepeda internasional," kata Sjamsul Nursalim. Saingan terberat Gadjah Tunggal di pasar internasional, tentu saja, penghasil ban sepeda dari Taiwan, yang menguasai sekitar 60% pasar ban sepeda dunia. Selain sebagai penghasilan sepeda, bersama Korea Selatan, Taiwan juga dikenal sebagai eksportir ban sepeda motor dan ban mobil. Pasar terbesar kedua negeri itu berada di Amerika, yang tiap tahun mengimpor US$ 120 juta ban sepeda motor dan US$ 100 juta ban mobil. Ada dugaan kebutuhan impor ban dari Amerika akan melonjak. Bahkan Jepang, besar kemungkinan, akan mendatangkan ban impor lebih banyak lagi -- karena menguatnya yen menyebabkan harga ban lokal makin mahal. Kondisi itu, demikian Syamsul, merupakan kesempatan bagus bagi produsen ban Indonesia untuk memasuki pasar ekspor dalam satu atau dua tahun ini. "Pembeli di luar negeri sedang mencari substitusi," kata Sjamsul. "Asal harganya cocok, mereka mau menerima produk baru." E.H.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini