Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bermain regulasi di hilir

Asmindo diketuai bob hasan menetapkan sistem tata niaga baru bagi pemilik industri mebel. mereka harus membeli bahan baku rotan dari pt saripermindo murni. harga bakal naik, menimbulkan inefisiensi.

22 Oktober 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENDANG hela-hela rotan rupanya masih berkesinambungan. Pekan silam dendang itu meningkahi rapat Asmindo (Asosiasi Industri Permebelan Indonesia), yang beranggotakan sejumlah perusahaan mebel kayu dan rotan pimpinan Bob Hasan. Hasilnya: satu sistem tata niaga baru, bagi semua industri mebel yang membutuhkan bahan baku rotan. Memang, tak salah lagi, mereka diharuskan membeli rotan mentah dari PT Saripermindo Murni. Tata niaga baru itu langsung diberlakukan sehari kemudian, Sabtu, 15 Oktober '88. Rapat Asmindo yang berlangsung tertutup di gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, kabarnya berlangsung alot. Agaknya, para peserta -- kurang lebih 200 pengusaha -- kali ini lebih ngotot karena sudah menyangkut hal-hal yang mendasar dari industri mebel. Yang dipertanyakan misalnya: berapa lama Saripermindo bisa mengirim bahan baku ke gudang pembeli. Bagaimana seandainya jenis rotan tertentu yang dibutuhkan industri tidak ada di gudang Saripermindo? Pertanyaan telak seperti ini tak bisa dijawab, sehingga Ketua Asmindo Bob Hasan harus memimpin pertemuan ekstra sore harinya di luar kantor Asmindo. Tata niaga itu akhirnya tetap dilaksanakan. Menurut Wakil Ketua Asmindo, Sudarto, Saripermindo Murni sudah membangun dua gudang di terminal Jakarta dan empat gudang di terminal Surabaya. Jika barang yang dipesan pengusaha mebel ada di gudang, ia menegaskan bahwa pesanan itu sudah bisa sampai ke gudang pembeli dalam tempo seminggu. Bila barang tak ada, terminal akan memproses. "Pakai komputer, sehingga cepat. Jika rotan pesanan itu masih harus dicari terminal akan memberitahukan kapan barang itu bisa sampai ke gudang pembeli," ujar Sudarto lagi. Seorang pengusaha rotan, berpendapat bahwa pola distribusi baru itu akan menimbulkan inefisiensi bagi sekitar 80% pengusaha industri rotan. "Pengiriman rotan pasti akan lebih lama tiba ke gudang pembeli. Harga akan menjadi lebih mahal sekitar Rp 50.000 per ton," kata pengusaha tadi. Kunto Hartono, manajer perusahaan rotan PT Bimantara Siti Wisesa, juga berpendapat bahwa harga bahan baku rotan bakal naik. Tapi, ia melihat segi yang positif. "Dengan sistem ini, fluktuasi harga yang dulunya berkisar Rp 1.200-Rp 1.600 per kilogram, bisa diharapkan terkendali. Dengan demikian kami bisa membuat kalkulasi biaya yang lebih pasti," tutur Kunto. Tapi Sudarto menjamin, harga tidak akan ditentukan Saripermindo Murni seenaknya. "Setiap tiga bulan harga rotan di terminal akan dievaluasi suatu tim. Jika dianggap terlalu tinggi, ya diusahakan untuk turun," kata Wakil Ketua Asmindo itu. Tak dijelaskannya, siapa-siapa saja anggota tim. Menurut Sudarto, tata niaga ini tidak melarang pemilik konsesi pengelolaan rotan untuk memungut rotannya sendiri. "Sejauh rotan itu dipakai untuk kebutuhan sendiri, tak apa. Kami hanya minta mereka melaporkan jumlah pemakaiannya. Untuk itu tidak akan dikenakan pungutan (stock fee) oleh Saripermindo," katanya. Laporan itu diperlukan untuk pendataan nasional. Sebab, salah satu tujuan Saripermindo ialah mengamankan penyelundupan rotan. Tapi, janji pengurus Asosiasi bahwa mulai 1 Oktober semua arus rotan dari hulu akan tertampung di terminal rotan, tampaknya, jauh dari harapan. Sampai Senin pekan ini, harian Suara Pembaruan melaporkan bahwa arus pemasaran rotan dari daerah-daerah lumpuh. Rotan asalan dari Sulawesi Selatan dilaporkan baru sekitar 15% yang terserap industri dalam negeri. Semua itu dampak larangan ekspor rotan 1 Juni 1988, serta larangan ekspor rotan anyaman sejak Agustus silam. Apa boleh buat. Ekspor sudah dilarang, padahal industri hilir belum siap. Baik terminal penampungannya, pabrik-pabriknya, apalagi pemasarannya di luar negeri. MW, Bachtiar Abdullah, Moebanoe Moera

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus