Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Daftar Kriteria Anggota BPK Versi Fitra

Fitra berharap anggota BPK periode 2019-2024 diisi dengan orang-orang yang memiliki integritas, netralitas, dan lepas dari konflik kepentingan.

2 Juli 2019 | 15.34 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Joko Widodo alias Jokowi (kedua kanan) menerima Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2018 dari Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Moermahadi Soerja Djanegara di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, 4 Oktober 2018. Kedatangan BPK tersebut untuk menyerahkan IHPS I Tahun 2018. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran atau Fitra berharap anggota Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK periode 2019-2024 diisi dengan orang-orang yang memiliki integritas, netralitas, dan lepas dari konflik kepentingan. Sekretaris Nasional Fitra, Gurnadi Ridwan mengatakan hal ini karena BPK sebagai lembaga negara memiliki peran yang sangat vital dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara baik di pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan badan usaha negara.

Baca juga: Kelar Audit Laporan Keuangan Garuda, BPK Catat Banyak Temuan

Secara tegas peran BPK telah diatur dalam UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. "Kemampuan teknis saja tidak cukup menjamin seseorang bisa mengisi jabatan di BPK," kata Gurnadi dalam keterangan tertulis, Selasa, 2 Juli 2019.

Komisi XI DPR tengah melakukan evaluasi administrasi kepada calon anggota BPK. Evaluasi administrasi diperlukan untuk menentukan sosok calon pengganti anggota BPK yang masa jabatannya berakhir pada Oktober 2019 mendatang. Komisi XI DPR telah menerima 64 pendaftar calon pimpinan di lembaga auditor tersebut.

Menurut Gurnadi, calon anggota BPK harus lepas dari konflik kepentingan. Jika tidak, kata dia, maka penilaian auditnya bisa menjadi tidak objektif. "Kasus suap dan jual-beli opini BPK pernah terjadi di masa lalu dan bisa saja terulang," ujarnya.

Seperti contoh kasus suap terhadap auditor utama keuangan negara III BPK dengan maksud agar memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes tahun anggaran 2016.

Belum lagi, kata dia, bisa saja dimanfaatkan untuk menjadi ajang balas budi dan balas jasa bagi kelompok kepentingan tertentu. Sehingga, menurut Gurnadi, tim pansel tidak boleh sembarangan dalam menilai dan memilih anggota BPK.

"Terakhir, FITRA berharap proses seleksi yang dilakukan oleh tim pansel DPR di Komisi XI terbuka terhadap masukan dari publik luas," kata dia.

Bahkan, Fitra mendorong publik agar terlibat dalam memberikan saran dan masukan terhadap rekam jejak calon anggota BPK. Hal ini menjadi penting untuk menambah kekayaan informasi kepada tim pansel dan bisa menyeleksi calon anggota BPK yang tidak memiliki integritas.

Gurnadi juga mengatakan calon anggota BPK jelas harus bebas dari kasus korupsi dan kasus hukum lainnya. "Bahkan, FITRA menilai, rekam jejak terhadap kasus kekerasan anak dan perempuan juga penting untuk jadi pertimbangan," ujar dia.

Menurut dia, pimpinan lembaga seperti BPK merupakan contoh bagi bawahnya, maka memilih pemimpin yang benar-benar berintegritas merupakan sebuah keharusan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus