Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bendera putih untuk MITI

Industri baja, perkapalan dan pengilangan minyak di jepang kini dianggap sudah tak akan mampu bersaing lagi di pasar internasional, ditengah mengencangnya penguatan nilai yen. banyak pabrik baja merugi.

21 Maret 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPA mau pabrik baja? Datanglah ke Jepang. Di sana, Anda bisa memiliki pabrik baja sendiri tanpa perlu mengeluarkan banyak uang, atau minta kredit dengan agunan. Caranya gampang. Investor cukup menyediakan sejumlah uang tertentu sebagai uang sewa untuk memanfaatkan kapasitas pabrik baja yang tak terpakai dan di sana mereka boleh menggunakan tenaga kerja asing (expatriate). Yang menarik, usulan Keizai Doyuka (organisasi pengusaha Jepang) itu menyebut status pabrik baja tadi beroperasi dari wilayah free trade zone. Artinya, segala bahan baku impor, yang nanti digunakan untuk membuat produk baja ekspor, tidak akan dikenai bea masuk dan pajak impor. Tapi produk baja itu tak boleh dipasarkan di dalam negeri Jepang. Para pemodal asing juga diusulkan bisa masuk ke industri perkapalan dan pengilangan minyak. Gema usulan yang, belum lama ini, diajukan kepada Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Internasional (MITI) itu segera terasa. Sikap yang ditunjukkan Keizai Doykai, yang beranggotakan pengusaha dan pejabat teras pelbagai perusahaan raksasa Jepang, itu tampak realistis dan lugas. Industri baja, perkapalan, dan pengilangan minyak kini dianggap sudah tak akan mampu bersaing lagi di pasar internasional, di tengah mengencangnya penguatan nilai yen. Buktinya ada. Lihat saja Nippon Steel, penghasil baja terbesar di Jepang yang, pada paruh terakhir 1986 lalu, tercekik kerugian sampai 45 milyar yen atau hampir Rp 500 milyar. Untuk memperkecil kerugian, secara bertahap sampai 1990 nanti, Nippon Steel akan menutup lima tanur bajanya dan memecat 19.000 dari 65.000 buruhnya. "Industri baja Jepang kini menghadapi krisis paling buruk sejak Perang Dunia II," kata Yutaka Takeda, Presiden Nippon Steel. Perusahaan baja ketiga terbesar di Jepang, Kawasaki Steel, juga berniat memecat seperlima dari 25.000 buruhnya, dan menciutkan kegiatan dua pabriknya. Langkah serupa juga akan dilakukan Kobe Steel dan Sumitomo Metal Industries, yang masing-masing akan memecat 6.000 buruhnya, secara bertahap mulai tahun ini sampai tahun depan. Serangkaian tindakan itu, tentu saja, akan menyebabkan kapasitas terpasang industri baja Jepang turun banyak, dan mengurangi jumlah baja yang dihasilkannya. Jika semua rencana itu mulus berjalan. Produksi baja Jepang diduga akan turun delapan juta ton, menjadi 96 juta ton tahun ini. Dan di tahun berikutnya, produksi tahunan itu, diduga akan turun lagi, hingga tinggal 80 juta ton. Sebagai organisasi berpengaruh, Keizai Doyukai, tampaknya, melihat sisi gelap tindakan pabrik baja itu. Penutupan ataupun pengurangan kapasitas peleburan baja itu dianggap hanya menelantarkan kekayaan Jepang. Kalau Jepang ingin tetap mengambil manfaat ekonomi kekayaan itu, sambil berusaha mempertahankan supremasinya di sektor industri baja, maka api di dalam tanur peleburan itu tidak boleh berhenti menyala. Bertolak dari alasan itu, Komite Masalah Struktur Industri Keizai Doyukai keluar dengan usulan tadi -- menyewakan kapasitas pabrik baja yang akan ditutup atau dikurangi kepada investor, terutama dari negara berkembang. "Seharusnya, industri yang bersifat strategis bagi suatu negara dilakukan di negara bersangkutan, agar nantinya tidak bergantung kepada negara lain," kata Kitazawa dari Keizai Doyukai. "Tetapi, kalau hanya sebagai batu loncatan, saya kira tidak apa-apa " Konsep sewa-menyewa itu, konon, sudah menarik minat sejumlah pengusaha dari negara berkembang, tetapi masih banyak rintangan yang harus diatasi. Undang-undang bea masuk dan izin kerja tenaga asing masih perlu dirancang. Pabrik-pabrik yang akan disewakan juga masih harus dipertanyakan kepada pemiliknya. "Ada perusahaan Jepang yang bersedia menyewakan pabriknya, tetapi sebagian lagi menganggap konsep itu mustahil," kata Kitazawa. Sampai Senin lalu, pemerintah Jepang belum menyatakan sikap tegas mendukung. "Pokoknya, bendera (usul Keizai Doykai) itu sudah dikibarkan," ujar seorang pejabat MITI. Tinggal menunggu reaksi para pemilik pabrik baja di Jepang sendiri serta minat negara-negara berkembang. M.W., Laporan Nihon Keizai Shimbun & Seiichi Okawa (Tokyo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus