Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisnis Sepekan

20 September 2004 | 00.00 WIB

Bisnis Sepekan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Revisi UU Pajak

Indonesia bakal kehilangan pendapatan Rp 4 triliun pada tahun pertama pemberlakuan UU Perpajakan pasca-revisi. Berkurangnya penerimaan pajak ini terjadi karena pemerintah menaikkan batas pendapatan tidak kena pajak (PTKP) dari Rp 2,8 juta menjadi Rp 12 juta. Selain itu, pemerintah menurunkan tarif sejumlah pajak, seperti pajak penghasilan (dari 30 persen menjadi 25 persen) dan pajak atas dividen?dari 20 persen menjadi setengahnya.

Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo mengatakan bahwa aturan baru ini akan dimasukkan ke amendemen undang-undang pajak yang kini tengah digodok pemerintah. "Kehilangan pada tahun pertama itu memang tinggi, tapi jumlahnya akan terus berkurang pada tahun-tahun berikutnya," kata Hadi Poernomo di Jakarta, Kamis pekan lalu.

Menurut staf ahli Menteri Keuangan, I Made Eratha, ada tiga undang-undang yang diamendemen, yaitu UU tentang Pajak Penghasilan, UU tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Ketiga peraturan ini akan dilebur menjadi UU Perpajakan.

BII Akuisisi WOM Finance

BII rupanya tergiur pada pasar otomotif yang melonjak pesat pada tahun 2004. Penjualan mobil diperkirakan akan mencapai rekor baru sepanjang sejarah, yakni di atas 390 ribu unit. Peningkatan pasar inilah yang agaknya mendorong bank itu mengakuisisi 75 persen saham perusahaan pembiayaan otomotif PT Wahana Ottomitra Multiartha (WOM) Finance. "Akuisisi ini untuk menaikkan tingkat penyaluran pinjaman bank secara keseluruhan, terutama kredit kendaraan," kata Direktur BII Rudy N. Hamdani.

Sumber pendanaan akuisisi ini, kata Presiden Direktur BII Henry Ho Hon Cheong, diperoleh dengan menerbitkan obligasi subordinasi maksimal US$ 200 juta atau sekitar Rp 1,8 triliun. Dana ini juga dipakai untuk memperkuat modal kerja. Saat ini BII tengah merampungkan proses uji tuntas dan kelayakan. Sementara itu, WOM Finance sendiri menargetkan ekspansi pinjaman kredit kendaraan bermotor hingga Rp 2,25 triliun dari sebelumnya Rp 1,5 triliun pada tahun 2003. Sampai Agustus, WOM telah menyalurkan pinjaman kendaraan bermotor hingga Rp 1,4 triliun.

Harga Baja Melonjak

Kisah sedih Krakatau Steel agaknya bakal berakhir. Pemicunya tak lain dari melonjaknya harga baja di pasar internasional. Saat ini, harga baja tersebut sudah mencapai US$ 900 per ton, naik hampir dua kali lipat dibandingkan dengan harga sebelumnya. Bahkan harga baja diperkirakan akan naik hingga US$ 1.000 pada tahun 2006. Ada tiga negara yang banyak menyerap baja, yakni Amerika Serikat, Australia, dan Cina. "Cina banyak membangun proyek infrastruktur untuk Olimpiade 2008," kata Direktur Utama Krakatau Steel Daenulhay kepada pers Kamis pekan lalu.

Menyambut maraknya pasar baja, Krakatau Steel menggelontorkan produknya ke pasar internasional. Selama ini, perusahaan negara itu hanya mengekspor 20 persen produknya, tapi kini proporsi ekspornya sudah 50 persen. Dengan volume 2,4 juta ton per tahun, Krakatau Steel tahun ini bisa mendongkrak laba Rp 300 miliar, naik tiga kali lipat dari tahun lalu. Dan untuk meningkatkan labanya, Krakatau Steel juga memperbanyak penggunaan bahan baku lokal dengan cara membeli saham perusahaan tambang.

Protes Daerah Ditolak

Departemen Keuangan akan mempertahankan skema bagi hasil minyak dan gas antara pemerintah pusat dan daerah yang selama ini berlaku. Di luar Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua, yang memperoleh bagi hasil 70 persen, daerah penghasil minyak dan gas yang lain hanya mendapatkan bagian 15 persen. "Kita masih mengacu pada Undang-Undang Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah yang lama," kata Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Darmin Nasution pada Jumat pekan lalu.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Riau dan Kalimantan Timur mengajukan permintaan agar bagi hasil untuk mereka dinaikkan menjadi 40 persen. Dengan sumbangan terhadap total produksi minyak Indonesia sebesar 55 persen (421 juta barel per tahun), kedua provinsi itu merasa layak meminta kenaikan bagi hasil. Kedua daerah ini juga memiliki cadangan minyak 75 persen dari total cadangan minyak Indonesia.

Sebaliknya, kata Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Departemen Keuangan Machfud Sidik, permintaan kedua pemerintah daerah itu tidak layak karena, kalau dituruti, hanya daerah kaya yang menikmatinya. "Akibatnya, kerja pemerintah mengurangi kesenjangan fiskal antardaerah makin berat," ujar Machfud. Pemerintah pusat juga harus menanggung pengeluaran yang tidak bisa disediakan daerah, seperti membayar bunga utang. Perubahan skema bagi hasil baru dimungkinkan jika UU Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah diamendemen.

Aturan Baru Penjaminan

Peran penjaminan uang milik nasabah perbankan nasional yang diemban pemerintah segera diubah. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Darmin Nasution memperkirakan keputusan presiden pengganti atas Keputusan Presiden No. 26/1998, yang menjadi landasan blanket guarantee (penjaminan tanpa batas), akan segera terbit akhir pekan ini. "Paling lambat 24 September, keputusan yang baru sudah harus diteken," ujar Darmin kepada Tempo.

Darmin menyebut keputusan baru itu otomatis efektif begitu ditandatangani presiden. Keputusan presiden yang tengah dinanti itu satu paket dengan Undang-Undang Lembaga Penjaminan Simpanan yang telah disahkan DPR bulan silam. Dalam aturan yang baru, lingkup penjaminan akan diperkecil. Beberapa jenis dana pihak ketiga di bank, seperti letter of credit, tak lagi dijamin. Selama enam bulan pertama sejak aturan mulai diberlakukan, tinggal tabungan dan pinjaman antarbank yang akan dilindungi. Pada enam bulan berikutnya, giliran pinjaman antarbank yang akan dikeluarkan dari program penjaminan.

Saldo tabungan yang dijamin pun akan dipangkas secara bertahap. Terhitung 18 bulan dari penandatanganan keputusan presiden, maksimal tabungan seorang nasabah yang dijamin adalah Rp 5 miliar. Jumlah itu akan diturunkan lagi enam bulan kemudian menjadi Rp 1 miliar, lalu akan kembali dipangkas hingga mencapai Rp 100 juta setengah tahun berikutnya.

Astra Percepat Bayar Utang

PT Astra International akan mencicil utang mereka US$ 122 juta pada 30 September mendatang. Dengan pelunasan itu, utang Astra tersisa sekitar US$ 125 juta. Saat meneken kesepakatan restrukturisasi, Astra menanggung utang US$ 1,16 miliar. Jumlah itu terbagi dalam tiga tranche: US$ 200 juta dan Rp 199 miliar (tranche pertama), US$ 695 juta dan Rp 819 miliar (kedua), serta US$ 100 juta dan Rp 99 miliar (ketiga). Jumlah yang akan dilunasi pada akhir bulan mendatang merupakan bagian dari utang tranche kedua.

Astra wajib melunasi utang tranche ketiga sebelum Juni 2006. Direktur Keuangan Astra John Slack yakin perusahaannya mampu melunasi kewajiban sebelum tenggang waktu. Tentu Slack tak sekadar mengumbar janji. Dengan mengandalkan Avanza, Xenia, dan Innova, Astra mencatat kenaikan pangsa di pasar mobil nasional menjadi 46 persen dari 42 persen pada tahun sebelumnya. Penjualan sepeda motor Astra, yang bertumpu pada merek Honda, juga memberikan kontribusi yang tidak kecil. Penjualan sepeda motor Astra tumbuh sekitar 36 persen.

Semaraknya pasar kendaraan menebalkan laba Astra menjadi Rp 2,6 triliun pada akhir semester pertama, lebih tinggi 44,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Keuntungan tak hanya datang dari kegiatan operasional, tapi juga dari penjualan aset. Tahun ini, Astra menangguk untung Rp 246 miliar dari penjualan saham di Pramindo Ikat Nusantara.

Jerat bagi Pencuri Ikan

DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perikanan menjadi undang-undang pada Selasa pekan lalu, menggantikan Undang-Undang No. 9/1985. UU Perikanan yang baru ini tidak sekadar lebih tebal jika dibandingkan dengan yang lama (ada 17 bab dan 111 pasal dibandingkan dengan 11 bab dan 35 pasal dalam UU Perikanan No. 9/1985), tapi juga memiliki jerat hukum yang lebih sakti.

Atas tindak pidana pencurian ikan, misalnya, semua pihak yang terlibat?termasuk pemilik kapal?dapat diseret ke meja hijau. Para juragan yang kapalnya terbukti digunakan untuk mencuri ikan akan menghadapi sanksi berupa pidana penjara hingga 10 tahun dan denda setinggi-tingginya Rp 20 miliar. UU Perikanan yang baru juga menjerat mereka yang mencemarkan laut. Sanksi bagi mereka yang terbukti merusak alam laut tak bisa dianggap sepele, yaitu pidana penjara hingga enam tahun dan denda hingga Rp 2 miliar.

Dalam undang-undang ini, setiap kapal yang menangkap ikan diwajibkan memiliki surat izin penangkapan ikan. Pelanggarnya terancam diganjar hukuman pidana penjara hingga enam tahun dan denda Rp 2 miliar (untuk kapal berbendera Indonesia) atau hingga Rp 20 miliar (untuk kapal berbendera negara asing). "Undang-undang ini lebih cocok untuk masa sekarang. Selain itu, undang-undang ini memberikan kepastian bagi para pebisnis perikanan," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri.

Pencurian ikan di perairan Indonesia telah berusia puluhan tahun. Jumlah ikan yang ditilap oleh bandit laut diperkirakan mencapai 1,5 juta ton, senilai US$ 2,4 miliar atau sekitar Rp 21 triliun, setiap tahunnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus