Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suasana di balkon ruang Panitia Khusus Hak Angket Century, Rabu pekan lalu, penuh sesak. Sejumlah pejabat Departemen Keuangan—kecuali Direktur Jenderal Pajak M. Tjiptardjo—memenuhi tempat itu. Tak ketinggalan Tony Sumartono, suami Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Di ruang sidang, Sri Mulyani tampak tenang meladeni cecaran pertanyaan yang datang dari hampir semua sudut bak air bah. ”Kita support Ibu, dari dulu kita selalu bersama-sama,” kata Fuad Rahmany, Kepala Badan Pengawas Pasar Modal.
Tampak dari balkon belakang, jemari tangan kanan Sri Mulyani yang sedari awal terus berada di bawah meja, tak henti-hentinya memutar tasbihnya. Belakangan ini ia juga makin rajin berpuasa Senin-Kamis. ”Nasihat teman-teman cukup tidur, supaya fisiknya lebih fit. Dan emotionally supaya lebih tenang, makanya puasa hari ini,” kata Sri Mulyani saat berkunjung ke Tempo, Kamis dua pekan lalu.
Meskipun begitu, rentetan pertanyaan tak urung membuat mantan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan itu terlihat grogi. Selain kerap mengulang pertanyaan, anggota Dewan acap memotong penjelasan Sri Mulyani dengan pertanyaan susulan. Akbar Faisal dari Partai Hanura, misalnya, tak hanya sekali memotong kalimat Menteri Keuangan yang belum tuntas.
Lalu Benny K. Harman. Anggota Panitia Khusus dari Partai Demokrat itu mengaku mengalami gangguan pendengaran ketika datang gilirannya menanya. Ia meminta saksi Sri Mulyani menjelaskan dengan proyektor. ”Tolong, ditunjukkan dengan gambar saja proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik itu,” katanya. Anggota lain nyeletuk, ”Tolong, diperiksa dulu pendengaran Pak Benny.” Gerr…, suasana rapat mencair.
Setelah mendapat ”bantuan” Benny, Sri Mulyani bisa tenang dan mulai menguasai keadaan. Dengan runut dan gamblang, ia memaparkan proses pengambilan keputusan KSSK. Bahkan ia berani menyentil sejumlah anggota Panitia Khusus yang dinilainya tak konsisten.
Ia menyitir—kliping berita di media pada 2008—orang-orang yang awalnya mendesak pemerintah mengambil langkah penanganan krisis. Sekarang mereka justru jadi penentang paling keras di Panitia Angket. ”Ini ada pernyataan Pak Ara (Maruarar Sirait, anggota Panitia Angket dari PDI Perjuangan),” kata Sri Mulyani. Saat itu, kata dia, Ara mendesak ”pemerintah harus segera bertindak cepat guna mengantisipasi krisis yang sudah melanda pasar modal meluas ke perbankan”.
Ada lagi kutipan pernyataan Bambang Soesatyo dan Melchias Markus Mekeng, keduanya dari Golkar, tentang hal serupa. Ara langsung menginterupsi. ”Kalau itu jadi acuan, jangan sepotong-sepotong,” kata dia. ”Kalau krisis, ya, harus ambil langkah strategis, tapi tidak dengan melanggar hukum,” kata Melchi.
Yang ditunjukkan Sri Mulyani melalui proyektor itu adalah cuplikan ”buku putih” berjudul Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis. Buku setebal 74 halaman itu diluncurkan Departemen Keuangan dan dibagikan gratis ke masyarakat, Selasa pekan lalu.
Isinya tentang kronologi pengambilan keputusan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Diceritakan di buku itu ihwal bagaimana latar belakangnya, dasar pertimbangan keputusan, dan biaya penanganan krisis. Dilengkapi data beserta grafiknya. ”Meski formatnya sederhana, secara substansi lumayan komprehensif,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto, anggota tim penyusun.
Ia menambahkan, buku itu merupakan klarifikasi. ”Kalau baca itu, sudah tidak ada keraguan lagi kebijakan pemerintah memang sudah tepat,” kata Rahmat. Menjelang akhir 2008, kata dia, krisis mulai merambah Indonesia tapi belum sistemik. Sentimen masyarakat akan memperparah krisis kalau ada bank ditutup, maka dilakukanlah bailout itu.
Buku itu disiapkan sejak dua bulan lalu. Bahannya disumbang oleh para direktur jenderal di Lapangan Banteng sebagai pengimbang opini publik atas polemik Bank Century yang—menurut mereka—semakin tak terarah. Berulang kali diskusi menyusun format dan materinya. Dievaluasi oleh Sri Mulyani lalu dimatangkan lagi.
