Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Astaga!com memang bukan portal kecil-kecilan. Investasinya saja, menurut majalah Swa, mencapai US$ 7,5 juta. Ia seakan mengejar ketinggalan dari Detikcom, situs berita di internet yang kini menjadi portal, yang sukses menjual 15 persen sahamnya ke perusahaan yang berbasis di Hong Kong dengan harga US$ 2 juta.
Fenomena internet tak hanya dirasakan para pemain yang berkocek tebal. Media baru untuk berdagang ini juga mampu mencetak pedagang kecil-kecilan menjadi jutawan. Pengamat pemasaran Rhenald Kasali mengungkapkan, Indoflorist.com, kios penjual bunga di jagat maya (cyberspace), setiap bulan bisa mengantongi keuntungan bersih Rp 10 juta. Padahal, kios initak seperti kios di dunia nyatasama sekali tak punya bangunan fisik, bahkan sekuntum bunga pun tak dimilikinya. Situs itu cuma menjadi perantara antara toko bunga dan pemesan kembang yang bisa datang dari segala penjuru dunia.
Di masa depan, media maya agaknya diyakinientah bagaimana caranyasebagai mesin pencetak uang yang luar biasa. Bayangkan, nama suatu situs saja sekarang laku diperdagangkan. Indoflorist.com, yang baru berumur dua bulan, sudah bernilai Rp 300 juta. Bisnis yang tengah hiruk-pikuk ini pun tak urung memancing tanya kalangan periklanan maupun bakal pengiklan yang tak ingin ketinggalan kereta. Bagaimana peluangnya untuk digunakan sebagai media beriklan? Sekarangkah saat yang tepat untuk beriklan? Pertanyaan-pertanyaan semacam itulah agaknya yang mendorong tergelarnya sebuah seminar dan pelatihan kerja tentang internet sebagai media pemasaran prospektif di Jakarta, dua pekan lalu. Seminar itu antara lain menghadirkan Rhenald Kasali, Ketua Program Ilmu Manajemen Pascasarjana Universitas Indonesia, dan pengamat multimedia R.M. Roy Suryo, sebagai pembicara.
Sebagai media pemasaran yang relatif barudi negara maju media ini pun baru dipergunakan untuk transaksi sekitar 1998para praktisinya sebenarnya masih bertanya-tanya bagaimana internet bisa mencetak uang. Namun, 200 juta pengguna internet di dunia (67 juta di antaranya di Amerika Serikat) memang merupakan pasar yang potensial. Besar pasarnya pada tahun 2002 diperkirakan bakal mencapai US$ 327 miliar, sedangkan pasar yang sudah tercetak di Asia pada 1999 lalu mencapai US$ 2,8 miliar.
Menurut Rhenald Kasali, pendapatan portal yang kini bermunculan pada pokoknya berasal dari penjualan saham, referral fee, dan iklan. Referral fee kurang lebih adalah komisi yang diperoleh suatu situs dari transaksi yang terjadi melalui situsnya (misalnya, Detikcom mendapat komisi dari pembelian buku ke Amazon, yang memajang namanya di Detikcom). "Untuk situs besar, harapan mereka untuk mendapatkan penghasilan bukan dari pengelolaan atau iklan tapi dari value atau nilai sahamnya. Harapan Astaga!com, Radioclik.Com, dan lainnya adalah bisa go public dan harga sahamnya naik terus," kata Rhenald.
Bagaimana dengan iklan? Advertensi di internet saat ini memang masih belum sebesar media lainnya, tapi trennya terus bertumbuh. Detikcom, akhir Februari lalu, bisa menjaring iklan sekitar Rp 120 juta per bulan. "Padahal, Desember tahun lalu cuma sekitar Rp 30 juta. Kami berharap Juni nanti bisa mendapat Rp 160 juta," kata Nukman Luthfie, Direktur Pemasaran Agrakom, pemilik Detikcom. Sekarang ini, Detikcom memang menjadi peraih terbanyak iklan di internet. Iklannya pun sekarang mulai beragam, tak hanya perusahaan yang berhubungan dengan teknologi informasi.
Di atas kertas, media internet tampaknya cukup potensial menarik iklan. Menurut survei lembaga riset AC-Nielsen, ada sekitar enam juta pengakses internet dari Indonesia. Tak semua pengakses itu mengeklik situs lokal, memang. Namun, buat situs-situs populer, tak sulit memancing ratusan ribu unique user setiap hari. Unique user adalah populasi pengunjung internet yang dihitung dari setiap komputer yang dipergunakan. Jadi, satu komputer yang digunakan untuk beberapa pengeklik internet tetap dihitung sebagai satu unique user.
Namun, jumlah unique user itu sesungguhnya tak langsung mencerminkan jumlah riil pengakses internet. Ini tak seperti di media cetak, yang jumlah tirasnya bisa menggambarkan jumlah riil pembacanya. Di internet seorang pengunjung bisa dihitung berkali-kali sebagai unique user bila dalam satu hari ia mengakses suatu situs beberapa kali.
Meski begitu, internet punya kelebihan daripada media cetak karena memungkinkan pengiklan berinteraksi langsung dengan konsumen dan transaksi pun bisa langsung terjadi. Efektivitas beriklan di internet juga bisa langsung terukur oleh software, misalnya berapa orang yang melakukan transaksi melalui media tempat iklan dipasang. Karena itu, iklan di internet sebaiknya memang bukan sekadar pasang banner atau bersifat informatif seperti brosur, tapi yang memungkinkan transaksi. Ini berbeda dengan karakter iklan di media cetak yang bersifat emosional.
Menurut Bobby Arthawan, cyber designer biro iklan Asia-BBDO Komunika, beriklan di internet memang perlu strategi khusus. Sebelum beriklan, misalnya, produsen bisa melakukan "pemanasan" lebih dulu dengan mengadakan suatu kegiatan yang selaras dengan target pasar yang hendak dibidik. Tujuannya adalah untuk membuat orang yang tadinya merasa tak perlu internet jadi merasa butuh. "Asal pendekatannya benar (beriklan di internet) saat ini adalah awal yang bagus. Dulu, pada masa awal ada telepon, orang juga ragu bahwa pesawat telepon bisa dijual di sini, karena melihat yang mendaftar di Telkom juga sedikit. Sekarang kita lihat sudah hampir semua rumah mempunyai telepon," ujarnya yakin.
Ketika bisnis internet sedang gemerlap, memang banyak orang optimistis terhadap kelangsungan media ini. Tak ada salahnya, memang.
Gabriel Sugrahetty, Kelik M. Nugroho, biro Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo