Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengurangi hambatan terhadap ...

Wawancara tempo dengan soemardi reksopoetranto tentang perlunya pengkajian mengenai relevansi kebijaksanaan deregulasi. agar dikemudian hari tidak terjadi revisi. birokrasi sebenarnya tidak salah.

21 Maret 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEBIJAKSANAAN deregulasi telah menjadi "demam". Demam itu agaknya kini sudah melanda Indonesia. Sehingga, perlu ada pengkajian mengenai relevansi kebijaksanaan baru ini -- agar di kemudian hari tidak terjadi revisi dari deregulasi. Pendapat itu diungkapkan Soemardi Reksopoetranto -- profesor baru FE UI, dalam pidato pengukuhannya Sabtu, pekan lalu. Soemardi, 63, tergolong dosen senior di FE UI. Ia, misalnya, bersama Widjojo Nitisastro ditugasi oleh Profesor Sumitro Djojohadikusumo, untuk merintis proyek afiliasi Universitas Indonesia-Universitas California (Berkeley), 1956. Seperti diketahui, inilah proyek yang kemudian menelurkan para teknokrat ekonomi, yang banyak menentukan perekonomian Indonesia di masa Orde Baru. Menurut Soemardi, di Dunia Ketiga, negara atau pemerintah memang terlalu banyak campur tangan dan menghamburkan uang. Sehingga, lebih banyak menghambat daripada mendorong pembangunan. Oleh karena itu, diimbau untuk mengurangi prosedur perizinan. Tapi mengapa baru akhir-akhir ini debirokratisasi dan deregulasl itu dilakukan pemerintah? Apakah tidak terlambat? "Memang agak terlambat," kata Soemardi menjawab pertanyaan Antosiasmo dari TEMPO. "Tapi kan lebih baik dari pada tidak" Berikut petikan wawancara dengan bekas Direkur Hubungan Perdagangan Luar Negeri itu: Deregulasi, seperti diketahui, baru cenderung dilaksanakan 3-4 tahun belakangan ini. Langkah itu bermula dengan liberalisasi perbankan setelah devaluasi rupiah Maret 1983. Yakni penghapusan pagu kredit, dan ditiadakannya kendali atas tingkat suku bunga deposito. Kebijaksanaan ini berhasil baik. Buktinya: dalam setahun saja, jumlah deposito berjangka di bank pemerintah meningkat dari Rp 1,7 trilyun menjadi Rp 3,3 trilyun. Apa yang mendorong pemerintah melakukan deregulasi itu? Sekarang rezeki minyak makin kering Kita mesti hati-hati dengan pengeluaran kita: bagaimana melaksanakan pembangunan dengan efisien. Untuk itulah diperlukan deregulasi. Tujuan deregulasi adalah pengurangan hambatan-hambatan terhadap penawaran. Dengan deregulasi maka elastisitas penawaran meningkat, biaya produksi dapat dikurangi, persaingan meningkat, dan biaya pelaksanaan peraturan dapat dihemat. Dengan penyederhanaan pemeriksaan bea cukai di pelabuhan, dan penyerahan fungsi negara tersebut kepada perusahaan swasta (SGS), telah diusahakan biaya pelabuhan dan hambatan terhadap kelancaran aliran barang berkurang. Tujuan kebijaksanaan ini berhasil di dalam negeri, tetapi, menurut para importir, ada kesulitan di pelabuhan-arah ekspor di luar negeri -- , karena SGS tidak mempunyai perwakilan di semua negara. Apakah birokrasi itu selalu berarti jelek? Birokrasi sebagai suatu sistem sebenarnya tidak ada yang salah. Kelemahan birokrasi itu bukan disebabkan model ideal Max Weber yang keliru. Tapi disebabkan justru oleh para birokratnya -- yang keliru menerapkannya. Contohnya? Penyalahgunaan wewenang pada struktur organisasi yang hierarkis dengan kesatuan komando. Sehingga, komunikasi dari bawah ke atas terhalang atau terhambat. Terjadi ketidakefisienan, karena keputusan ditentukan dan diambil berdasarkan informasi yang tidak lengkap, sementara perintah ke bawah tidak dipatuhi karena struktur informalnya menentang. Dalam pada itu, spesialisasi dan pembagian kerja, yang seharusnya meningkatkan produktivitas dan efisiensi, malah menimbulkan persaingan antara tenaga-tenaga ahli, serta kesulitan mengadakan koordinasi di antara mereka. Lihat saja kasus penjualan senjata AS ke Iran. Semua itu bukan karena sistem birokrasinya yang salah, tapi orang-orangnya yang menyalahgunakan wewenang. 20 tahun lebih berlalu sudah Ekonomi Terpimpin. Mengapa suara yang menyerang etatisme dan over-regulasi terdengar kembali? Ya, karena tuntutan di awal Orde Baru dahulu belum terlaksana seluruhnya. Ini bisa dimaklumi, karena di Dunia Ketiga biasanya ada senjang waktu (time lag), akibat berbagai gejolak sosial. Dalam perkembangan administrasi pembangunan, memang sejak 1980-an baru terasa bentuknya: apa yang diinginkan oleh rakyat, dan kebijaksanaan yang bagaimana yang harus ditempuh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus