Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkap salah satu industri farmasi, PT Yarindo Farmatama, memproduksi obat sirup yang mengandung bahan berhaya Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) hampir serastus kali lipat di atas ambang batas. Kandungan itu sebesar 0,1 mili gram per mililiter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Obat tersebut adalah merek Flurin DMP Syrup untuk demam dan flu. “Produk PT Yarindo terbukti menggunakan bahan baku propilen glikol yang mengandung EG sebesar 48 mili gram per mili liter. Sementara syaratnya 0,1 mili gram per mili liter, sekitar hampir 100 kalinya, bayangkan,” ujar Penny dalam konferensi pers virtual pada Senin, 31 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Penny, industri farmasi yang beroperasi di Jalan Modern Industri, Cikande, Serang, Banten, tersebut me-recall produknya paling banyak dua tahun terakhir. Adapun BPOM bekerja sama dengan Bareskrim Polri mendata produk mana saja yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG.
Caranya dengan melihat daftar produk obat yang dikaitkan kondisi pasien. Selain itu, penyelidikan ini dikembangkan lebih jauh lagi dengan beberapa kriteria. Di antaranya industri farmasi yang selama ini tingkat kepatuhannya tidak baik. BPOM, kata Penny, mempunyai catatan khusus untuk industri farmasi dalam kategori yang tidak baik kepatuhannya selama ini.
“Akhirnya kami temukan PT Yarindo ini memang terpenuhi melakukan, menghasilkan produk yang tidak memenuhi ketentuan,” ucap Penny.
Penny pun menjelaskan modus operandi perusahaan farmasi tersebut yang melanggar ketentuan. Perusahaan, kata dia, memproduksi obat dengan menggunakan bahan tambahan yang tidak memenuhi persyaratan bahan baku. Sehingga, produk yang dihasilkan tidak memenuhi standar atau persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu.
Pelanggaran PT Yarindo Farmatama, Penny menjelaskan, adalah mengubah bahan baku dengan memakai kandungan yang tidak memenuhi syarat. Produk diduga mengandung cemaran EG dan DEG di atas batas aman. “Sehingga tidak memenuhi persyaratan tidak melaporkan apabila dilakukan perubahan bahan baku obat, tidak melakukan kualifikasi pemasok, termasuk tidak melakukan penelitian sendiri pada bahan baku yang akan digunakan,” kata Penny.
Selain PT Yarindo Farmatama, perusahaan yang diduga melanggar adalah PT Universal Pharmaceutical Industry yang beralamat di Tanjung Mulia, Medan, Sumatera Utara. Kedua perusahaan tersebut diduga melakukan tidak pidana. Alasannya karena memproduksi atau mengedarkan produk farmasi yang tidak memenuhi standar atau persyaratan keamanan khasiat atau pemanfaatan dan mutu.
“Sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 196 dan pasal 98 ayat 2 dan 3, ancaman pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar,” ujar Penny.
Selain itu, kedua perusahaan farmasi disinyalir memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan standar peraturan perundang-undangan seperti termaktub dalam Pasal 62 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar.
“Saya juga mendiskusikan yang dikaitkan dengan kausalitasnya kalau nanti terbukti ada kaitanya dengan kematian tentunya akan ada ancaman lainnya,” tutur Penny.
Baca juga: 2 Perusahaan Farmasi Terancam Pidana 10 Tahun dan Denda Rp 1 Miliar soal Cemaran EG dan DEG
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.