Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Bank Indonesia Jelaskan Alur Penguatan Rupiah

Pelemahan rupiah yang terus terjadi mau tak mau membuat regulator harus mengupayakan berbagai cara intervensi, baik jangka pendek maupun panjang.

9 Mei 2018 | 13.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara. TEMPO/Seto Wardhana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Pelemahan rupiah yang terus terjadi mau tak mau membuat regulator harus mengupayakan berbagai cara intervensi, baik jangka pendek maupun panjang. Berikut ini petikan wawancara dengan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara, di Yogyakarta, Selasa, 8 Mei 2018. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagaimana BI menyikapi pelemahan rupiah?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ini diawali dengan AS sebagai penyedia likuiditas dolar di dunia, di mana perdagangan dan investasi kita masih didominasi oleh kurs mereka. Suka tidak suka situasinya masih seperti itu. Kami sudah berusaha lakukan diversifikasi, dengan local currency settlement, kerja sama dengan Thailand dan Malaysia. Tapi ini bicara jangka panjang, karena tidak mudah mengubah perilaku dunia usaha yang sudah terbiasa gunakan dolar untuk ekspor-impor.

Prediksi BI terhadap kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat?

Amerika Serikat sudah mulai menaikkan suku bunga ke arah yang normal, sejak tren suku bunga rendah mereka di 2015 itu 0,25 persen. Itu bukan bunga yang normal, karena yang normal itu nilainya berada sedikit di atas inflasi. Kalau inflasi AS 2 persen, kemungkinan kenaikannya menuju 3 persen, dari posisi saat ini 1,75 persen. Tahun ini kami prediksi dinaikkan tiga kali, tapi ada kemungkinan juga jadi empat kali.

Dengan kondisi itu, apa yang harus kita lakukan?

Sumber pembiayaan dalam negeri kita itu tidak cukup. Jadi, untuk membiayai perekonomian, kita butuh dana dari luar negeri. Konsekuensinya kita butuh impor, utang, dan bayar dividen, semuanya dalam bentuk valas. Nah, valas datangnya dari mana, ya, dari ekspor, pariwisata, dan dari tenaga kerja di luar negeri. Maka utamanya yang didorong pemerintah adalah kembangkan ekspor dan pariwisata, we are on the right track.

Apakah rupiah bisa terbantu dengan upaya tersebut?

Kita lihat saja, negara yang ketahanan kursnya kuat adalah negara yang neraca ekspor-impornya surplus. Kita kan sekarang masih defisit sekitar 1,7 persen dari PDB. Tidak apa-apa, kita coba kendalikan dan dorong di bawah 3 persen. Negara yang neracanya surplus, kursnya di saat seperti ini justru terapresiasi, seperti Malaysia, Singapura, Jepang, dan Cina.

Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus