Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlarut-larutnya pembelian pesawat oleh Merpati memicu kekesalan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sejak meneken kontrak jual-beli dengan produsen pesawat Cina, Xian Aircraft Industry Co. Ltd., pada Juni 2006, Merpati tak kunjung memboyong 15 MA-60 ke Indonesia. Padahal, Agustus tahun lalu, Departemen Keuangan dan Bank Exim Cina sudah meneken pinjaman. Bank Cina itulah yang akan menyediakan pinjaman maksimal 1,8 miliar yuan dengan bunga 2,5 persen.
Xian lalu mensomasi Merpati agar membayar ganti rugi atas biaya penyimpanan dan pe
rawatan senilai US$ 88 juta atau sekitar Rp 1 triliun. Buntutnya pun ke mana-mana. Bank Exim Cina pun mengulur-ulur pengucuran kredit untuk proyek listrik 10 ribu megawatt. Ini bisa gawat karena akan mengganggu pasokan listrik pada tahun ini dan tahun depan. Kalla pun turun tangan.
Jumat dua pekan lalu, ia melakukan rapat dengan Tim Restrukturisasi Merpati, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Sofyan Djalil, Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal, Direktur Utama PT Merpati Nusantara Bambang Bhakti, dan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara Fachmi Mochtar. "Mestinya masalah ini beres di tingkat tim restrukturisasi," katanya seperti dikutip salah seorang peserta rapat. Dalam pertemuan itu diputuskan pemerintah mengambil alih pembiayaan pesawat Merpati.
Menurut sumber Tempo yang ikut pertemuan itu, keputusan diambil setelah Kalla menghitung skema ini akan menguntungkan kedua belah pihak. Cina mendapat kepastian. Pemerintah juga tidak terus-menerus dibelit persoalan ini. Penguatan yuan terhadap dolar juga membuat situasi lebih memungkinkan. Walhasil, pemerintahlah yang akhirnya berutang ke Exim Cina, dan nantinya Merpati akan mencicilnya kepada pemerintah.
Kendati demikian, kata Bambang Bhakti, bagi perusahaannya, hasil rapat itu bukan sepenuhnya solusi. Berdasarkan perhitungannya, Merpati hanya mampu membiayai pengadaan delapan pesawat, meskipun mulai awal tahun ini neraca keuangan perusahaan tidak lagi minus. Opsi penyertaan modal pemerintah untuk pengadaan sisa pesawat dinilainya paling mungkin dilakukan. "Tapi peluangnya kecil," kata dia.
Lima belas pesawat baru itu sebenarnya bisa memperbaiki kinerja Merpati. Menurut Bambang, sejumlah daerah sudah menawarkan kerja sama operasi untuk rute-rute terpencil, seperti di Papua dan Sulawesi. Namun, dengan tingkat bunga 2,5 persen selama 15 tahun, Merpati tetap saja akan tertatih-tatih membayar cicilan. "Masih perlu win-win solution bagi Merpati."
Soal harga pesawat, Merpati juga meminta besarannya diturunkan. Pinjaman lunak dari Bank Exim Cina sebesar 1,8 miliar yuan sudah tidak setara lagi dengan harga 15 pesawat sebesar US$ 232 juta seperti saat perjanjian diteken. Dengan menguatnya yuan terhadap dolar pada saat ini, nilai pinjaman itu setara dengan US$ 263 juta. Merpati sudah mengajukan perbedaan perhitungan ini sebelum utang itu diambil alih pemerintah.
Ketua Tim Restrukturisasi Merpati Sahala Lumban Gaol berjanji akan menegosiasikan poin-poin yang menguntungkan Merpati. "Tentu strateginya seperti itu." Direktur Pengelolaan Penerusan Pinjaman Departemen Keuangan Soritaon Siregar menambahkan, solusi atas persoalan ini masih tetap di Merpati. "Mereka harus optimistis bisa membiayai semua pesawat," katanya.
Tapi keuangan Merpati masih rawan. Utangnya saat ini hampir tiga kali asetnya. Perusahaan penerbangan yang pernah menjadi nomor dua terbesar di Indonesia ini juga kemungkinan besar baru akan bisa mencetak laba pada tahun ini. Dengan cara apa pun, agaknya sulit bagi Merpati untuk menanggung tambahan utang sekitar Rp 3 triliun atau setara dengan utangnya sekarang. Apalagi, dalam situasi krisis ekonomi, bukan tidak mungkin semua proyeksi meleset.
Anton Aprianto
Kinerja Merpati (Rp Miliar)
Laba usaha
2009*
145
2008
-204
2007
-214
Laba bersih
2009*
83
2008
-656**
2007
-158
Aset
2007
1.008
2008
1.006
2009*
1.131
Kewajiban
2007
2.210
2008
2.716
2009*
2.935Load factor
2007
77%
2008
76%
2009*
75%PMN
2007
450
2008
254***
Rute
2007
100 kota
2008
100 kota
2009*
133 kota
Rute
2007
30
2008
19
2009*
39
Sumber: PT Merpati Nusantara Airlines
*Proyeksi **Karena biaya pesangon dan kurs ***Utang ke PPA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo