Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AKHIRNYA tak kuat juga PT Inti bertahan di bisnis manufaktur fixed line alias telepon tetap. Pemasok seluruh perangkat telepon tetap untuk PT Telkom itu mengubah basis bisnisnya ke bisnis jasa.
Perusahaan pelat merah yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat, itu bahkan telah mengubah logo perusahaannya. Logo baru sebagai pertanda perubahan haluan ini diluncurkan bertepatan dengan ulang tahun ke-31 perusahaan itu, 30 Desember mendatang.
Adalah perubahan teknologi telepon, dari telepon tetap ke telepon bergerak, yang mempengaruhi perubahan basis bisnis PT Inti. Perubahan itu mengakibatkan mandeknya pasar telepon tetap di Indonesia, yang dipasarkan oleh mitra utamanya, yakni PT Telkom. PT Inti lalu berhenti memproduksi handset, sentral digital telepon, dan produk perangkat telepon tetap lainnya.
Sebetulnya, ketika pada 2003 PT Telkom mengangkat proyek telepon fixed wireless, Flexi, PT Inti punya harapan baru. Hingga akhir tahun ini, menurut Kepala Humas PT Telkom, Muhammad Awaluddin, sudah terpasang 3,9 juta satuan sambungan telepon (SST) telepon Flexi senilai Rp 3,9 triliun.
Sayangnya, PT Inti, yang mendapat proyek pembuatan handset plus sentral telepon tetap untuk 5 juta SST dari 1970-an hingga 1996 dari PT Telkom, hanya mendapat proyek Flexi untuk wilayah Jawa Barat. Dari 2003 sampai 2005, PT Inti kebagian jatah 465 ribu SST senilai Rp 46,5 miliar. Sisanya, kata Awaluddin, diberikan ke perusahaan lain, di antaranya Motorola, SonnyEricsson, dan Samsung.
PT Inti juga hanya menggarap base transmission system (BTS) dan antena. Sebab, handset Flexi buatan PT Inti, yang sempat diproduksi sebanyak 25 ribu unit, tidak laku di pasar. Pada 1998 Inti juga pernah memproduksi handset telepon seluler. Telepon sebesar handy talkie itu tak laku. Produksi dihentikan ketika baru mencapai 15 ribu unit, dengan kerugian Rp 1,35 miliar.
Kondisi Inti pun terus menurun. Pendapatan perusahaan, dari hampir Rp 1 triliun pada 2001, tinggal Rp 549 miliar pada tahun ini. Tapi, meski terseok-seok, Direktur Utama PT Inti, Waseso Adiatma, mengaku masih mendapat keuntungan lima persen.
Arus kas perusahaan tetap positif. ”Bahkan kami tak punya utang ke bank,” katanya kepada Tempo. Tapi PT Inti sempat melakukan pemutusan hubungan kerja besar-besaran. Dari karyawannya yang 2.000-an, kini tinggal 737 orang.
Bisnis jasa engineering, yang akan jadi fokus bisnisnya kini, akan menggunakan produk perangkat keras yang di-outsource ke vendor global. Bisnis ini meliputi sistem infokom dan integrasi teknologi bagi para operator telepon tetap, operator seluler, serta operator telekomunikasi korporasi dan publik.
PT Inti juga melirik bisnis dengan TNI. Menggandeng perusahaan Cina, Alcatel Shanghai Bell, Inti akan memasok peralatan dan sistem komunikasi berbagai basis teknologi untuk mendukung sistem pertahanan TNI.
Menurut Direktur Integrasi Jaringan PT Inti, Said Firman, alat komunikasi militer yang bisa dikembangkan Inti mulai dari yang sederhana hingga canggih, dengan basis teknologi radio, serat optik, sampai satelit. ”Peralatan itu bisa dipasang di kapal selam maupun kapal terbang,” kata Said
Alat komunikasi militer, kata Waseso, merupakan pasar prospektif. Sebab, kebutuhan TNI akan peralatan komunikasi mencapai Rp 7 triliun pada tahun depan. ”Kami targetkan 30 persen kebutuhan bisa dipasok Inti,” katanya.
Rinny Srihartini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo