Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bos Bapanas Bantah MinyaKita Mahal karena Harga CPO Naik: Kita Bicara DMO

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi membantah harga MinyaKita masih melambung lantaran harga minyak mentah (CPO) dunia naik.

9 Desember 2024 | 16.59 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi membantah harga MinyaKita masih melambung lantaran harga minyak mentah (CPO) dunia naik. Menurut dia, bahan baku MinyaKita berasal dari pemenuhan kebutuhan domestik (DMO) produsen minyak sawit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kita bicaranya kan ini DMO. Jadi kita enggak bicara yang lain-lain,” kata Arief kepada wartawan di Grha Mandiri, Jakarta, Senin, 9 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arief menjelaskan, perusahaan-perusahaan minyak sawit yang mengantongi Persetujuan Ekspor (PE) berkewajiban menyisihkan sejumlah produksinya untuk dalam negeri. DMO itu kemudian yang diproduksi menjadi MinyaKita.

Sebelumnya, Direktor Godrej International Ltd, Dorab Mistry, memperkirakan harga CPO pada bursa Malaysia bakal naik mencapai RM 5.000 hingga bulan Juni 2025.

“Saya pikir, harga ini masih bisa menembus harga tertinggi. Oleh karena itu, kita harus bersiap-siap untuk harga yang lebih tinggi,” ujarnya dalam acara 20th Indonesian Palm Oil Conference and 2025 Price Outlook (IPOC 2024), Jumat, 8 November 2024, di Nusa Dua, Bali.

Dorab mengatakan, kenaikan harga CPO ini terjadi seiring dengan meningkatnya permintaan dari industri biofuel serta menurunnya produktivitas CPO di Indonesia dan Malaysia.

Dari pantauan Tempo, harga MinyaKita per hari ini masih di angka Rp 17.100 per liter. Angka ini jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 15.700 per liter.

Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Rabu, 20 November 2024, Budi Santoso mengungkap hingga Selasa, 19 November 2024 lalu, rata-rata harga nasional MinyaKita mencapai Rp 17 ribu per kilogram. Ia berujar ada wilayah dengan harga yang lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET). Ada pula yang sama dengan HET. “Tetapi secara nasional memang naik,” katanya.

Kenaikan harga MinyaKita terutama terasa di wilayah Indonesia Timur. Di sana, harga minyak goreng lebih tinggi dari rata-rata harga nasional. Menurut Budi Santoso, kenaikan harga terjadi sebesar 8,8 persen di atas HET atau sebesar Rp 15.700.

Budi Santoso mengaku telah menemukan indikasi penyebab melambungnya harga minyak goreng ini. Menurut dia, kenaikan ini disebabkan terbentuknya rantai distribusi yang lebih panjang dibanding ketentuan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2024.

"Yang seharusnya distribusinya itu kan dari produsen, D1, D2, dan pengecer, namun di lapangan ini terjadi beberapa transaksi dari pengecer ke pengecer,” kata Budi Santoso.

Oyuk Ivani Siagian berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus