Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil soal Dana Bagi Hasil (DBH) mempersoalkan kecilnya dana bagi hasil atau DBH yang diterima daerahnya sebagai penghasil minyak dan gas (migas) ke Kementerian Keuangan atau Kemenkeu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia bahkan menyebut Kemenkeu diisi oleh iblis atau setan karena DBH yang diterima daerahnya tak sesuai dengan produksi dan kenaikan harga minyak selama ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lalu, apa yang dimaksud Dana Bagi Hasil atau DBH itu?
Situs resmi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan atau DJPK Kemenkeu menyebutkan DBH merupakan dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi,” demikian tertulis dalam laman resmi DJPK Kemenkeu yang dikutip pada Selasa, 13 Desember 2022.
Berikut fakta-fakta menarik tentang DBH, mulai dari tujuannya, jenisnya, hingga pembagiannya:
1. Tujuan DBH
Tujuan DBH adalah untuk memperbaiki keseimbangan vertikal antara pusat dan daerah. Salah satunya dengan memperhatikan potensi daerah penghasil, contohnya minyak yang dihasilkan Kabupaten Kepulauan Meranti.
2. Prinsip pembagian DBH
Penyaluran DBH dilakukan berdasarkan prinsip Based on Actual Revenue. Maksudnya adalah penyaluran DBH berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan, sesuai Pasal 23 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
3. Jenis DBH
Jenis-jenis DBH meliputi DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA). DBH Pajak meliputi Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Penghasilan dan Cukai Hasil Tembakau (CHT). Sedangkan DBH SDA meliputi Kehutanan, Mineral dan Batu Bara, Minyak Bumi dan Gas Bumi, Pengusahaan Panas Bumi, dan Perikanan.
- DBH Pajak
Dikutip dari laman Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Kemenkeu, DBH Pajak adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, dan Pajak Penghasilan Pasal.
Dalam penggunaannya DBH Pajak memiliki sifat block grant artinya pada penggunaannya diberikan untuk setiap daerah yang memiliki kebutuhan masing-masing. Khusus pada DBH CHT, pengalokasian sedikitnya 50 persen dari dana DBH wajib dilakukan setiap daerah.
Penggunaan alokasi itu digunakan sebagai pendanaan program/ kegiatan peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, dan sosialisasi ketentuan di bidang cukai. Serta pemberantasan barang kena cukai ilegal.
Sumber dari DBH PBB ini yaitu dari penerimaan PBB yang sudah diterima pemerintah pusat. Artinya, penerimaan PBB perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) dikecualikan dalam hal ini karena pengelolaannya oleh daerah.
Selanjutnya: Sumber dari DBH PPh ini yaitu...
Sumber dari DBH PPh ini yaitu dari penerimaan PPh pengelolaannya dilakukan pemerintah pusat lewat Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Penerimaan PPh itu mencakup PPh Pasal 21, PPh Pasal 25, dan Pasal 29.
Sementara sumber dari DBH CHT yaitu transfer dari pusat yang mengalokasikan ke provinsi penghasil cukai provinsi penghasil tembakau.
- DBH SDA
DBH SDA adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas.
Dana tersebut berasal dari beberapa sumber. Sedikitnya terdapat enam sumber DBH SDA tersebut, yakni:
Pertama dari Dana Reboisasi, selanjutnya disebut DRI, merupakan dana yang dipungut dari pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan dari Hutan Alam yang berupa kayu dalam rangka reboisasi dan rehabilitasi.
Kedua berasal dari Provisi Sumber Daya Hutan, selanjutnya disebut PSDH. Ini merupakan pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil yang dipungut dari hutan.
Ketiga, luran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan, selanjutnya disebut IIUPH. Ini adalah pungutan yang dikenakan kepada Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan atas suatu kawasan hutan tertentu yang dilakukan sekali pada saat izin tersebut.
Keempat, Pungutan Pengusahaan Perikanan, hasil perikanan yang dikenakan kepada perusahaan yang memperoleh Izin Usaha Perikanan (IUP), Alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal (APIPM), dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). Sebagai imbalan atas kesempatan yang diberikan oleh pemerintah untuk melakukan usaha perikanan.
Kelima, Pungutan Hasil Perikanan, pungutan hasil perikanan yang dikenakan kepada perusahaan yang melakukan usaha penangkapan ikan sesuai dengan Surat Penangkapan Ikan (SPI).
Keenam, Iuran Tetap (land-rent), iuran yang diterima negara sebagai imbalan atas kesempatan Penyelidikan Umum, Eksplorasi atau Eksploitasi pada suatu wilayah. Dan ketujuh, Iuran Ekplorasi dan Eksploitasi (royalty), iuran produksi pemegang kuasa usaha pertambangan atas hasil dari kesempatan eksplorasi/ eksploitasi.
Baca juga: Tak Hanya Dana Bagi Hasil, Wamenkeu Beberkan Seluruh Alokasi Dana untuk Kabupaten Kepulauan Meranti
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.