Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bisnis perhotelan tengah menjamur di Tarakan, Kalimantan Utara. Para pelaku bisnis berlomba-lomba membangun perhotelan. Namun, hal tersebut justru membuat Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Tarakan mendesak pemerintah agar menangguhkan izin pendirian hotel baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penasehat PHRI Tarakan, Abdul Khair, membeberkan pihaknya telah menyampaikan ke pemerintah kota tentang menjamurnya pembangunan hotel baru di Tarakan. Namun, katanya, belum ada tanggapan serius dari pemerintah setempat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Karena tugas pemerintah kan seharusnya mengatur sebagai regulator. Kalau ada hal-hal yang sudah meluber, harusnya dibuat istilahnya bendungan atau apalah itu," ujarnya, Jumat, 29 Desember 2017.
Menurutnya, bila tidak ada regulasi yang diterapkan pemerintah, para pebisnis akan bersaing seperti menggunakan hukum rimba. Utamanya persaingan harga yang tidak diatur sehingga berdampak pada pendapatan daerah yang diprediksi akan berkurang. "Harga yang kami jual tidak sesuai dengan ongkos operasionalnya," kata Abdul.
Dia mengakui, memang tidak ada regulasi soal pelarangan pembukaan hotel baru. Hanya saja, dia menyesali pemerintah tidak mengambil sikap sebagai regulator. "Kalau pemerintah tidak mengatur, seperti di rimba lah kami ini. Siapa kuat dia menang." katanya lagi.
Dia menuturkan pihaknya sudah sangat sering menyampaikan ke pemerintah tentang persoalan ini. Namun belum ada tanggapan serius.
Abdul mengatakan Tarakan hanya pulau kecil, peluang untuk kedatangan wisatawan dinilai kecil. Sementara okupansi hotel di Tarakan, menurutnya rata-rata 30 persen. Maka dari itu, PHRI minta agar pemerintah meregulasi bisnis perhotelan dan menangguhkan izin hotel baru d wilayah tersebut.