Buku itu lalu dicetak sekretariat jenderal departemen sebagai bagian dari kegiatan kehumasan. Sasarannya media massa, kampus, anggota parlemen, dan kelompok profesional. Cetakan pertama seribu eksemplar langsung ludes. Direncanakan cetak ulang.
Anggota Panitia Angket, Andi Rahmat, menilai Sri Mulyani adalah pejabat yang paling siap menghadapi Panitia Angket. ”Dia mempersiapkan diri betul,” kata Andi. Sri Mulyani mengakuinya. ”Artinya (sebatas) struktur yang kita miliki. Kita siapkan dengan baik materi dengan buku putih,” kata dia. ”Tapi saya tidak melakukan mobilisasi. Nanti mereka (Dewan) punya alasan saya harus non-aktif karena tidak kerja,” kata dia.
Lobby Lounge, Bimasena Club, Hotel Dharmawangsa, Ahad malam, 10 Januari. Dua ratusan orang menghadiri acara bertajuk ”Semalam Bersama Sri Mulyani Indrawati”. Sejumlah tokoh, antara lain Kuntoro Mangkusubroto, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Erry Riyana Hardjapamekas dan Amien Sunaryadi, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn.) Endriartono Sutarto, pengacara Todung Mulya Lubis, dan budayawan Goenawan Mohamad ada di sana.
Hadir pula 30-an orang facebooker, mewakili grup Facebook ”Kami Percaya Integritas Sri Mulyani Indrawati”, yang kini beranggota hampir 61 ribu orang, dan sejumlah alumni Universitas Indonesia. ”I feel not alone,” kata Sri Mulyani saat memberikan sambutannya. Setelah berpidato, Sri Mulyani menyanyikan lagu Michael Jackson berjudul You Are Not Alone.
Betti Alisjahbana, dari Yayasan Bung Hatta Anti-Corruption Award, mengatakan acara ini memang khusus ditujukan buat ”membesarkan hati” Sri Mulyani sebelum ”bertempur” di panitia angket pada Rabu pekan lalu. ”Kita beri dukungan penuh pada dia,” kata Betti. Ia adalah pemrakarsa acara bersama Natalia Soebagjo, Clara Joewono, Atika Makarim, dan Sharmi Ranti.
Betti mengaku resah karena kasus Century sudah terlalu jauh diseret ke ranah politik. ”Kami khawatir isunya dibelokkan,” kata ketua dewan juri Bung Hatta Award itu. Ia yakin, peraih Hatta Award 2008 ini punya integritas dan sudah terbukti melakukan langkah nyata antikorupsi. ”Itu memang tak disukai orang,” katanya.
Pertemuan malam itu adalah satu dari rangkaian ”gerakan” para pendukung Sri Mulyani. Aksi pertama mereka lakukan pada 16 Desember lalu, berupa pernyataan sikap di pelataran Bursa Efek Indonesia. Aksi yang diikuti pelaku lantai bursa itu dimotori oleh ekonom Faisal Basri ßdan mantan Direktur Utama Bursa Efek Jakarta Mas Achmad Daniri.
Selanjutnya, pada hari yang sama, iklan mendukung keputusan bailout mulai tayang di layar televisi. Pekan berikutnya, pegawai Departemen Keuangan mulai memakai pita hitam di lengan. Sebagian memasang pita hitam di saku atas kemejanya dan ban hitam bertulisan ”M” yang artinya ”mendukung” di lengan.
Dukungan pun merambat sampai Facebook dan situs jejaring sosial Internet lain. Sejumlah blog lahir khusus membahas soal bailout Century. ”Saya punya beberapa blog tentang ini,” kata Betti. Ia tidak memungkiri bahwa yang dilakukannya adalah upaya membalikkan opini kelompok yang menyudutkan Sri Mulyani dan Boediono atas keputusan bailout Century sebesar Rp 6,7 triliun.
”Kita ingin mengatakan bahwa gerakan mendukung SMI (maksudnya Sri Mulyani Indrawati) itu nyata,” kata Taufik Ismail, pengelola grup Facebook ”Kami Percaya Integritas Sri Mulyani Indrawati”. Grup ini sangat aktif melakukan dialog dan mengajak orang percaya bahwa keputusan penyelamatan Century sudah tepat. Anggota grup membikin ”ronda” menjaga jejaring sosialnya terus online, dari pagi sampai pagi lagi. ”Kalau ada (status) yang nyerang-nyerang, kita jawab,” kata dia.
Agus Supriyanto, Desy Pakpahan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo