Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN mencatat ada 361 juta anomali traffic atau serangan siber ke Indonesia per 1 Januari-26 Oktober 2023. Simak penjelasannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kurun waktu awal Januari sampai 26 Oktober di tahun ini sudah terjadi sekitar 361 juta anomali traffic yang bisa dikatakan sebagai serangan siber ke Indonesia," kata Sandiman Ahli Madya Direktorat Kebijakan Tata Kelola Keamanan Siber dan Sandi BSSN, Nur Achmadi Salmawan, dalam Aftech Media Clinic secara virtual pada Kamis, 16 November 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Data tersebut diperoleh dari National Security Operations Center atau NSOC di BSSN. Pria yang disapa Achmadi itu lantas membeberkan tiga teratas jenis anomali traffic.
Pertama, ada malware activity sebesar 42,79 persen. Kedua, ada trojan activity sebesar 35,40 persen. Ketiga, information leak sebesar 9,35 persen.
"Kemudian untuk serangan cyber pada sektor keuangan, masih data yang kami peroleh juga dari NSOC BSSN, di sini tampak bahwa terbesar tetap merupakan malware dan trojan activity," tutur Achmadi.
Dia menjelaskan, secara nasional puncak anomali traffic terjadi pada Agustus. Sementara untuk sektor keuangan peak-nya terjadi pada Juli.
"Tren ke depan polanya masih sama, yaitu ancamannya berupa ransomware dan juga advanced persistent threat atau APT," ucap Achmadi.
Sebagai informasi, ransomware adalah salah satu jenis malware (malicious software atau perangkat lunak jahat). Sementara APT merujuk pada serangan siber yang canggih dan terstruktur.
Dari serangan siber yang terjadi, dia mengatakan ada potensi kerugian. Kerugian-kerugian itu antara lain reputasi yang hilang, hilangnya keuangan, hak property intellectual juga dicuri, dan menurunnya kepercayaan publik.
Menurut data Microsoft, Frost & Sullivan (2018), kerugian serangan siber di Amerika Serikat (AS) mencapai US$ 34,2 miliar pada 2018. Sementara data BSSN menunjukkan kerugian di Indonesia mencapai Rp 14,5 triliun pada 2022.
"Ini yang tercatat karena dari sejumlah serangan cyber dan juga incident cyber, banyak yang tidak melaporkan kepada kami," tutur dia.